[Artikel 28#, kategori Catatan] Saya benar-benar kehilangan gairah. Mungkin sudah waktunya saya memikirkan diri sendiri, keluarga dan masa depan. Kemajuan teknologi ternyata berpengaruh dengan kehidupan saya. Apakah ini rasanya menjadi tua? Pria yang dulu begitu semangat mengutarakan harapan kepada banyak orang yang belum tertata.
Hari ini adalah hari Pilkada serentak di Indonesia. Semarang cuacanya sangat cerah hingga tulisan ini saya buat. Sepertinya memang direstui untuk berjalan lancar. Entah malamnya, tapi saya biasanya sudah tertidur pulas, jadi tak akan begitu mikir apa yang terjadi selanjutnya.
Sore hujan ternyata
Kehilangan gairah
Saya sudah bicara dengan orang-orang yang masih setia sama saya mendengar keluh kesah tentang mimpi-mimpi basah saya. Jangan dipikir ngeres, itu hanya ilustrasi biar kerasa puitisnya.
Mereka mengatakan setuju semua bahwa saya sudah harus berhenti memikirkan orang lain. Umur yang sebentar lagi mendekati angka 31 rasanya serba sensitif. Kadang dalam hati bertanya, mengapa orang-orang itu tidak memiliki gairah seperti saya waktu 4-5 tahun lalu.
Apakah ini karena perubahan dan perkembangan teknologi yang membuat semuanya serba mudah dan cepat? Atau semua sudah masuk dalam lingkungan yang berbeda, tidak seperti dulu yang katanya ini dan itu.
Mereka punya semangat tapi tak punya gairah. Ibarat makan kekenyangan dan ingin muntah. Hari ini teriak, besok sudah diam tak berbakat. Besok bersinar, hari ini terdampar. Mudah memang mengatakan tapi sulit menyatakan. Konsisten itu sulit, plus ditambah alasan yang super terbaik.
Pahlawan kesiangan
Saya bukannya lelah dan berhenti berharap. Tapi ada sisi lain yang terus bergerak, menagih dan meminta tentang siapa diri saya sekarang. Apakah pekerjaan yang dilakukan itu bisa memakmurkan atau hanya sebagai penyambung hidup, seperti puasa senin dan kamis.
Bila pekerjaan yang saya lakukan dikatakan membanggakan dan bermanfaat, saya pasti akan mengatakan itu biasa saja. Banyak yang lebih hebat dari saya. Saya tidak ingin dilihat sombong hanya dengan secuil yang sudah dilakuin.
Saya ingin berhenti menjadi pahlawan kesiangan. Mereka tak perlu lagi dibangga-banggakan, tak perlu dielu-elukan dan tak perlu dikenalkan. Mereka malah dengan sendirinya memutarbalikkan bahwa saya yang seharusnya dikatakan seperti itu. Ya, realita.
Sama seperti kota tempat saya tinggalin sekarang. Rasanya seperti nonton film diwaktu kecil dulu yang menggambarkan dunia modern dengan teknologi yang super canggih. Semua cepat berlalu dan pada akhirnya saya hanya jadi benalu.
Mungkin saya harus memaknai arti pahlawan itu sendiri. Atau memaknai pahlawan kesiangan yang terlalu terburu-buru ingin dikenal atau sembunyi biar tak terkenal. Saya ingin berhenti.
...
Beberapa hari kedepan, saya ingin keluar dari pusaran orang-orang yang punya semangat tinggi tapi tak punya gairah lagi. Mereka sudah dewasa dan pandai berkata-kata.
Mereka sudah ada tempat untuk bernaung dari rasa kebosanan atau kurangnya kata-kata. Mereka punya benang sendiri yang tak perlu dirajut tapi selalu terajut.
Saya? Ingin fokus pada diri sendiri dan masa depan saya saja. Berhenti bicara dibelakang saya atau mencari saya. Saya tetap ada di mana-mana dan akan terus berkarya.
Komentar
Posting Komentar