Catatan

Pria (Tidak) Berharga

Gambar
Saya melihat teman lama yang perutnya membuncit sedang menggendong anaknya. Terlihat senyumnya yang lepas seakan mengatakan bahwa dialah yang paling bahagia di dunia ini. Sebuah pesan kepada para lelaki bahwa ia sudah tiba digaris akhir seorang pria sukses. Lalu, kapan kamu? Entahlah, saya juga bingung mengapa saya berjalan tidak pada semestinya seperti para pria lainnya yang kerap kali membagikan momen-momen bahagianya dengan pasangan dan anak kesayangannya. Memiliki istri yang rupawan, apalagi setia, cakep tuh disebut keluarga kecil yang bahagia. Inilah kekurangan pada diri saya yang mengaku hebat dalam konsistensi, tapi sulit ekonomi. Pria (tidak) berharga Saya kembali memulai perjalanan baru sebagai pria yang kini menginjak usia 38 tahun. Apa yang akan terjadi sepanjang tahun, saya harap itu sangat berharga.  Di umur sekarang ini, saya percaya bahwa 'laki-laki sukses ada keluarga dibelakangnya yang hebat'. Saya merenung sesaat, andai saja saya bisa kembali mengulang waktu s

Menikah Juga Akhirnya

[Artikel 32#, kategori Causeway] Rupanya waktunya dipercepat yang rencana awalnya akhir tahun. Berita baik tersebut sepertinya tidak ingin menunggu berlama-lama. Sekarang mereka telah sah menjadi suami istri. Doa terbaik menyertai keduanya dan semoga langgeng sampai tua. Maafkan saya tidak bisa datang.

Sepatu yang saya persiapkan sejak lama, akhirnya tidak terpakai. Pesta bujang yang saya harapkan juga tidak terkabul. Dan sekali lagi, wajah saya tidak akan terpajang dalam bingkai kebahagiaan.

Entah kenapa kabar yang ditunggu tak pernah sampai. Hanya sebuah ajakan, itu pun dari penghuni lain. Saya tidak tahu kenapa pandemi begitu mengontrol pikiran saya. Termasuk dompet kosong yang melonglong. Saya ingin pergi dengan uang sendiri. Andai bisa mundur ke belakang, saya akan mencoba menabung.

Semua sudah terjadi. Impian besar tentang pernikahan dan pesta bujang tak pernah terwujud dari sekitar. Mungkin saya tidak penting karna terlalu memikirkan diri sendiri.

Hanya ada satu orang yang berbicara tentang pentingnya saya pulang, tapi tak pernah datang saat diundang pergi ke Semarang. Andai ia bisa, mungkin saya pertimbangkan.

Sekarang, giliran saya yang entah kapan? Siapa wanita yang bersedia menjadi pendamping yang tidak sekedar berkata cinta, tapi berbicara rasa untuk saling bersama? Entahlah.

*Semoga di masa depan, saya bisa menikah.

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berkenalan dengan Istilah Cinephile

[Review] One Day, Film Korea Tentang Pertemuan Pria dengan Wanita Koma yang Menjadi Roh