Catatan

Pria (Tidak) Percaya Diri

Gambar
Sesulit itukah menjadi pria yang memasuki kepala 40 yang sebentar lagi? Meski masih ada beberapa tahun tersisa, bukankah masih ada harapan? Ayolah, bisa bisa. Yuk, mari mulai kisah baru lagi. Apa kabarmu hari ini? Semoga baik-baik saja. Terkadang ingin mengatakannya seperti itu karena fisik memang baik-baik saja. Namun, sisi mental ternyata tidak baik-baik saja. Banyak persoalan yang dulunya dianggap sepele, sekarang terasa berat jika dipikirkan. Tidak percaya diri Tak banyak hal yang bisa saya ceritakan di-usia 36 tahun . Apakah tidak mengasyikkan atau hanya kedatangan penyakit malas untuk menulis? Rasa percaya diri saya seperti menghilang. Terutama soal hubungan dan pertemanan. Ketika orang terdekat saja bisa menyakiti, bagaimana dengan dua hal tersebut (hubungan dan pertemanan). Di usia 36 tahun, saya tertampar oleh kenyataan yang saya pikir sudah berjalan semestinya. Benteng terakhir saya, keluarga , sangat tidak masuk akal. Jika mereka saja bisa berbuat begitu, lantas apa yang mau

Menikah Juga Akhirnya

[Artikel 32#, kategori Causeway] Rupanya waktunya dipercepat yang rencana awalnya akhir tahun. Berita baik tersebut sepertinya tidak ingin menunggu berlama-lama. Sekarang mereka telah sah menjadi suami istri. Doa terbaik menyertai keduanya dan semoga langgeng sampai tua. Maafkan saya tidak bisa datang.

Sepatu yang saya persiapkan sejak lama, akhirnya tidak terpakai. Pesta bujang yang saya harapkan juga tidak terkabul. Dan sekali lagi, wajah saya tidak akan terpajang dalam bingkai kebahagiaan.

Entah kenapa kabar yang ditunggu tak pernah sampai. Hanya sebuah ajakan, itu pun dari penghuni lain. Saya tidak tahu kenapa pandemi begitu mengontrol pikiran saya. Termasuk dompet kosong yang melonglong. Saya ingin pergi dengan uang sendiri. Andai bisa mundur ke belakang, saya akan mencoba menabung.

Semua sudah terjadi. Impian besar tentang pernikahan dan pesta bujang tak pernah terwujud dari sekitar. Mungkin saya tidak penting karna terlalu memikirkan diri sendiri.

Hanya ada satu orang yang berbicara tentang pentingnya saya pulang, tapi tak pernah datang saat diundang pergi ke Semarang. Andai ia bisa, mungkin saya pertimbangkan.

Sekarang, giliran saya yang entah kapan? Siapa wanita yang bersedia menjadi pendamping yang tidak sekedar berkata cinta, tapi berbicara rasa untuk saling bersama? Entahlah.

*Semoga di masa depan, saya bisa menikah.

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

The Crowned Clown, Drama Korea Kerajaan yang Bercerita Raja yang Bertukar Karena Wajah Kembar

Kembali ke Jogja: Pulang

Mengenal Istilah Jam Kerja Hotel; Split atau Double Shift