Catatan

Pria (Tidak) Berharga

Gambar
Saya melihat teman lama yang perutnya membuncit sedang menggendong anaknya. Terlihat senyumnya yang lepas seakan mengatakan bahwa dialah yang paling bahagia di dunia ini. Sebuah pesan kepada para lelaki bahwa ia sudah tiba digaris akhir seorang pria sukses. Lalu, kapan kamu? Entahlah, saya juga bingung mengapa saya berjalan tidak pada semestinya seperti para pria lainnya yang kerap kali membagikan momen-momen bahagianya dengan pasangan dan anak kesayangannya. Memiliki istri yang rupawan, apalagi setia, cakep tuh disebut keluarga kecil yang bahagia. Inilah kekurangan pada diri saya yang mengaku hebat dalam konsistensi, tapi sulit ekonomi. Pria (tidak) berharga Saya kembali memulai perjalanan baru sebagai pria yang kini menginjak usia 38 tahun. Apa yang akan terjadi sepanjang tahun, saya harap itu sangat berharga.  Di umur sekarang ini, saya percaya bahwa 'laki-laki sukses ada keluarga dibelakangnya yang hebat'. Saya merenung sesaat, andai saja saya bisa kembali mengulang waktu s

Belajar Dari Didi Kempot Tentang Konsistensi


[Artikel 64#, kategori motivasi] Tahun 2019 adalah tahun di mana seorang Didi Kempot mendadak populer, terutama dikalangan anak milenial. Padahal beliau sudah dikenal dari lama. Saya ingin menjadikan beliau sebagai motivasi diri untuk tidak kenal lelah dalam berkarya.

Saya sering mendengar lagunya dari tetangga waktu kecil. Tapi tidak semenarik sekarang ketika tahu ada Didi Kempot langsung menyaksikannya lewat Youtube. 

Di Semarang sendiri, saya hanya sekali menonton konsernya ketika beliau jadi bintang tamu acara yang berada di Simpang Lima. Bersamaan kegiatan hari bebas kendaraan atau CFD.

Motivasi

Beberapa kali mendengarkan kisah sukses Didi Kempot yang sudah menciptakan 800 karya dari awal berkarya hingga sekarang, itu mendidihkan pikiran saya. Beliau bisa, mengapa saya tidak.

Fenomena kebangkitan Didi Kempot harus bisa disikapi sebagai sebuah harapan bahwa kita jangan pernah lelah dalam membuat suatu karya atau dalam bahasanya sekarang, konten.

Jadikan beliau sebagai panutan dan motivasi dalam hidup. Tentu hanya sebuah motivasi, bukan untuk ikut membuat lagu semisal kamu sukanya beda.

Konsisten

Andai seorang Didi Kempot banting setir menjadi pengusaha atau lainnya, mungkin tahun 2019 bukan sebuah cerita dari sang maestro yang mendapat julukan The Godfather of Broken Heart.

Sayang perandaian itu tidak terjadi. Didi Kempot tetaplah Didi Kempot, seorang penyanyi dan juga pencipta lagu. Konsistennya tidak bisa ditukar apapun dan harga yang harus dibayar pun sangat mahal.

Saya mengakui sendiri, menjaga konsisten itu perih-perih sedap. Harus banyak merelakan dan terus berpacu pada tujuan yang dibuat dari visi dan misi.

Keberhasilan dari konsisten pun belum tentu terbayarkan saat itu, lain waktu, esok atau lainnya. Butuh banyak waktu untuk menggapainya. Bila tidak kuat, dunia terasa tidak adil. Sikap menderita dan akhirnya menyerah adalah efek dari konsisten bila tidak mampu menahannya.

...

Saya tidak ingin berhenti menulis. Saya ingin terus berkarya dan berupaya. Namun karena Corona, tujuan jangka panjang yang sudah dibuat, mendadak dipangkas lebih cepat.

Saya harus jujur pada diri sendiri. Dihadapan saya, realita hidup menunggu saya. Tak punya uang, tak bisa makan. Tak punya uang, tak bisa berkarya. Karena butuh kuota.

Semoga ini adalah bagian dari ujian yang tentunya akan berakhir.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berkenalan dengan Istilah Cinephile

[Review] One Day, Film Korea Tentang Pertemuan Pria dengan Wanita Koma yang Menjadi Roh