Catatan

Pria Tidak Berdaya

Gambar
Selamat bertambah usia untukku. Di tengah perayaan sederhana yang kuhidupkan lewat tulisan ini, aku memilih tema “Pria Tidak Berdaya” sebagai cermin perjalananku. Bukan untuk meratapi nasib, tapi untuk memeluk kejujuran—tentang diriku, tentang hidup, dan tentang harapan yang masih kugenggam erat meski kadang terasa rapuh. Dalam bahasa Indonesia, “berdaya” berarti punya kekuatan, kemampuan, atau kemauan untuk menghadapi hidup—entah itu menyelesaikan masalah, mengejar mimpi, atau sekadar bangun dari tempat tidur dengan semangat.  Tapi di usia ini, aku merasa berada di sisi sebaliknya: tidak berdaya. Bukan karena aku menyerah, tapi karena hidup terasa seperti permainan yang aturannya terus berubah, dan aku sering kehabisan napas untuk mengejar. Hampa di Tengah Keramaian Di usia 39, aku melihat banyak pria seusia ku hidup dalam ritme yang sepertinya lebih “hidup”. Mereka punya pekerjaan yang memberi kepastian—gaji bulanan yang datang tanpa drama, hanya perlu mengatur apa yang masuk ke ...

Masakan Pacar

[Artikel 94#, kategori aktivitas] Selalu menyenangkan setiap dimasakkan, apalagi dikasih bekal untuk dibawa pulang. Hari ini (16/9), alasan bersepeda adalah mengambil masakan dia yang sudah dipersiapkan. 

Satu wadah yang ada di meja (gambar), plus wadah berwarna menjadi teman satu minggu makan saya di rumah. Karena sangat berharga, sampai-sampai harus dimakan dengan sedikit-sedikit. Biar tidak cepat habis.

Mengambil ke tempatnya

Saya seperti tidak berdaya ketika disuruh mengambil masakannya, terutama jaraknya yang jauh dari rumah. Memang benar, saya sudah sekali mampir ke sana. Tapi untuk dikasih bekal makan, ini adalah pengalaman pertama.

Entah apa yang dipikirkannya tentang kehidupan saya yang menurut saya biasa saja. Apakah begitu memprihatinkan karena setiap makan, lauknya itu-itu saja.

Serius saya malu

Pagi yang masih sepi lalu lalang kendaraan, tubuh saya sudah beranjak dengan pedal menuju tempatnya. Saya pikir itu terlambat karena sempat berhenti di Pom Bensin karena kebelet. Tapi syukurlah sampai sana tepat waktu.

Awalnya saya berpikir hanya untuk mengambil masakannya dan pulang. Bila sebelumnya ada alasan bersepeda pagi untuk berkencan, kali ini malah disuruh sarapan juga.

Serius saya malu di sana. Bukan kepadanya, tapi malu kepada penghuni lainnya apabila bangun dan memergoki saya di sana.

"Cowok apaan, datangin pacarnya malah numpang makan", batinku berbicara.

Tapi, setiap kata yang keluar darinya adalah mutlak, terpaksa nurut saja dan membiarkan wajah merah seperti film anime yang terlihat malu-malu.

...

Saya sangat senang mendapatkan makanan hari ini dari dia. Meski berkali-kali disuruh panasin setiap ingin disantap, tapi saya lebih senang menyantapnya saat dingin (dari kulkas).

Bersyukur memiliki dia hari ini. Sudah cantik, jago masak pula. Eh...berlebihan deh. Cut cut.

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sifat Buruknya Pria 29 Tahun

Perjalanan Pulang Pergi ke Hotel The Wujil Resort & Conventions