Catatan

Pria (Tidak) Berharga

Gambar
Saya melihat teman lama yang perutnya membuncit sedang menggendong anaknya. Terlihat senyumnya yang lepas seakan mengatakan bahwa dialah yang paling bahagia di dunia ini. Sebuah pesan kepada para lelaki bahwa ia sudah tiba digaris akhir seorang pria sukses. Lalu, kapan kamu? Entahlah, saya juga bingung mengapa saya berjalan tidak pada semestinya seperti para pria lainnya yang kerap kali membagikan momen-momen bahagianya dengan pasangan dan anak kesayangannya. Memiliki istri yang rupawan, apalagi setia, cakep tuh disebut keluarga kecil yang bahagia. Inilah kekurangan pada diri saya yang mengaku hebat dalam konsistensi, tapi sulit ekonomi. Pria (tidak) berharga Saya kembali memulai perjalanan baru sebagai pria yang kini menginjak usia 38 tahun. Apa yang akan terjadi sepanjang tahun, saya harap itu sangat berharga.  Di umur sekarang ini, saya percaya bahwa 'laki-laki sukses ada keluarga dibelakangnya yang hebat'. Saya merenung sesaat, andai saja saya bisa kembali mengulang waktu s

Mudah Menyerah

[Artikel 7#, kategori 37 tahun] Hampir 1 bulan ini saya intens berkomunikasi dengan seorang wanita lewat DM Instagram. Orangnya menyenangkan, mandiri dan pemberani. Kata terakhir yang akhirnya jadi alasan saya terus berusaha mendekatinya. Namun dalam perjalanannya, saya kembali menyerah.

Saya lupa diri saya adalah pria yang akan berusia 38 tahun dalam beberapa bulan ke depan. Saat ingin menulis ini, ternyata temanya hampir sama dengan artikel terakhir yang saya tulis di akhir tahun 2023.

Mudah menyerah

Saya sama seperti pria normal lainnya berharap memiliki pasangan. Entah itu lewat LDR atau dalam satu kota. Entah itu cantik atau biasa, setidaknya saya baru mengenalnya. Bukan orang yang saya kenal dekat dan tidak membuat saya khawatir.

Sayangnya hubungan yang baru terjalin seumur jagung ini terasa membosankan buat saya. Apakah dia cocok atau tidak saya melihatnya dari tiap komunikasi yang terjalin. 

Awal-awalnya memang menyenangkan. Dalam hati mengatakan 'akhirnya ada juga wanita yang berani duluan mengambil inisiatif'. Entah kenapa saya menyukai pendekatan seperti ini. Apakah karena saya sudah malas karena faktor usia?

Seiring waktu, komunikasinya mulai renggang. Saya harus memulai terlebih dahulu apabila ingin berkomunikasi dengannya. Beberapa kali melakukannya, saya tidak masalah. Namun makin ke sini, meski saya tahu ia sibuk bekerja, ini bukan yang saya inginkan.

Saya memutuskan menyerah dan membiarkan komunikasi kami terputus. Ia pun sama karena tidak saya hubungi maka tidak akan membalas atau berusaha mencari saya. Lupakan kalimat 'semakin mengenal kepribadian, maka akan semakin bucin'. 

Dia tidak salah atau kurang baik. Masalahnya ada pada diri saya yang mudah menyerah. Entah itu hubungan asmara atau pertemanan. Saya hanya ingin menikmati waktu saja. Berharap untuk dipedulikan, ternyata saya terus yang memulai.

Terima kasih sudah memberi warna dalam aktivitas dalam sebulan terakhir ini. Saya adalah pria yang tidak kompeten dan memang bukan prospek untuk masa depan. 

Ketimbang terus lanjut hanya untuk menemani kegabutan, mending kita saling menyibukkan diri saja masing-masing. Toh, itu tetap hidup.

Senang bisa berkenalan denganmu.

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berkenalan dengan Istilah Cinephile

[Review] One Day, Film Korea Tentang Pertemuan Pria dengan Wanita Koma yang Menjadi Roh