Catatan

Pria Tidak Berdaya

Gambar
Selamat bertambah usia untukku. Di tengah perayaan sederhana yang kuhidupkan lewat tulisan ini, aku memilih tema “Pria Tidak Berdaya” sebagai cermin perjalananku. Bukan untuk meratapi nasib, tapi untuk memeluk kejujuran—tentang diriku, tentang hidup, dan tentang harapan yang masih kugenggam erat meski kadang terasa rapuh. Dalam bahasa Indonesia, “berdaya” berarti punya kekuatan, kemampuan, atau kemauan untuk menghadapi hidup—entah itu menyelesaikan masalah, mengejar mimpi, atau sekadar bangun dari tempat tidur dengan semangat.  Tapi di usia ini, aku merasa berada di sisi sebaliknya: tidak berdaya. Bukan karena aku menyerah, tapi karena hidup terasa seperti permainan yang aturannya terus berubah, dan aku sering kehabisan napas untuk mengejar. Hampa di Tengah Keramaian Di usia 39, aku melihat banyak pria seusia ku hidup dalam ritme yang sepertinya lebih “hidup”. Mereka punya pekerjaan yang memberi kepastian—gaji bulanan yang datang tanpa drama, hanya perlu mengatur apa yang masuk ke ...

Gas Kosong


[Artikel 10#, kategori rumah] Terbiasa dengan beragam fasilitas yang sudah ada, belum tentu orang itu termasuk berada (Kaya). Kalau ada, kenapa dibuat merana. Kali ini tentang gas yang sangat membantu ketika tidak ada pemasukan. 

Memasak bukanlah hobi buat saya, tapi bagian penting dalam menjalani kehidupan sehari-hari saat mode hemat. Saat pemasukan tidak ada, saat mencoba konsisten dengan makanan dan saat mencoba memasak dengan bahan yang murah tapi bisa bertahan lama.

Kreatif yang tidak bertanggung jawab

Dan mendadak gas di rumah habis oleh orang rumah setelah digunakan untuk memasak. Kecewa, tentu saja. Apalagi baru datang dari luar kota (Karanganyar). Awalnya tidak berpikir itu sebagai kesalahan. Wajar sajalah.

Hari berganti hari, Minggu berganti minggu. Gas tetap kosong. Sempat berpikir patungan beli gas saat masih ada uang, karena si orang rumah ini sudah menghubungi pemilik rumah, tidak jadi deh.

Kesel juga waktu itu karena pemilik rumah tidak tahu apa-apa, harus dilibatkan oleh makhluk yang menempati rumah mereka. Seharusnya inisiatif diri untuk membeli. Yang gunakan siapa, yang habiskan siapa.

Saat saya terus memasak telur hanya lewat penanak nasi, orang ini malah gunakan alat memasak yang biasa dipakai saat mendaki. 

Alatnya sederhana, dan tabung gas kecil yang biasa ditemukan di mana-mana. Saya sering melihatnya saat acara untuk memanaskan makanan.

Dia menemukan solusi bagi dirinya sendiri. Sisi kreatif yang perlu diapresiasi. Namun saya membenci sikapnya yang tidak bertanggung jawab.

Andai dia berinisiatif membeli gas dengan cara patungan, mungkin saya menyerahkan uang yang saya dapatkan dari luar kota. Meski itu tidak banyak. Setidaknya kompor dapat menyala.


Ketika kompor bisa digunakan, saya bisa memasak tempe yang saya beli dengan harga 5 ribu rupiah. Saya dapat menghabiskannya selama 1 minggu. Apalagi kebutuhan nasi masih terpenuhi.

Terkadang saya benar-benar berhemat. Dan selalu belajar dari setiap masalah yang datang.

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pria Tidak Berdaya