Catatan

Pria Tidak Berdaya

Gambar
Selamat bertambah usia untukku. Di tengah perayaan sederhana yang kuhidupkan lewat tulisan ini, aku memilih tema “Pria Tidak Berdaya” sebagai cermin perjalananku. Bukan untuk meratapi nasib, tapi untuk memeluk kejujuran—tentang diriku, tentang hidup, dan tentang harapan yang masih kugenggam erat meski kadang terasa rapuh. Dalam bahasa Indonesia, “berdaya” berarti punya kekuatan, kemampuan, atau kemauan untuk menghadapi hidup—entah itu menyelesaikan masalah, mengejar mimpi, atau sekadar bangun dari tempat tidur dengan semangat.  Tapi di usia ini, aku merasa berada di sisi sebaliknya: tidak berdaya. Bukan karena aku menyerah, tapi karena hidup terasa seperti permainan yang aturannya terus berubah, dan aku sering kehabisan napas untuk mengejar. Hampa di Tengah Keramaian Di usia 39, aku melihat banyak pria seusia ku hidup dalam ritme yang sepertinya lebih “hidup”. Mereka punya pekerjaan yang memberi kepastian—gaji bulanan yang datang tanpa drama, hanya perlu mengatur apa yang masuk ke ...

Adaptasi Lagi?

[Artikel 41#, kategori rumah] Lama tidak merasakan perasaan ini lagi. Dan karna perasaan ini, mungkinkah saya harus memikirkan kembali bagaimana bila saya pergi. Mencari tempat baru, dengan dunia yang hanya menyatu dengan saya. Sehingga tidak memikirkan betapa tidak enaknya menjalani aktivitas yang sudah jadi rutinitas.

Saya bingung dengan suasana yang biasanya mata saya memandang dengan normal, mendadak berubah drastis. Lebih bersih, tapi sedikit berantakan karena pekerjaannya belum selesai.

Katanya jangan menggangu wanita yang sedang berbenah, kecuali ia meminta bantuan. Lalu, biarkan saja ia dengan pikirannya mengabulkan apa yang ingin diusahakannya.

Adaptasi lagi?

Perasaan saya mendadak tidak enak. Membayangkan masa lalu ketika awal-awal datang ke Ibu Kota Jawa Tengah. Saya kapok jatuh kesekian kalinya karena mata saya tertipu oleh kecantikan seorang wanita.

Benar, cantik itu terkesan baik dan nyenangin. Namun saking polosnya saya pada waktu itu, kesan yang ditampilkan ternyata palsu. Waktu menunjukkan siapa sebenarnya seseorang. Bukan hanya teman, tapi juga pasangan hingga orang yang dikenal.

Entah, kenapa perasaan itu datang. Tempat yang biasa ditinggali bertahun-tahun mendadak sekejap mata berubah jadi kurang menyenangkan.

Apakah saya harus beradaptasi lagi? Terasing di rumah yang saya anggap kemewahan karena tinggal sendirian. Perlukah saya bertahan, atau harus keluar mencari tempat baru?

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pria Tidak Berdaya