Catatan

Pria (Tidak) Berharga

Gambar
Saya melihat teman lama yang perutnya membuncit sedang menggendong anaknya. Terlihat senyumnya yang lepas seakan mengatakan bahwa dialah yang paling bahagia di dunia ini. Sebuah pesan kepada para lelaki bahwa ia sudah tiba digaris akhir seorang pria sukses. Lalu, kapan kamu? Entahlah, saya juga bingung mengapa saya berjalan tidak pada semestinya seperti para pria lainnya yang kerap kali membagikan momen-momen bahagianya dengan pasangan dan anak kesayangannya. Memiliki istri yang rupawan, apalagi setia, cakep tuh disebut keluarga kecil yang bahagia. Inilah kekurangan pada diri saya yang mengaku hebat dalam konsistensi, tapi sulit ekonomi. Pria (tidak) berharga Saya kembali memulai perjalanan baru sebagai pria yang kini menginjak usia 38 tahun. Apa yang akan terjadi sepanjang tahun, saya harap itu sangat berharga.  Di umur sekarang ini, saya percaya bahwa 'laki-laki sukses ada keluarga dibelakangnya yang hebat'. Saya merenung sesaat, andai saja saya bisa kembali mengulang waktu s

Gas Kosong


[Artikel 10#, kategori rumah] Terbiasa dengan beragam fasilitas yang sudah ada, belum tentu orang itu termasuk berada (Kaya). Kalau ada, kenapa dibuat merana. Kali ini tentang gas yang sangat membantu ketika tidak ada pemasukan. 

Memasak bukanlah hobi buat saya, tapi bagian penting dalam menjalani kehidupan sehari-hari saat mode hemat. Saat pemasukan tidak ada, saat mencoba konsisten dengan makanan dan saat mencoba memasak dengan bahan yang murah tapi bisa bertahan lama.

Kreatif yang tidak bertanggung jawab

Dan mendadak gas di rumah habis oleh orang rumah setelah digunakan untuk memasak. Kecewa, tentu saja. Apalagi baru datang dari luar kota (Karanganyar). Awalnya tidak berpikir itu sebagai kesalahan. Wajar sajalah.

Hari berganti hari, Minggu berganti minggu. Gas tetap kosong. Sempat berpikir patungan beli gas saat masih ada uang, karena si orang rumah ini sudah menghubungi pemilik rumah, tidak jadi deh.

Kesel juga waktu itu karena pemilik rumah tidak tahu apa-apa, harus dilibatkan oleh makhluk yang menempati rumah mereka. Seharusnya inisiatif diri untuk membeli. Yang gunakan siapa, yang habiskan siapa.

Saat saya terus memasak telur hanya lewat penanak nasi, orang ini malah gunakan alat memasak yang biasa dipakai saat mendaki. 

Alatnya sederhana, dan tabung gas kecil yang biasa ditemukan di mana-mana. Saya sering melihatnya saat acara untuk memanaskan makanan.

Dia menemukan solusi bagi dirinya sendiri. Sisi kreatif yang perlu diapresiasi. Namun saya membenci sikapnya yang tidak bertanggung jawab.

Andai dia berinisiatif membeli gas dengan cara patungan, mungkin saya menyerahkan uang yang saya dapatkan dari luar kota. Meski itu tidak banyak. Setidaknya kompor dapat menyala.


Ketika kompor bisa digunakan, saya bisa memasak tempe yang saya beli dengan harga 5 ribu rupiah. Saya dapat menghabiskannya selama 1 minggu. Apalagi kebutuhan nasi masih terpenuhi.

Terkadang saya benar-benar berhemat. Dan selalu belajar dari setiap masalah yang datang.

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berkenalan dengan Istilah Cinephile

[Review] One Day, Film Korea Tentang Pertemuan Pria dengan Wanita Koma yang Menjadi Roh