[Artikel 64#, kategori motivasi] Tahun 2019 adalah tahun di mana seorang Didi Kempot mendadak populer, terutama dikalangan anak milenial. Padahal beliau sudah dikenal dari lama. Saya ingin menjadikan beliau sebagai motivasi diri untuk tidak kenal lelah dalam berkarya.
Saya sering mendengar lagunya dari tetangga waktu kecil. Tapi tidak semenarik sekarang ketika tahu ada Didi Kempot langsung menyaksikannya lewat Youtube.
Di Semarang sendiri, saya hanya sekali menonton konsernya ketika beliau jadi bintang tamu acara yang berada di Simpang Lima. Bersamaan kegiatan hari bebas kendaraan atau CFD.
Motivasi
Beberapa kali mendengarkan kisah sukses Didi Kempot yang sudah menciptakan 800 karya dari awal berkarya hingga sekarang, itu mendidihkan pikiran saya. Beliau bisa, mengapa saya tidak.
Fenomena kebangkitan Didi Kempot harus bisa disikapi sebagai sebuah harapan bahwa kita jangan pernah lelah dalam membuat suatu karya atau dalam bahasanya sekarang, konten.
Jadikan beliau sebagai panutan dan motivasi dalam hidup. Tentu hanya sebuah motivasi, bukan untuk ikut membuat lagu semisal kamu sukanya beda.
Konsisten
Andai seorang Didi Kempot banting setir menjadi pengusaha atau lainnya, mungkin tahun 2019 bukan sebuah cerita dari sang maestro yang mendapat julukan The Godfather of Broken Heart.
Sayang perandaian itu tidak terjadi. Didi Kempot tetaplah Didi Kempot, seorang penyanyi dan juga pencipta lagu. Konsistennya tidak bisa ditukar apapun dan harga yang harus dibayar pun sangat mahal.
Saya mengakui sendiri, menjaga konsisten itu perih-perih sedap. Harus banyak merelakan dan terus berpacu pada tujuan yang dibuat dari visi dan misi.
Keberhasilan dari konsisten pun belum tentu terbayarkan saat itu, lain waktu, esok atau lainnya. Butuh banyak waktu untuk menggapainya. Bila tidak kuat, dunia terasa tidak adil. Sikap menderita dan akhirnya menyerah adalah efek dari konsisten bila tidak mampu menahannya.
...
Saya tidak ingin berhenti menulis. Saya ingin terus berkarya dan berupaya. Namun karena Corona, tujuan jangka panjang yang sudah dibuat, mendadak dipangkas lebih cepat.
Saya harus jujur pada diri sendiri. Dihadapan saya, realita hidup menunggu saya. Tak punya uang, tak bisa makan. Tak punya uang, tak bisa berkarya. Karena butuh kuota.
Semoga ini adalah bagian dari ujian yang tentunya akan berakhir.
Komentar
Posting Komentar