Catatan

Pria (Tidak) Berharga

Gambar
Saya melihat teman lama yang perutnya membuncit sedang menggendong anaknya. Terlihat senyumnya yang lepas seakan mengatakan bahwa dialah yang paling bahagia di dunia ini. Sebuah pesan kepada para lelaki bahwa ia sudah tiba digaris akhir seorang pria sukses. Lalu, kapan kamu? Entahlah, saya juga bingung mengapa saya berjalan tidak pada semestinya seperti para pria lainnya yang kerap kali membagikan momen-momen bahagianya dengan pasangan dan anak kesayangannya. Memiliki istri yang rupawan, apalagi setia, cakep tuh disebut keluarga kecil yang bahagia. Inilah kekurangan pada diri saya yang mengaku hebat dalam konsistensi, tapi sulit ekonomi. Pria (tidak) berharga Saya kembali memulai perjalanan baru sebagai pria yang kini menginjak usia 38 tahun. Apa yang akan terjadi sepanjang tahun, saya harap itu sangat berharga.  Di umur sekarang ini, saya percaya bahwa 'laki-laki sukses ada keluarga dibelakangnya yang hebat'. Saya merenung sesaat, andai saja saya bisa kembali mengulang waktu s

Umur 30-an, Suara Dering Telepon Terdengar Horor

[Artikel 8#, kategori 37 tahun] Nggak pernah kebayang di umur sekarang tiap mendegar dering telepon, khususnya malam hari, terasa menakutkan. Padahal dulu nggak begini. Apalagi bila sedang jatuh cinta. Sebuah siklus yang tentu ada sebab akibatnya. Apakah kamu juga merasakan hal yang sama?

Dalam 2-3 tahun terakhir, dering hape saya yang biasanya senyap mendadak berat untuk diangkat. Jika urusannya dengan pasangan sih, itu jadi kabar baik. Namun bila urusannya sama keluarga yang mendadak nelpon??

Berita duka

Saya jadi trauma sekarang. Penyebabnya dering telepon yang terdengar tersebut memberi kabar duka. Apakah lagi semenjak Almarhumah Ibu saya meninggal. Saya masih ingat betul bagaimana saya yang terlelap tidur mendadak dikagetkan kabar beliau.

Sebelum meninggal 2 tahun lalu, saya dikabarin jika beliau masuk rumah sakit. Padahal tak ada angin, maksudnya dikabarin sakit, kok tiba-tiba sudah masuk rumah sakit. Jika sudah masuk sana, tentu itu adalah kabar buruk.

Sekarang kekhawatiran tersebut tidak mudah hilang. Apalagi masih ada Bapak dan 2 adek yang bermasalah. Untuk si bapak, kesehatannya paling penting. Semoga saja, beliau panjang umur.

Sedangkan adek-adek saya, entahlah. Saya bingung dengan keluarga ini. Sudah tahu kami miskin, kenapa berulah coba. Andai saja saya bisa mengulang waktu, saya ingin mengubah nasib keluarga ini.

Suara dering yang horor

Di umur 30-an, pikiran seseorang memang lebih terasa mendalam. Apalagi sedang menghadapi sesuatu yang dianggap beban. Itu terasa sekali ketimbang saat berumur 20-an yang seakan begitu ringan.

Apakah karena informasi yang dibawa dibalik suara dering yang berunyi? Atau memang sudah fasenya menganggap itu adalah masalah. Hal-hal sederhana seakan terasa beban jika memasuki usia 30-an.

Saya pikir sudah berjuang dengan keras. Berusaha menjalani hidup lebih tenang dan konsisten demi masa depan yang cerah.

Namun saya lupa jika perjalanan yang saya jalani masih ada orang-orang di belakang. Seakan memanjat gunung tertinggi, lalu dikabarin disuruh pulang. Lalu, diberi pilihan. Tetap berjuang atau turun dan pulang. Keluarga menanti dan itu sedang sekarat.

Masalahnya sebentar lagi sampai puncak dan jika kembali, maksudnya pulang, biaya perjalanannya sudah dihabiskan menuju puncak tersebut. Alias ingin pulang tapi nggak punya uang juga. Dilema kan!??

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berkenalan dengan Istilah Cinephile

[Review] One Day, Film Korea Tentang Pertemuan Pria dengan Wanita Koma yang Menjadi Roh