Catatan

Pria (Tidak) Percaya Diri

Gambar
Sesulit itukah menjadi pria yang memasuki kepala 40 yang sebentar lagi? Meski masih ada beberapa tahun tersisa, bukankah masih ada harapan? Ayolah, bisa bisa. Yuk, mari mulai kisah baru lagi. Apa kabarmu hari ini? Semoga baik-baik saja. Terkadang ingin mengatakannya seperti itu karena fisik memang baik-baik saja. Namun, sisi mental ternyata tidak baik-baik saja. Banyak persoalan yang dulunya dianggap sepele, sekarang terasa berat jika dipikirkan. Tidak percaya diri Tak banyak hal yang bisa saya ceritakan di-usia 36 tahun . Apakah tidak mengasyikkan atau hanya kedatangan penyakit malas untuk menulis? Rasa percaya diri saya seperti menghilang. Terutama soal hubungan dan pertemanan. Ketika orang terdekat saja bisa menyakiti, bagaimana dengan dua hal tersebut (hubungan dan pertemanan). Di usia 36 tahun, saya tertampar oleh kenyataan yang saya pikir sudah berjalan semestinya. Benteng terakhir saya, keluarga , sangat tidak masuk akal. Jika mereka saja bisa berbuat begitu, lantas apa yang mau

Bercerai

[Artikel 21#, kategori keluarga] Rasanya kepulangan waktu itu adalah kesia-sian belaka. Tak ada hujan atau badai, kabar yang disembunyikan awalnya terdengar juga akhirnya. Pasti tidak mudah mengambil keputusan itu. Andai saya ada di sana.

Seseorang sudah mengambil langkah lebih awal dari mereka yang masih berjuang. Sayangnya, langkah tanpa kematengan adalah sikap terburu-buru yang berdampak buruk.

Bahkan, keputusan yang diambil tidak mengindahkan perasaan orang-orang yang berada disekitarnya. Seolah patung, tak mendengar atau pun melihat.

Perjodohan

Kata perjodohan sempat saya benci kala orang tua menyodorkan pilihan wanitanya kepada saya. Namun sekarang, rasanya saya menginginkannya. Bukan saya tak mampu, hanya saja ada rasa percaya diri yang hilang kala berpikir ke jenjang pernikahan.

Itu yang terjadi pada seseorang yang ingin saya banggakan. Kepulangan waktu itu hanya untuk demi memberi restu kepadanya yang mendadak mengabarkan akan segera menikah.

Tentu saya pulang karna ingin memberikan kebahagiaan yang lebih lengkap kepadanya. Saya sama sekali tidak mengerti mengapa mendadak akan serius bersatu dalam mahligai. Padahal saya tak pernah sekali pun mendengar kabar kapan mereka berpacaran.

Ya, itu yang saya khawatirkan. Niat baik orang tua yang seharusnya menjadi kebahagiaan, hanya memberi tekanan kepadanya. Dia belum siap tentang perjodohannya.

Bercerai

Ditinggalkan selama masih pacaran saja sudah menyedihkan, bagaimana ditinggalkan karena perceraian. Meski itu hanya sebentar dan ada banyak kepentingan, bercerai itu menyedihkan.

Saya tidak tahu mengapa itu bisa terjadi. Andai saya yang mengalami, saya akan berusaha berpikir 10 kali sebelum mengambil keputusan. Tidak, 1000 kali mungkin.

Saya merasa seperti pecundang tiap kali ditinggalkan oleh bayangan masa lalu saya, sebaik apapun usaha saya. Meski saya merasa menderita, pilihan mereka pergi meninggalkan saya juga adalah keputusan terbaik tentunya.

Mereka, barisan para mantan, sekarang pasti bahagia dengan pasanganya masing-masing. Tidak seperti saya yang hanya bisa berkhayal lewat tulisan dan mengenang kisah-kisah indah bersama mereka di masa lalu.

...

Jika waktu bisa diulang kembali, saya ingin bicara kepadanya bahwa keputusannya memang tanggung jawabnya. Namun akan ada banyak perasaan yang ikut sedih. Ceritakan kepada saya, apa masalahnya. Bukan mendadak langsung berkabar dengan bangga bahwa sudah berpisah.

Saya adalah laki-laki yang bukan saja gagal dalam menjalin hubungan tapi sebagai saudara dan keluarga. Di dalam komik, mungkin saya bisa disebut sampah. Karena tidak berguna.

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

The Crowned Clown, Drama Korea Kerajaan yang Bercerita Raja yang Bertukar Karena Wajah Kembar

Jab Harry Met Sejal, Film India Tentang Pria yang Berprofesi Sebagai Pemandu Wisata

Sifat Buruknya Pria 29 Tahun