Catatan

Pria (Tidak) Berharga

Gambar
Saya melihat teman lama yang perutnya membuncit sedang menggendong anaknya. Terlihat senyumnya yang lepas seakan mengatakan bahwa dialah yang paling bahagia di dunia ini. Sebuah pesan kepada para lelaki bahwa ia sudah tiba digaris akhir seorang pria sukses. Lalu, kapan kamu? Entahlah, saya juga bingung mengapa saya berjalan tidak pada semestinya seperti para pria lainnya yang kerap kali membagikan momen-momen bahagianya dengan pasangan dan anak kesayangannya. Memiliki istri yang rupawan, apalagi setia, cakep tuh disebut keluarga kecil yang bahagia. Inilah kekurangan pada diri saya yang mengaku hebat dalam konsistensi, tapi sulit ekonomi. Pria (tidak) berharga Saya kembali memulai perjalanan baru sebagai pria yang kini menginjak usia 38 tahun. Apa yang akan terjadi sepanjang tahun, saya harap itu sangat berharga.  Di umur sekarang ini, saya percaya bahwa 'laki-laki sukses ada keluarga dibelakangnya yang hebat'. Saya merenung sesaat, andai saja saya bisa kembali mengulang waktu s

Mahalnya Sebuah Pertemuan

[Artikel 118#, kategori aktivitas] Dengan kondisi keuangan yang tak menentu dan harus membayar tagihan bulanan dari SeaBank Pinjam, saya sedikit sensitif apabila diajak bertemu. Meski saya tahu ada rejeki di sana. Entah itu akan jadi kerja sama ke depannya atau malah sebaliknya.

Beberapa hari kemarin saya sudah dibuat kesal karena acara yang saya ikuti, rejekinya tidak saya ambil. Memang itu adalah kesalahan saya karena tidak ikut kegiatannya sepenuhnya, namun rekan saya yang mengundang malah hilang tanpa kabar. 

Padahal saya berharap dia memberi jawaban atas apa yang saya tanyakan. Soalnya ke acara butuh uang transportasi. Saya bertanya kepadanya, tapi tak ada satu pun jawaban yang dibalasnya. 

Hingga kemudian hari ke-2, saya benar-benar tidak punya uang untuk pergi dan kondisi badan tidak memungkinkan jika bersepeda.

Ngajak bertemu

Saya senang dotsemarang direkomendasikan kepada orang lain yang tujuannya untuk kerja sama atau berbicara tentang hal yang bisa dikolaborasikan. Sayangnya, kapasitas saya sudah tidak seperti dulu untuk mengambilnya.

Namun, saya tetap melakukannya. Membuat janji ketemu yang disepakatin dan berharap dapat segelas kopi dari pertemuan tersebut.

Namanya ngajak ketemu, tentu harapannya saya ditraktir. Apalagi kondisi saya juga lagi miskin dan ke lokasi acara saja masih pakai sepeda. Eh, ternyata selesai pertemuan malah saya bayar kopi sendiri. Padahal sudah cari yang paling murah, tetap saja sangat berarti.

Memang tidak seberapa di mata sebagian orang yang berduit, tapi buat saya, segelas kopi yang saya bayar ini bisa buat beli beras 2 kg, di mana saya bisa makan selama 2 minggu.

Pengalaman itu mahal

Sebenarnya, jika keuangan saya baik-baik saja, ngeluarin uang untuk segelas kopi baik-baik saja. Namun karena dari acara sebelumnya juga harus ngeluarin uang dan sekarang ngeluarin uang lagi, saya jadi kesel sendiri.

Saya inginnya hemat, malah harus terus ngeluarin duit. Apalagi harus pakai 'Pay Later', di mana cicilan bulanan saya terus membengkak. Tidak ada uang kas di dompet atau saldo di tabungan. 

Saya benar-benar kesal untuk bulan ini. Memang sih, ada banyak ilmu yang saya dapatkan. Entah itu informasi maupun pengalaman seseorang yang dibagikan. Namun tetap saja, pengalaman itu mahal buat saya kali ini.

Sudah memberikan waktu, meliburkan diri dari aktivitas dotsemarang, dan juga harus bersusah payah untuk memberi kesempatan kepada orang lain. Saya sekarang memang egois, karna sadar betapa miskinnya saya apabila harus keluar rumah.

...

Entah apa maksud semua ini? Bertahan agar tidak jatuh, berhemat agar tidak kumat, dan eh, malah akhirnya terjerembat dalam kemiskinan yang luar biasa. Menyebalkan rasanya!

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berkenalan dengan Istilah Cinephile

[Review] One Day, Film Korea Tentang Pertemuan Pria dengan Wanita Koma yang Menjadi Roh