Catatan

Pria (Tidak) Berharga

Gambar
Saya melihat teman lama yang perutnya membuncit sedang menggendong anaknya. Terlihat senyumnya yang lepas seakan mengatakan bahwa dialah yang paling bahagia di dunia ini. Sebuah pesan kepada para lelaki bahwa ia sudah tiba digaris akhir seorang pria sukses. Lalu, kapan kamu? Entahlah, saya juga bingung mengapa saya berjalan tidak pada semestinya seperti para pria lainnya yang kerap kali membagikan momen-momen bahagianya dengan pasangan dan anak kesayangannya. Memiliki istri yang rupawan, apalagi setia, cakep tuh disebut keluarga kecil yang bahagia. Inilah kekurangan pada diri saya yang mengaku hebat dalam konsistensi, tapi sulit ekonomi. Pria (tidak) berharga Saya kembali memulai perjalanan baru sebagai pria yang kini menginjak usia 38 tahun. Apa yang akan terjadi sepanjang tahun, saya harap itu sangat berharga.  Di umur sekarang ini, saya percaya bahwa 'laki-laki sukses ada keluarga dibelakangnya yang hebat'. Saya merenung sesaat, andai saja saya bisa kembali mengulang waktu s

Menjadi Ayah yang Baik


[Artikel 7#, kategori keluarga] Laki-laki suatu hari nanti pasti akan jadi ayah. Tapi jadi ayah yang seperti apa? Tentu banyak sekali alasan-alasan mengapa menjadi ayah itu penting sekali dipikirkan dari sekarang, khususnya laki-laki yang masih belum berkeluarga atau masih menunggu kelahiran anak pertama mereka. Saya sendiri?

Saya ingin sekali menjadi ayah yang baik, begitu saat saya melihat suami adik sahabat saya yang begitu perhatian kepada anak pertamanya. Ia lebih banyak terlibat ketimbang ibunya soal mengurus anaknya, meski ada pengasuh anak khusus yang didatangkan untuk menjaga si anak agar lebih berkualitas.

Belajar dari bapak saya

Saya sangat menghormatinya sebagai laki-laki. Rasa kemarahan dan benci kepadanya memang akan selalu membekas. Tapi, saya tahu tidak mudah menjadi seorang ayah dan suami. Latar belakang pendidikan terkadang juga menjadi satu alasan mengapa generasi anaknya seharusnya menjadi lebih baik dari ayahnya. Begitu pula saya. Saya harus lebih baik dari beliau.

Saya ingin menjadi ayah yang baik dan menjadikan pelajaran berharga dari bapak saya. Bapak saya adalah pria yang selalu berusaha memenuhi keinginan anak-anaknya meski itu sulit dijangkau. Itu adalah hal yang bisa saya ingat dari bapak saya.

Tentu sebagai anak ketika keinginan terpenuhi, kami bahagia. Namun sebagai kepala keluarga dan ayah yang mendidik anak-anaknya, menurut saya memang banyak kekurangan dan saya ingin sekali memperbaiki ketika nanti suatu hari saya berada diposisinya kelak.

Menjadi ayah yang baik

Saya ingin sekali menjadi ayah yang baik dan bertanggung jawab. Mengurusin anak tidak sekedar memberi kebutuhan dan keinginannya semata, tapi juga mendidiknya ke jalan yang benar. Terutama memberi perhatian dan kasih sayang.

Saya ingin lebih banyak berkata jujur seperti apa ayahnya kepada anak saya kelak. Agar anak saya nanti bisa memiliki sifat sederhana dan tidak sombong kepada yang lain karena sudah ditanamkan kejujuran lebih baik ketimbang kebohongan.

Disaat menyelam sambil minum air, saya yang pasti sibuk mengurusin istri tidak akan pernah meninggalkan anak saya hingga bisa menjadi pria sesungguhnya. Terkadang saya juga belajar dari ayah-ayah lain saat anaknya bertumbuh dewasa, ia diberi pendidikan yang lebih baik namun berada jauh dari rumah orang tuanya.

Saat itu, sudah dipastikan bahwa si anak akan lebih banyak terlibat dengan dunia baru yang bisa saja berdampak negatif. Tidak ada perlindungan disaat dibutuhkan, teman bermain, teman curhat dan teman sebagai sahabat. Saya tidak ingin seperti ini.

Saya juga ingin menyampaikan keinginan saya kelak tentang cita-cita saya yang belum tersampaikan sebagai pemain sepakbola bila anak saya laki-laki. Namun bila perempuan tentu saya tidak akan membawanya ke sana.

Sepertinya saya sudah berjalan bertahun-tahun melihat anak saya bertumbuh. Tapi itu menyenangkan juga. Pikiran saya sudah memastikan sesuatu yang belum tentu pasti. 

Menjadi ayah yang baik tentu tidak mudah dijalani, namun saya akan berusaha mencobanya. Bila gagal, saya akan membaca postingan ini kembali dan mengingat alasan saya mengapa harus menjadi ayah yang baik.

Bagi saya yang sekarang masih menjadi anak dari bapak saya, saya benar-benar jauh dari orang tua. Saya belajar berdiri sendiri dan berusaha tidak merepotkan mereka karena saya mengerti semua kondisi tentang mereka. 

Kadang saat berjalan sendiri, saya sudah terlampau jauh meninggalkan. Yang saya bawa hanya kenangan masa kecil yang mudah diingat, dari yang positif hingga negatif. Semoga anak saya kelak tidak seperti saya ini.

Gambar : wowamazing.com

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berkenalan dengan Istilah Cinephile

[Review] One Day, Film Korea Tentang Pertemuan Pria dengan Wanita Koma yang Menjadi Roh