Catatan

Pria Tidak Berdaya

Gambar
Selamat bertambah usia untukku. Di tengah perayaan sederhana yang kuhidupkan lewat tulisan ini, aku memilih tema “Pria Tidak Berdaya” sebagai cermin perjalananku. Bukan untuk meratapi nasib, tapi untuk memeluk kejujuran—tentang diriku, tentang hidup, dan tentang harapan yang masih kugenggam erat meski kadang terasa rapuh. Dalam bahasa Indonesia, “berdaya” berarti punya kekuatan, kemampuan, atau kemauan untuk menghadapi hidup—entah itu menyelesaikan masalah, mengejar mimpi, atau sekadar bangun dari tempat tidur dengan semangat.  Tapi di usia ini, aku merasa berada di sisi sebaliknya: tidak berdaya. Bukan karena aku menyerah, tapi karena hidup terasa seperti permainan yang aturannya terus berubah, dan aku sering kehabisan napas untuk mengejar. Hampa di Tengah Keramaian Di usia 39, aku melihat banyak pria seusia ku hidup dalam ritme yang sepertinya lebih “hidup”. Mereka punya pekerjaan yang memberi kepastian—gaji bulanan yang datang tanpa drama, hanya perlu mengatur apa yang masuk ke ...

Susahnya Jaga Komitmen 6 Bulan


[Artikel 41#, kategori Cinta] Kekonyolan semalam tanpa sadar berimbas jadi sebuah keputusan. Maksud hati melarang, malah seolah merasa terbuang. Hanya tinggal 1 bulan lebih, makin ke sini, rasanya semakin susah.

Malam hari dia setelah beberapa jam tak ada kabar saat pamit tidur cepat, ia sedang pergi bersama teman, dia akhirnya mengirimkan pesan balasan.

Saya yang selalu khawatir ketika ia masih berada di luar, apalagi di negeri seberang, terbangun karena notif berbunyi dan bergetar di bawah bantal.

Jawaban yang ditunggu 'sudah pulang' malah ucapan 'ingin selingkuh'. Sontak membuat saya berpikir ia sedang bercanda dan menggoda saya. Kepala saya yang pening karena baru 2 jam tidur, langsung membalas juga dengan sedikit bercanda 'putusin dulu'.

Saya masih dalam mode bercanda. Seketika ia membalas dengan 'ayo putus' dan kami menyepakati.

Kekonyolan yang berakhir kebodohan

Saya meninggalkan percakapan dengan pikiran dia hanya bercanda. Waktu itu benar-benar mengantuk dan tanpa sadar itu jadi awal bencana.

Bangun seperti biasa, dan mengirimkan pesan seakan percakapan sebelumnya tidak terjadi. Saya pikir itu emang bercanda.

Eh dia online, apakah hari ini ia masuk pagi?
Saya menelponnya, tapi tidak diangkat. Padahal ia sedang online.

Ah biarlah, mungkin ia sedang sibuk pikir saya.
'Semalam pulang jam berapa?'
'Jam 11 malam,' balasnya.

Aman masih karena ia membalas.

Namun mendadak berubah drastis ketika ia mengatakan bahwa kita bukannya sudah selesai alias putus?

Dubrakkkk!!

Hari itu seperti bencana kebodohan yang tidak saya mengerti. Bagaimana bisa ia mendadak mengatakan hubungan kami berakhir hanya dengan sebuah kekonyolan yang dibuat.

Andai ia tidak mengatakan ingin selingkuh, saya juga tak akan menanggapi hal itu. Apalagi berpikir sebelumnya kami menghabiskan seharian penuh dengan menelpon.

Tidak mudah

Berulang kali saya berpikir secara logika, apakah 5 bulan bertahan hanya berakhir dengan kekonyolan yang kami lakukan.

Saya selalu bertahan. Menuruti kemauannya dan mendengarkan apa maunya. Saya selalu mengatakan bahwa saya konsisten bertahan 6 bulan menunggunya pulang ke Semarang.

Kali ini konsisten saya kembali digoyang. Apakah saya kuat bertahan atau melepaskan dengan alasan kekonyolan.

Saya ingin memilih bertahan saat ini. Entah bagaimana pun caranya. Saya tidak selingkuh, bermain dengan wanita lain atau tidak patuh padanya.

Mengapa saya harus mundur? Bila ia tidak mencintai saya, biarkan saya melakukannya.

...

Kami sudah sering berbicara tentang 6 bulan. Apa yang kami lakukan, bagaimana nanti saat bertemu kembali dan menjaga hubungan ini tetap utuh.

Kekonyolan hari ini biarlah jadi bagian penting perjalanan hubungan kami. Saya tahu akan terus menderita dan sedih memikirkannya.

Semoga cerita ini akan indah pada waktunya. 
*6/7/2020.

Artikel terkait :

Komentar

  1. Maaf, tapi saya tertawa baca ini.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Haha begitulah. Wanita memang sulit dimengerti

      Hapus
    2. Mungkin sebaiknya, nggak terlalu berharap ke perempuan. Terutama yang gampang bilang udahan. Saya tertawa karena baru tahu ada yang bisa semudah itu mengakhiri hubungan, semudah ingin selingkuh.

      Hapus
    3. Masa mau berharap sama laki-laki. Haha..bercanda.

      Kadang pria suka begitu, karena cinta membuat mereka lupa siapa mereka. Selalu ada di dunia ini yang membuat akhirnya kita bilang oh ada ya.

      Dan hari ini, aku yang merasakannya.

      Terima kasih sudah membalas

      Hapus
    4. Maksud saya manusia, karena melambungkan harapan terlalu tinggi waktu dia nggak bisa mencapai itu, kita yang merasa nggak berdaya.
      Saya juga nggak pernah sadar diri kalau jatuh cinta. Tapi saya suka cerita-cerita mas, menarik untuk disimak.

      Menulis terus ya mas

      Hapus
    5. Oh begitu.

      Terkadang saya juga merasa bersalah karena memanjakan pasangan yang bertujuan memberikan rasa nyaman. Dan seperti bumerang, dia terbiasa melakukan apa yang tidak pernah dilakukan saat berkenalan, tapi setelah agak lama, itu jadi kebiasaan buruk.

      Semua manusia juga melakukan hal sama.

      Terima kasih, senang mendengarnya.

      Siap, semoga terus diberi kesehatan.

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pria Tidak Berdaya