Catatan

Pria (Tidak) Berharga

Gambar
Saya melihat teman lama yang perutnya membuncit sedang menggendong anaknya. Terlihat senyumnya yang lepas seakan mengatakan bahwa dialah yang paling bahagia di dunia ini. Sebuah pesan kepada para lelaki bahwa ia sudah tiba digaris akhir seorang pria sukses. Lalu, kapan kamu? Entahlah, saya juga bingung mengapa saya berjalan tidak pada semestinya seperti para pria lainnya yang kerap kali membagikan momen-momen bahagianya dengan pasangan dan anak kesayangannya. Memiliki istri yang rupawan, apalagi setia, cakep tuh disebut keluarga kecil yang bahagia. Inilah kekurangan pada diri saya yang mengaku hebat dalam konsistensi, tapi sulit ekonomi. Pria (tidak) berharga Saya kembali memulai perjalanan baru sebagai pria yang kini menginjak usia 38 tahun. Apa yang akan terjadi sepanjang tahun, saya harap itu sangat berharga.  Di umur sekarang ini, saya percaya bahwa 'laki-laki sukses ada keluarga dibelakangnya yang hebat'. Saya merenung sesaat, andai saja saya bisa kembali mengulang waktu s

Unfollow Twitter


[Artikel 11#, kategori Twitter] Bagaimana rasanya di unfollow orang yang kamu kenal di Twitter? Kesal, marah, kok bisa, jahat dan sebagainya. Saya pernah merasakan itu. Apalagi orang yang dikenal, tidak sekedar say hello saja, dan inspirasi buat saya.

Minggu lalu, saya baru unfollow seseorang. Dan bahkan memikirkan lagi untuk mengakhiri pertemanan di Twitter (unfollow) dengan yang lainnya karena akunnya sudah tidak mewakili personalnya yang selama ini saya kenal.

Ini berbeda dengan perasaan saya saat di-unfollow teman pada jamannya dotsemarang masih ada waktu itu. Tidak menyangka saja itu dilakukan. Mungkin baginya saya saat itu terlalu banyak berbicara di Twitter, sehingga menggangu timeline.

Sedangkan sekarang, saya menemukan fenomena baru tentang akun personal yang sebenarnya si pemilik akun sudah lama membuatnya. Entah apakah alasannya, semua berubah 180 derajat.

Foto avatar berubah menjadi idol. Semua postingan mulai dari teks hingga foto dan video tentang idol. Dan tentu saja, saya langsung meng-unfollow-nya. Meski sebenarnya saya ingin mengirimkan pesan untuk memberitahunya.

Saya tahu saat mengklik tombol unfollow, saya adalah orang jahat. Saya jadi dilematis di sana. Kenangan saat di-unfollow oleh orang yang saya kagumi dulu, langsung terbayang. 

Pikiran saya langsung berbicara dalam tubuh, 'saya seperti orang itu (yang dulu)'. Menganggap benar sendiri dan merasa itu tidak masalah.

Branding

Salah satu kehadiran seseorang di media sosial adalah tentang branding. Saya belajar tentang personal branding hingga sekarang.

Ketika kehadiran saya yang mencerminkan sebagai bloger dan fans bola, saya tentu lebih banyak berbicara tentang itu di timeline.

Dan celakanya, branding ini menjadi pembatas saya melihat seseorang di media sosial. Bila ia adalah bloger, saya memikirkan konten yang dibawanya sama seperti cerminan apa yang dituliskannya.

Jadi ketika akunnya berubah 180 derajat, bukan lagi menjadi akun personal yang saya kenal, maka maafkan saya harus berhenti mengikuti (unfollow).

Saya tidak membencinya, hanya saja saya tidak tertarik dengan konten yang dibawanya. Saya tertarik dengan personalnya. Entah ia bicara branding, curhatnya atau segala hal tentang aktivitasnya.

Saran saya, buat akun baru saja. Memulai hal baru memang berat jika berharap followers. Tapi setidaknya, memberikan keleluasaan pada diri sendiri agar dapat tersalurkan. 

Karna ada orang yang terdampak dan merasa senang berteman. 

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berkenalan dengan Istilah Cinephile

[Review] One Day, Film Korea Tentang Pertemuan Pria dengan Wanita Koma yang Menjadi Roh