Catatan

Pria Tidak Berdaya

Gambar
Selamat bertambah usia untukku. Di tengah perayaan sederhana yang kuhidupkan lewat tulisan ini, aku memilih tema “Pria Tidak Berdaya” sebagai cermin perjalananku. Bukan untuk meratapi nasib, tapi untuk memeluk kejujuran—tentang diriku, tentang hidup, dan tentang harapan yang masih kugenggam erat meski kadang terasa rapuh. Dalam bahasa Indonesia, “berdaya” berarti punya kekuatan, kemampuan, atau kemauan untuk menghadapi hidup—entah itu menyelesaikan masalah, mengejar mimpi, atau sekadar bangun dari tempat tidur dengan semangat.  Tapi di usia ini, aku merasa berada di sisi sebaliknya: tidak berdaya. Bukan karena aku menyerah, tapi karena hidup terasa seperti permainan yang aturannya terus berubah, dan aku sering kehabisan napas untuk mengejar. Hampa di Tengah Keramaian Di usia 39, aku melihat banyak pria seusia ku hidup dalam ritme yang sepertinya lebih “hidup”. Mereka punya pekerjaan yang memberi kepastian—gaji bulanan yang datang tanpa drama, hanya perlu mengatur apa yang masuk ke ...

Hari yang Buruk


[Artikel 10#, kategori keluarga] Saya tidak menyangka, baru berjalan satu langkah, sudah terkena masalah. Saya akan mengingat ini selalu bahwa menjalani hidup tidak ada yang mudah. Bahkan hanya hitungan jam dari kebahagiaan.

Satu hari setelah menyapa April dengan membawa banyak harapan yang terasa gundah gulana, saya dipertemukan persoalan yang membuat saya begitu menyedihkan. Baik sebagai kakak, maupun sebagai kekasih.

Harus menjadi kuat

Keadaan yang sudah menggrogoti seseorang, lalu dengan mengharapkannya dapat berubah adalah kesia-siaan belaka. Apa yang dikatakan sebelumnya seperti omong kosong. Kenyataannya, berubah sangatlah susah.

Kabar itu datang. Sambil membawa pikiran yang awalnya sudah tenang, mendadak menjadi dangkal. Marah, kesel, dan pada akhirnya menyumpah pada diri sendiri.

Andai saya lebih kuat menjadi manusia, mungkin keadaanya tidak begini. Kuat dari sisi finasial, kuat sebagai seseorang dan kuat bagi mereka yang merasa terasing di dalam keluarga.

*Melepas nafas

Belum reda

Saat ingin menunjukkan baik-baik saja, tanpa diketahui bahwa saya sangat sedih, Dia malah juga datang dengan kedustaan. Pikiran yang awalnya biasa, mendadak ikut tersiksa.

Entah apa yang salah hari itu. Ini adalah hari yang buruk. Apakah ini nasib dari mereka yang berbuat dosa di masa lalu? Atau memang saya saja yang sial karena melakukan banyak kesalahan.

Hati saya sangat panas. Kepala saya mau pecah. Namun tanpa sadar saya menitikkan air mata. Malam ini terasa begitu panjang. Saya ingin menjadi kuat, perasaan saya sambil menggenggam batin.

Dua masalah datang bersamaan. Untuk mereka yang dapat bertahan, saya acungi jempol. Saya begitu gagal menjadi diri sendiri saat ini. Padahal masih banyak masalah di masa depan yang akan dihadapi.

Bagaimana bisa saya menyongsong masa depan bila ternyata saya lemah keadaannya?

*Menghela nafas.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pria Tidak Berdaya