Catatan

Pria (Tidak) Berharga

Gambar
Saya melihat teman lama yang perutnya membuncit sedang menggendong anaknya. Terlihat senyumnya yang lepas seakan mengatakan bahwa dialah yang paling bahagia di dunia ini. Sebuah pesan kepada para lelaki bahwa ia sudah tiba digaris akhir seorang pria sukses. Lalu, kapan kamu? Entahlah, saya juga bingung mengapa saya berjalan tidak pada semestinya seperti para pria lainnya yang kerap kali membagikan momen-momen bahagianya dengan pasangan dan anak kesayangannya. Memiliki istri yang rupawan, apalagi setia, cakep tuh disebut keluarga kecil yang bahagia. Inilah kekurangan pada diri saya yang mengaku hebat dalam konsistensi, tapi sulit ekonomi. Pria (tidak) berharga Saya kembali memulai perjalanan baru sebagai pria yang kini menginjak usia 38 tahun. Apa yang akan terjadi sepanjang tahun, saya harap itu sangat berharga.  Di umur sekarang ini, saya percaya bahwa 'laki-laki sukses ada keluarga dibelakangnya yang hebat'. Saya merenung sesaat, andai saja saya bisa kembali mengulang waktu s

8 Bulan

[Artikel 49#, kategori Cinta] Semangkuk mie rebus dan Milo hangat menjadi saksi bagaimana kami merayakan hari bulanan kami yang sudah sampai 8 bulan. Tidak menyangka bahwa saya benar-benar menjemputnya malam-malam setelah ia pulang kerja. Saya senang bahwa malam ini ia masih mencintai dan merayakannya bersama.

Beberapa hari sebelumnya,

Saya kembali diputusin. Ini adalah kedelapan kali dengan rentang tiap bulan. Entah, apakah saya yang bodoh atau kurang mengerti wanita. Mungkin salah saya terlalu memujanya sehingga memberi panggung kepadanya agar menjadi penguasa diantara hubungan kita.

Perjalanan famtrip beberapa hari ke Banjarnegara dan Posong seakan membuat saya menggunakan topeng. Satu sisi menikmati dan bahagia, satu sisi lagi sebenarnya galau tak terhindari.

Apalagi lagu syahdu yang menemani perjalanan di dalam kendaraan. Saya terus berusaha, memikirkan apa yang dilakukan dan apakah nasib saya sebelum merayakan hari bulanan dapat kembali bersamanya.

Ia benar-benar tegas memutuskan hubungan. Padahal, satu hari sebelum keputusannya tersebut, kami baik-baik saja. Ia memikirkan bagaimana perjalanan saya esok saat famtrip. Semua dia yang atur. Seperti manajer pada bawahan. Saya menuruti saja.

Usaha yang tidak sia-sia

Akhirnya saya pulang ke rumah. Selalu terhubung kepadanya, meski dicuekin dan tidak digubris, rupanya berbuah manis. Ia menemui saya dan seperti biasa, karakternya yang selalu sesuai mood membuat kejutan.

Bertemu dengan wanita seperti dia, seperti melihat rambu-rambu di atas kepalanya. Jangan menghancurkan mood-nya. Turuti saja, meski perasaan tidak tenang. Dan semua usaha saya untuk dekat, meski sudah disebut putus, akhirnya terbayar. Perjalanan kami masih berlanjut.

Dinginnya malam

Tanggal perayaan bulanan kami adalah hari esok. Saya berharap dapat bersamanya. Semenjak ia bekerja, ia pulang malam. Saya ingin merayakan kali ini, apalagi beberapa hari dibuat galau abis-abisan.

Setelah membeli helm agar bisa digunakan saat menjemputnya, malamnya saya bergegas menuju tempat kerjanya. Rutinitas tidur malam saya terobos demi bersamanya. Biarlah saya memangkas jam tidur yang saya buat, toh bersamanya lebih dari sekedar merayakan. Tapi memperbaiki hubungan yang sempat terombang-ambing.

Malam begitu dingin, hujan menemani dalam perjalanan. Saya tidak menyangka melakukan ini untuk seorang wanita. Semoga ia senang dan bangga dengan apa yang saya lakuin. 

...

Sebuah ciuman dipipi menutup perayaan malam kami setelah tiba di depan tempat tinggalnya. Itu manis sekali. Siapa tidak akan bertahan dan terus jatuh cinta dengan perlakukannya.

Saya harap lembaran baru esok, tidak ada lagi adegan marah atau kesalahan yang saya buat. Semoga ia terus mencintai dan lebih sabar kepada saya.

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berkenalan dengan Istilah Cinephile

[Review] One Day, Film Korea Tentang Pertemuan Pria dengan Wanita Koma yang Menjadi Roh