Catatan

Pria (Tidak) Percaya Diri

Gambar
Sesulit itukah menjadi pria yang memasuki kepala 40 yang sebentar lagi? Meski masih ada beberapa tahun tersisa, bukankah masih ada harapan? Ayolah, bisa bisa. Yuk, mari mulai kisah baru lagi. Apa kabarmu hari ini? Semoga baik-baik saja. Terkadang ingin mengatakannya seperti itu karena fisik memang baik-baik saja. Namun, sisi mental ternyata tidak baik-baik saja. Banyak persoalan yang dulunya dianggap sepele, sekarang terasa berat jika dipikirkan. Tidak percaya diri Tak banyak hal yang bisa saya ceritakan di-usia 36 tahun . Apakah tidak mengasyikkan atau hanya kedatangan penyakit malas untuk menulis? Rasa percaya diri saya seperti menghilang. Terutama soal hubungan dan pertemanan. Ketika orang terdekat saja bisa menyakiti, bagaimana dengan dua hal tersebut (hubungan dan pertemanan). Di usia 36 tahun, saya tertampar oleh kenyataan yang saya pikir sudah berjalan semestinya. Benteng terakhir saya, keluarga , sangat tidak masuk akal. Jika mereka saja bisa berbuat begitu, lantas apa yang mau

8 Bulan

[Artikel 49#, kategori Cinta] Semangkuk mie rebus dan Milo hangat menjadi saksi bagaimana kami merayakan hari bulanan kami yang sudah sampai 8 bulan. Tidak menyangka bahwa saya benar-benar menjemputnya malam-malam setelah ia pulang kerja. Saya senang bahwa malam ini ia masih mencintai dan merayakannya bersama.

Beberapa hari sebelumnya,

Saya kembali diputusin. Ini adalah kedelapan kali dengan rentang tiap bulan. Entah, apakah saya yang bodoh atau kurang mengerti wanita. Mungkin salah saya terlalu memujanya sehingga memberi panggung kepadanya agar menjadi penguasa diantara hubungan kita.

Perjalanan famtrip beberapa hari ke Banjarnegara dan Posong seakan membuat saya menggunakan topeng. Satu sisi menikmati dan bahagia, satu sisi lagi sebenarnya galau tak terhindari.

Apalagi lagu syahdu yang menemani perjalanan di dalam kendaraan. Saya terus berusaha, memikirkan apa yang dilakukan dan apakah nasib saya sebelum merayakan hari bulanan dapat kembali bersamanya.

Ia benar-benar tegas memutuskan hubungan. Padahal, satu hari sebelum keputusannya tersebut, kami baik-baik saja. Ia memikirkan bagaimana perjalanan saya esok saat famtrip. Semua dia yang atur. Seperti manajer pada bawahan. Saya menuruti saja.

Usaha yang tidak sia-sia

Akhirnya saya pulang ke rumah. Selalu terhubung kepadanya, meski dicuekin dan tidak digubris, rupanya berbuah manis. Ia menemui saya dan seperti biasa, karakternya yang selalu sesuai mood membuat kejutan.

Bertemu dengan wanita seperti dia, seperti melihat rambu-rambu di atas kepalanya. Jangan menghancurkan mood-nya. Turuti saja, meski perasaan tidak tenang. Dan semua usaha saya untuk dekat, meski sudah disebut putus, akhirnya terbayar. Perjalanan kami masih berlanjut.

Dinginnya malam

Tanggal perayaan bulanan kami adalah hari esok. Saya berharap dapat bersamanya. Semenjak ia bekerja, ia pulang malam. Saya ingin merayakan kali ini, apalagi beberapa hari dibuat galau abis-abisan.

Setelah membeli helm agar bisa digunakan saat menjemputnya, malamnya saya bergegas menuju tempat kerjanya. Rutinitas tidur malam saya terobos demi bersamanya. Biarlah saya memangkas jam tidur yang saya buat, toh bersamanya lebih dari sekedar merayakan. Tapi memperbaiki hubungan yang sempat terombang-ambing.

Malam begitu dingin, hujan menemani dalam perjalanan. Saya tidak menyangka melakukan ini untuk seorang wanita. Semoga ia senang dan bangga dengan apa yang saya lakuin. 

...

Sebuah ciuman dipipi menutup perayaan malam kami setelah tiba di depan tempat tinggalnya. Itu manis sekali. Siapa tidak akan bertahan dan terus jatuh cinta dengan perlakukannya.

Saya harap lembaran baru esok, tidak ada lagi adegan marah atau kesalahan yang saya buat. Semoga ia terus mencintai dan lebih sabar kepada saya.

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

The Crowned Clown, Drama Korea Kerajaan yang Bercerita Raja yang Bertukar Karena Wajah Kembar

Kembali ke Jogja: Pulang

Mengenal Istilah Jam Kerja Hotel; Split atau Double Shift