Catatan

Pria Tidak Berdaya

Gambar
Selamat bertambah usia untukku. Di tengah perayaan sederhana yang kuhidupkan lewat tulisan ini, aku memilih tema “Pria Tidak Berdaya” sebagai cermin perjalananku. Bukan untuk meratapi nasib, tapi untuk memeluk kejujuran—tentang diriku, tentang hidup, dan tentang harapan yang masih kugenggam erat meski kadang terasa rapuh. Dalam bahasa Indonesia, “berdaya” berarti punya kekuatan, kemampuan, atau kemauan untuk menghadapi hidup—entah itu menyelesaikan masalah, mengejar mimpi, atau sekadar bangun dari tempat tidur dengan semangat.  Tapi di usia ini, aku merasa berada di sisi sebaliknya: tidak berdaya. Bukan karena aku menyerah, tapi karena hidup terasa seperti permainan yang aturannya terus berubah, dan aku sering kehabisan napas untuk mengejar. Hampa di Tengah Keramaian Di usia 39, aku melihat banyak pria seusia ku hidup dalam ritme yang sepertinya lebih “hidup”. Mereka punya pekerjaan yang memberi kepastian—gaji bulanan yang datang tanpa drama, hanya perlu mengatur apa yang masuk ke ...

Tidak boleh mengeluh Soal Internet yang Semakin Sulit


[Artikel 34#, kategori Internet] Covid-19 benar-benar menyuruh saya untuk terus berpikir agar tidak mudah mengeluh. Apalagi soal koneksi internet. Mengingat, pendapatan jadi pemilik blog dotsemarang sudah sangat mengkhawatirkan. Ada kalanya ingin menjual barang-barang, tapi selalu gagal.

Hari ini tak sengaja membaca berita kompas yang mengangkat seorang pelajar asal Dusun Tabbakuang, Desa Kahayya, Kecamatan Kindang Bulukumba, Sulawesi Selatan.

Sang pelajar terpaksa berjalan kaki mencari sinyal di Puncak Doggia Hills untuk bisa mengerjakan tugas sekolah.

Terkadang saat kuota internetnya habis, dirinya menumpang wifi temannya. Mau gimana lagi semenjak Covid-19, Sekolah menerapkan belajar secara daring.

Saya tahu, si pelajar ini tentu bukan satu-satunya yang mengalami kesulitan dalam upayanya terhubung dengan internet. Masih banyak, dan bukan hanya di Indonesia saja yang merasakan ini. Seperti di India, contohnya.

Membaca ini saya seperti bercermin pada diri sendiri ketika mengeluh mengenai koneksi yang naik turun atau kesulitan terhubung.

Menggantungkan diri sebagai full time blogger, saya juga termasuk orang yang terdampak. Tidak ada acara bulan ini, iklan (tidak menggunakan adsen), dan promosi lainnya yang masuk ke saluran dotsemarang. 

Saya benar-benar tidak punya uang. Satu sisi, saya butuh uang. Setidaknya kucing-kucing di rumah yang perlu dikasih makan. Atau menabung buat biaya menikah, mengingat umur yang sudah semakin matang.

Saya tidak boleh mengeluh dan membenarkan diri bahwa saya paling menderita. Masih banyak yang mengalami hal lebih parah dari saya. 

Setidaknya, hingga saat ini saya punya semangat dan bisa mengakali koneksi internet dengan mencari wifi gratisan.

Saya iri dengan mereka yang memiliki gaji bulanan. Saya iri dengan mereka yang punya back up keuangan atau bisa meminta orang tuanya. Saya? Tidak ada sama sekali.

Semoga semangat ini bukanlah penghancur semangat saya yang sudah bertahan lebih dari 10 tahun. Saya berharap dia terus berada di samping saya dan mendukung. Tak perlu kiriman uang, yang penting ia jadi teman bicara saya.

Wajah saya tertawa, tapi hati saya gelisah. 
Bagaimana hari esok?
Cepatlah datang bulan depan!!

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pria Tidak Berdaya