Catatan

Pria (Tidak) Berharga

Gambar
Saya melihat teman lama yang perutnya membuncit sedang menggendong anaknya. Terlihat senyumnya yang lepas seakan mengatakan bahwa dialah yang paling bahagia di dunia ini. Sebuah pesan kepada para lelaki bahwa ia sudah tiba digaris akhir seorang pria sukses. Lalu, kapan kamu? Entahlah, saya juga bingung mengapa saya berjalan tidak pada semestinya seperti para pria lainnya yang kerap kali membagikan momen-momen bahagianya dengan pasangan dan anak kesayangannya. Memiliki istri yang rupawan, apalagi setia, cakep tuh disebut keluarga kecil yang bahagia. Inilah kekurangan pada diri saya yang mengaku hebat dalam konsistensi, tapi sulit ekonomi. Pria (tidak) berharga Saya kembali memulai perjalanan baru sebagai pria yang kini menginjak usia 38 tahun. Apa yang akan terjadi sepanjang tahun, saya harap itu sangat berharga.  Di umur sekarang ini, saya percaya bahwa 'laki-laki sukses ada keluarga dibelakangnya yang hebat'. Saya merenung sesaat, andai saja saya bisa kembali mengulang waktu s

Tantangan Akun Asli Twitter

[Artikel 14#, kategori Twitter]  Minggu malam (12 Juni) kemarin, saya ngepost tweet tentang kerugian akun asli karena sudah dibranding dengan maksi (maksimal maksudnya). Kira-kira, kamu tahu kenapa saya nge-tweet begitu?

Semenjak akun berbasis base saya follow, tanpa sadar sering kali saya mencuri-curi klik atau ikut komentarin. Sesuatu yang tidak saya lakuin 5 tahun belakangan.

Keuntungannya, followers saya nambah. Sesuatu yang sudah sulit untuk dilakukan akhir-akhir ini. Apalagi eranya terus berganti.

Meski itu kabar baiknya, ada sisi nggak baiknya juga. Hasrat untuk terlibat lebih banyak seperti yang saya tulis di atas (klik atau berkomentar).

Tantangan

Citra atau branding yang sudah dibangun mau tidak mau ikut berdampak. Saya jarang mengambil bagian percakapan apabila tidak kenal atau mengikuti akun-akun yang nggak jelas.

Karena keharusan untuk saling follback, semacam peraturan tidak tertulis, saya harus melihat linimasa saya sekarang banyak bertebaran akun tanpa foto asli atau akun kedua.

Selain itu, jejak-jejak mereka terkadang sangat personal sekali. Mulai dari umpatan, sedih, bahagia hingga kata-kata yang biasanya tidak saya sukai, kini jadi pemandangan biasa.

Terkadang, saya waswas sendiri karena banyak rekan-rekan yang saya kenal baik secara pertemanan maupun profesi ada di linimasa saya.

Algoritma Twitter menambah derita ketika hanya mengklik suka, maka tweet utamanya ngikut ke linimasa pengguna lain. Saya di sini benar-benar jatuh dimata orang-orang.

Buat akun kedua?

Sementara saya tidak berencana, karena akun yang saya kelola juga sudah lumayan banyak. Saya harus siap dengan konsekuensi dari apa yang saya perbuat.

Saya memang sudah harus turun gunung atau maksudnya mengikuti perkembangan era media sosial. Di mana akun base sekarang cukup banyak juga yang melintas. Baik berbasis kota, Sekolah, kampus hingga tema-teman tertentu.

...

Branding? Sialan, baru sekarang kena dampaknya. Semoga orang-orang yang mengenal saya tetap melihatnya sebagai manusia yang terkadang tidak luput dari salah. Saya hanya mencoba sesuatu yang berbeda saja.

Mohon maafkan saya bila tidak lagi sesuai ekspetasi.

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berkenalan dengan Istilah Cinephile

[Review] One Day, Film Korea Tentang Pertemuan Pria dengan Wanita Koma yang Menjadi Roh