Catatan

Pria Tidak Berdaya

Gambar
Selamat bertambah usia untukku. Di tengah perayaan sederhana yang kuhidupkan lewat tulisan ini, aku memilih tema “Pria Tidak Berdaya” sebagai cermin perjalananku. Bukan untuk meratapi nasib, tapi untuk memeluk kejujuran—tentang diriku, tentang hidup, dan tentang harapan yang masih kugenggam erat meski kadang terasa rapuh. Dalam bahasa Indonesia, “berdaya” berarti punya kekuatan, kemampuan, atau kemauan untuk menghadapi hidup—entah itu menyelesaikan masalah, mengejar mimpi, atau sekadar bangun dari tempat tidur dengan semangat.  Tapi di usia ini, aku merasa berada di sisi sebaliknya: tidak berdaya. Bukan karena aku menyerah, tapi karena hidup terasa seperti permainan yang aturannya terus berubah, dan aku sering kehabisan napas untuk mengejar. Hampa di Tengah Keramaian Di usia 39, aku melihat banyak pria seusia ku hidup dalam ritme yang sepertinya lebih “hidup”. Mereka punya pekerjaan yang memberi kepastian—gaji bulanan yang datang tanpa drama, hanya perlu mengatur apa yang masuk ke ...

Hampir Saja


[Artikel 52#, kategori Pria Seksi] Saya memetik pelajaran hari ini dan mungkin sewaktu-waktu kembali terjadi. Sekeras apapun wanita, ia sebenarnya lemah. Terlihat garang, tapi sebenarnya ingin dilarang. Saya merasa bersalah hari ini.

Dewasa itu seperti memiliki 2 sisi. Apalagi berhadapan dengan generasi yang berbeda. Memaksakan hanya membuatnya patah dan siap-siap ditinggal pergi. Meski sebenarnya dewasa itu seharusnya lebih mengerti dan bersikap lebih lunak.

Hampir saja

Saya melepaskannya karena sempat berpikir kebahagiaan adalah tujuan akhir. Mau dipaksain sekeras apapun, bakal sulit ke depannya. Namun mendadak pikiran masa lalu datang. Apakah kejadian itu terulang kembali. Hanya bermodal kata-kata di perpesan online, ia pergi tanpa bersalah dan hanya membawa amarah.

Tidak-tidak. Ini tidak boleh terjadi lagi. Saya nggak boleh kalah kembali oleh masa lalu. Saya harus terus berupaya untuk menggagalkan perasaannya yang menguasai logika.

Untunglah saya menggagalkan rencananya. Benar-benar olahraga jantung kali ini. Perasaan yang sudah nyaman ini harus tetap terjaga hingga ia kembali. 

Kali ini harus lebih baik

Perjalanan ini baru saja dimulai. Tidak mungkin harus sudah mengucapkan selamat tinggal. Wanita kali ini memiliki pesonanya sendiri. Lebih menyenangkan dan menggoda tapi terkadang butuh sandaran untuk menjadi terang benderang.

Saya ingin menjadi tiang, tempat ia bersandar sebelum ia pulang. Dan saya sadar, sebagai tiang haruslah kokoh dan kuat. Bagaimana bisa membuatnya terbang tinggi ketika tiangnya mudah patah tak bertuan. Ya, saya harap melihatnya terus bersemangat. Penuh keceriaan dan tangan yang hangat.

Maafkan saya yang masih belum kuat.

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pria Tidak Berdaya