Catatan

Pria Tidak Berdaya

Gambar
Selamat bertambah usia untukku. Di tengah perayaan sederhana yang kuhidupkan lewat tulisan ini, aku memilih tema “Pria Tidak Berdaya” sebagai cermin perjalananku. Bukan untuk meratapi nasib, tapi untuk memeluk kejujuran—tentang diriku, tentang hidup, dan tentang harapan yang masih kugenggam erat meski kadang terasa rapuh. Dalam bahasa Indonesia, “berdaya” berarti punya kekuatan, kemampuan, atau kemauan untuk menghadapi hidup—entah itu menyelesaikan masalah, mengejar mimpi, atau sekadar bangun dari tempat tidur dengan semangat.  Tapi di usia ini, aku merasa berada di sisi sebaliknya: tidak berdaya. Bukan karena aku menyerah, tapi karena hidup terasa seperti permainan yang aturannya terus berubah, dan aku sering kehabisan napas untuk mengejar. Hampa di Tengah Keramaian Di usia 39, aku melihat banyak pria seusia ku hidup dalam ritme yang sepertinya lebih “hidup”. Mereka punya pekerjaan yang memberi kepastian—gaji bulanan yang datang tanpa drama, hanya perlu mengatur apa yang masuk ke ...

Menikah Juga Akhirnya

[Artikel 32#, kategori Causeway] Rupanya waktunya dipercepat yang rencana awalnya akhir tahun. Berita baik tersebut sepertinya tidak ingin menunggu berlama-lama. Sekarang mereka telah sah menjadi suami istri. Doa terbaik menyertai keduanya dan semoga langgeng sampai tua. Maafkan saya tidak bisa datang.

Sepatu yang saya persiapkan sejak lama, akhirnya tidak terpakai. Pesta bujang yang saya harapkan juga tidak terkabul. Dan sekali lagi, wajah saya tidak akan terpajang dalam bingkai kebahagiaan.

Entah kenapa kabar yang ditunggu tak pernah sampai. Hanya sebuah ajakan, itu pun dari penghuni lain. Saya tidak tahu kenapa pandemi begitu mengontrol pikiran saya. Termasuk dompet kosong yang melonglong. Saya ingin pergi dengan uang sendiri. Andai bisa mundur ke belakang, saya akan mencoba menabung.

Semua sudah terjadi. Impian besar tentang pernikahan dan pesta bujang tak pernah terwujud dari sekitar. Mungkin saya tidak penting karna terlalu memikirkan diri sendiri.

Hanya ada satu orang yang berbicara tentang pentingnya saya pulang, tapi tak pernah datang saat diundang pergi ke Semarang. Andai ia bisa, mungkin saya pertimbangkan.

Sekarang, giliran saya yang entah kapan? Siapa wanita yang bersedia menjadi pendamping yang tidak sekedar berkata cinta, tapi berbicara rasa untuk saling bersama? Entahlah.

*Semoga di masa depan, saya bisa menikah.

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pria Tidak Berdaya

Blog Personal Itu Tempat Curhat