Catatan

Pria Tidak Berdaya

Gambar
Selamat bertambah usia untukku. Di tengah perayaan sederhana yang kuhidupkan lewat tulisan ini, aku memilih tema “Pria Tidak Berdaya” sebagai cermin perjalananku. Bukan untuk meratapi nasib, tapi untuk memeluk kejujuran—tentang diriku, tentang hidup, dan tentang harapan yang masih kugenggam erat meski kadang terasa rapuh. Dalam bahasa Indonesia, “berdaya” berarti punya kekuatan, kemampuan, atau kemauan untuk menghadapi hidup—entah itu menyelesaikan masalah, mengejar mimpi, atau sekadar bangun dari tempat tidur dengan semangat.  Tapi di usia ini, aku merasa berada di sisi sebaliknya: tidak berdaya. Bukan karena aku menyerah, tapi karena hidup terasa seperti permainan yang aturannya terus berubah, dan aku sering kehabisan napas untuk mengejar. Hampa di Tengah Keramaian Di usia 39, aku melihat banyak pria seusia ku hidup dalam ritme yang sepertinya lebih “hidup”. Mereka punya pekerjaan yang memberi kepastian—gaji bulanan yang datang tanpa drama, hanya perlu mengatur apa yang masuk ke ...

Jangan Biarkan Itu Terbuka


[Artikel 27#, kategori Amir] Saya menyukai orang-orang yang memiliki efek kejut atau tidak terduga. Hanya saja, terkadang semua harapan tidak dapat disematkan pada keseluruhan. Lelah rasanya untuk menjaga momentum itu tetap sempurna.

Kita selalu bersemangat tentang sesuatu secara bersama atau sesuatu yang menarik perhatian. Ada ruang untuk berkembang dan dikenal. Nilai kita jadi tinggi.

Tapi itu semua akan sia-sia jika yang sebenarnya tidak sesempurna itu. Kekurangan bukan untuk ditunjukkan, tapi bagaimana menjadikan kekurangan sebagai kekuatan.

Kesalahan berulang tentu seharusnya diperbaiki, bukan membuat sakit hati. Orang-orang yang sudah mati rasa, tidak akan lagi bersedia menjaga perasaan itu.

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pria Tidak Berdaya