Catatan

Pria Tidak Berdaya

Gambar
Selamat bertambah usia untukku. Di tengah perayaan sederhana yang kuhidupkan lewat tulisan ini, aku memilih tema “Pria Tidak Berdaya” sebagai cermin perjalananku. Bukan untuk meratapi nasib, tapi untuk memeluk kejujuran—tentang diriku, tentang hidup, dan tentang harapan yang masih kugenggam erat meski kadang terasa rapuh. Dalam bahasa Indonesia, “berdaya” berarti punya kekuatan, kemampuan, atau kemauan untuk menghadapi hidup—entah itu menyelesaikan masalah, mengejar mimpi, atau sekadar bangun dari tempat tidur dengan semangat.  Tapi di usia ini, aku merasa berada di sisi sebaliknya: tidak berdaya. Bukan karena aku menyerah, tapi karena hidup terasa seperti permainan yang aturannya terus berubah, dan aku sering kehabisan napas untuk mengejar. Hampa di Tengah Keramaian Di usia 39, aku melihat banyak pria seusia ku hidup dalam ritme yang sepertinya lebih “hidup”. Mereka punya pekerjaan yang memberi kepastian—gaji bulanan yang datang tanpa drama, hanya perlu mengatur apa yang masuk ke ...

Kembali Futsal Hari Senin Sore

[Artikel 141#, kategori futsal] Niatnya mengurangi bermain karena dirasa berat kalau seminggu sampai 3 kali main. Eh kemarin akhirnya malah kembali bermain. Menyenangkan sih, meski harap-harap cemas juga.

Bulan Mei ini benar-benar beruntung. Main futsal aja kudu dibayarin sama orang-orang. Termasuk hari Senin sore kemarin (20/5). Saya menyerah ketika beliau kembali mengajak bermain setelah Senin sebelumnya saya menolaknya.

10 ribu

Saya tahu bayar iurannya hanya 10 ribu, tapi saya benar-benar nggak punya uang segitu. Apalagi bulan ini tidak ada uang lebih yang biasanya diberi bulanan oleh pemilik rumah untuk bayar pengelauran semacam PDAM, kebersihan dan keamanan tempat tinggal.

Biasanya ada tuh sisa-sisa pembayaran bulanan meski tidak seberapa. Entah kenapa bulan ini tidak dibayar. Ah sudahlah.

Selalu menyenangkan

Tentu, saja. Kembali ke lapangan outdoor di sini adalah kesenangan. Berangkat dari rumah sebelum jam 4 sore dengan sepeda adalah kegembiraan juga. Semarang memang panas, tapi buat yang terbiasa, tentu tidak masalah.

Saat tiba, orang-orang masih tidak banyak. Wajah-wajah yang familiar karna saya sudah bermain beberapa bulan bersama mereka dari tahun lalu. 

Selama bermain di sini, saya jarang menjadi kiper. Kebenaran ada stok kiper di sini, jadi tidak perlu ada kiper dadakan seperti yang saya lakukan tiap hari Selasa atau Kamis.

...

Jika saya harus memilih untuk tidak bermain lagi atau bermain kembali, mungkin saya tidak ingin bermain lagi hari Senin. Saya bukan mengeluh jauh jarak atau waktunya tidak sempat.

Saya hanya ingin mengurangi resiko apabila cedera dan seminggu tiga kali rasanya sudah berat untuk tubuh saya sebenarnya. Tapi, demi beliau yang mengajak saya, apa boleh buat.

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pria Tidak Berdaya