Catatan

Pria (Tidak) Berharga

Gambar
Saya melihat teman lama yang perutnya membuncit sedang menggendong anaknya. Terlihat senyumnya yang lepas seakan mengatakan bahwa dialah yang paling bahagia di dunia ini. Sebuah pesan kepada para lelaki bahwa ia sudah tiba digaris akhir seorang pria sukses. Lalu, kapan kamu? Entahlah, saya juga bingung mengapa saya berjalan tidak pada semestinya seperti para pria lainnya yang kerap kali membagikan momen-momen bahagianya dengan pasangan dan anak kesayangannya. Memiliki istri yang rupawan, apalagi setia, cakep tuh disebut keluarga kecil yang bahagia. Inilah kekurangan pada diri saya yang mengaku hebat dalam konsistensi, tapi sulit ekonomi. Pria (tidak) berharga Saya kembali memulai perjalanan baru sebagai pria yang kini menginjak usia 38 tahun. Apa yang akan terjadi sepanjang tahun, saya harap itu sangat berharga.  Di umur sekarang ini, saya percaya bahwa 'laki-laki sukses ada keluarga dibelakangnya yang hebat'. Saya merenung sesaat, andai saja saya bisa kembali mengulang waktu s

Kofindo Dilirik Platform Video Pendek Untuk Kerja Sama

[Artikel 23#, kategori Kofindo] Sebuah kehormatan tentunya bisa diajak bekerja sama meski akhirnya tidak jadi bersama. Saya pikir lini film yang dimiliki dotsemarang ini tidak berguna, ternyata masih ada peminatnya. Pengalaman luar biasa tentunya di masa pandemi sekarang ini.

Bukan saja dihubungi lewat email, malah kedua pihak saling berbicara lewat google meet. Pihak platform ingin sekali menjelaskan keinginan dan maksudnya kenapa ingin bekerja sama dengan akun Kofindo.

Komunitas

Di era video pendek saat ini, nama Kofindo nyatanya masih laku meski sangat jarang memposting video. Ada perasaan janggal kala pertama kali dihubungi, tapi tetap berpikir positif untuk mengetahui maksud mereka.

Akhirnya kami bertemu secara daring. Bahkan dari pihak platform tidak sendiri, layaknya sedang virtual konferensi pers, saya malah jadi gugup sendiri.

Ternyata nama Kofindo ditemukan karena terdapat dalam data base komunitas yang diunggah sebuah situs. Kofindo disebutkan di sana sebagai komunitas lokal yang ada di Kota Semarang dengan kategori film. 

Dasar itulah yang mereka cari dan cocok dengan program yang mereka sedang jalankan. Saya saat mendengarkan Kofindo disebut komunitas mendadak lesu dan ingin segera mengakhiri percakapan.

Mengajak orang lain 

Perasaan lesu tadi masih saya tahan karena saya sangat menghargai pihak platform. Sebelum kami bertemu via online, saya sampai ngecek aplikasinya yang sebelas dua belas dengan aplikasi TikTok.

Sebuah persentasi disusupkan dalam percakapan kami dengan berbagai ketentuan dan syarat. Tampaknya sangat menarik, namun kembali lagi tawaran yang menggiurkan saat itu terpaksa akhirnya saya tolak.

Dalam persentasi, Kofindo yang masih dianggap sebuah komunitas diharapkan mengajak anggotanya untuk membuat konten. 

Bisa dibayangkan andai saja Kofindo punya komunitas yang jumlahnya, semisalnya 100 orang. Tiap anggota yang membuat konten dengan platform mereka, bukan saja mendapatkan keuntungan dari sisi anggota. Tapi juga berimbas kepada Kofindo itu sendiri. 100 orang dan dihitung ratusan ribu, berapa banyak uang yang kami dapatkan?

Maaf, Kofindo bukan komunitas lagi

Seperti perasaan ditolak oleh seseorang saat kita mulai mengejar dan mendapatkan secercah harapan. Sedih pastinya dan apa yang salah (berpikir seolah ditolak perempuan).

Sekali lagi, Kofindo sudah tidak lagi berkomunitas sekarang ini. Kofindo hanyalah bagian dari dotsemarang yang ngurusin seputar film Indonesia khususnya di Kota Semarang.

Tidak ada aktivitas offline bersama. Bila ingin menonton pun, hanya saya sendiri yang pergi ke bioskop untuk sekedar mengulas dan mendapatkan konten tambahan.

...

Terima kasih buat antusiasnya dan sudah menghubungi Kofindo. Semoga dilain kesempatan ada program yang sesuai untuk Kofindo atau dotsemarang.

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berkenalan dengan Istilah Cinephile

[Review] One Day, Film Korea Tentang Pertemuan Pria dengan Wanita Koma yang Menjadi Roh