Catatan

Pria Tidak Berdaya

Gambar
Selamat bertambah usia untukku. Di tengah perayaan sederhana yang kuhidupkan lewat tulisan ini, aku memilih tema “Pria Tidak Berdaya” sebagai cermin perjalananku. Bukan untuk meratapi nasib, tapi untuk memeluk kejujuran—tentang diriku, tentang hidup, dan tentang harapan yang masih kugenggam erat meski kadang terasa rapuh. Dalam bahasa Indonesia, “berdaya” berarti punya kekuatan, kemampuan, atau kemauan untuk menghadapi hidup—entah itu menyelesaikan masalah, mengejar mimpi, atau sekadar bangun dari tempat tidur dengan semangat.  Tapi di usia ini, aku merasa berada di sisi sebaliknya: tidak berdaya. Bukan karena aku menyerah, tapi karena hidup terasa seperti permainan yang aturannya terus berubah, dan aku sering kehabisan napas untuk mengejar. Hampa di Tengah Keramaian Di usia 39, aku melihat banyak pria seusia ku hidup dalam ritme yang sepertinya lebih “hidup”. Mereka punya pekerjaan yang memberi kepastian—gaji bulanan yang datang tanpa drama, hanya perlu mengatur apa yang masuk ke ...

Bulu Kucing

[Artikel 25#, kategori kucing] Beberapa minggu belakangan, Si Winky senang berada di belakang rumah. Ia selalu menunggu saya di sana saat mau keluar rumah. Terkadang ia terlelap tidur di sana juga. Sesuatu yang membuat saya sangat senang sebagai pemilik kucing.

Semenjak kucing ini dipelihara tetangga, saya jarang melihatnya betah di rumah. Si Winky memang suka nemenin saya sedang menyapu di halaman luar rumah, tapi ia akan kembali ke rumah tetangga yang memeliharanya.

Nah, semenjak saya memberinya minum susu, ia rajin nungguin di belakang. Saya baru tahu pengaruh susu sangat disukainya sehingga ia rela tidak pulang ke rumah tetangga. Sampai pernah saya lihat si tetangga cari si Winky sampai ke rumah bagian belakang.

Bulu kucing

Sepertinya benar, ketika kamu sedang bahagia, selalu disertai perasaan tidak disukai. Winky yang tinggal di dekat pintu belakang mendadak jadi masalah oleh salah satu penghuni rumah.

Saya yang sedang di luar karena sedang bermain futsal, mendadak kesal. Hanya karena bulu masuk ke dalam rumah sisi belakang, dia chat agar saya jangan kasih makanan lagi di belakang.

Saya yang begitu lelah karena habis bermain mendadak kesal. Kucing itu posisinya di luar, bukan di dalam. Jika ada bulu yang ke dalam, tinggal sapu atau tutup pintunya.

Akhir-akhir ini, orang satu ini buat saya selalu dilema. Mau marah tapi dia yang punya rumah. Saya yang cuma numpang hanya bisa tahu diri.

Masalahnya ini cuma kucing, kenapa harus jadi masalah coba. Padahal pemilik rumah sangat suka dengan kucing. Herman saya.

...

Seolah dejavu, saya mengingat masa lalu saya awal-awal tinggal di Kota Semarang. Saat itu juga kehidupan saya tidak menyenangkan karna ulah salah satu penghuni rumah. Seolah ceritanya berulang.

Saya malas menanggapi chatnya pada akhirnya. Hal kecil ini jadi persoalan. Saya semakin tidak menyukainya semenjak ia membuang motor mio yang saya pertahankan.

Terkadang saya menengok ke belakang, dosa apa sebenarnya yang saya lakuin hingga harus dilema di era sekarang. Saya mau marah, tapi ditahan oleh keadaan.

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

[Review] One Day, Film Korea Tentang Pertemuan Pria dengan Wanita Koma yang Menjadi Roh

Mengenal Istilah Jam Kerja Hotel; Split atau Double Shift

Berkenalan dengan Istilah Cinephile