Catatan

Pria Tidak Berdaya

Gambar
Selamat bertambah usia untukku. Di tengah perayaan sederhana yang kuhidupkan lewat tulisan ini, aku memilih tema “Pria Tidak Berdaya” sebagai cermin perjalananku. Bukan untuk meratapi nasib, tapi untuk memeluk kejujuran—tentang diriku, tentang hidup, dan tentang harapan yang masih kugenggam erat meski kadang terasa rapuh. Dalam bahasa Indonesia, “berdaya” berarti punya kekuatan, kemampuan, atau kemauan untuk menghadapi hidup—entah itu menyelesaikan masalah, mengejar mimpi, atau sekadar bangun dari tempat tidur dengan semangat.  Tapi di usia ini, aku merasa berada di sisi sebaliknya: tidak berdaya. Bukan karena aku menyerah, tapi karena hidup terasa seperti permainan yang aturannya terus berubah, dan aku sering kehabisan napas untuk mengejar. Hampa di Tengah Keramaian Di usia 39, aku melihat banyak pria seusia ku hidup dalam ritme yang sepertinya lebih “hidup”. Mereka punya pekerjaan yang memberi kepastian—gaji bulanan yang datang tanpa drama, hanya perlu mengatur apa yang masuk ke ...

Mendadak Ke Malang

[Artikel 117#, kategori aktivitas] Meski bukan kali pertama ke Malang, perjalanan kali ini terasa lebih berarti. Saya berangkat bersama kerabat dan ini dilakukan malam-malam dengan berkendara. Pertama kalinya ke Malang melewati tol mengendarai kendaraan pribadi.

Jumat malam (14/6), perjalanan itu dimulai. Saya sudah cukup menabung jam tidur mengingat malam saya jarang beraktivitas dan selalu menjaga pola tidur. Jadi ini semacam tantangan.

Acara pernikahan

Pagi hari sebelum malamnya kami berangkat, saya diberitahu menemanin si kerabat pergi ke Malang. Ia dan istrinya akan pergi menghadiri acara di sana. Teman si kerabat ada yang menikah di Malang katanya.

Saya disuruh menemanin karena selain perjalanan dilakukan dengan kendaraan sendiri, jarak tempuhnya lebih panjang ketimbang pergi ke Jogja.

Dan alasan lainnya juga karena selang acara pernikahan, istri kerabat dan anaknya akan pulang ke Samarinda lewat penerbangan di Surabaya.

Istri kerabat pulang

Dulu, mungkin saya akan mikir-mikir jika diajak perjalanan jauh. Apalagi kali ini bakal lebih dari 3 jam (jarak tempuh ke Jogja biasanya). Namun saya belajar dari sebelum-sebelumnya, jika perjalanan akan selalu ada hikmah untuk ditulis pastinya.

Saya tahu akan menderita nantinya. Terutama bagi dotsemarang yang harus ditinggalkan. Memang saya tetap membawa pekerjaan (laptop) saya dalam perjalanan, namun saya tahu jika keluar bukan acara bloger, saya akan bertarung dengan waktu.

Momen iduladha sepertinya menjadi momentum sang istri pulang. Entah kenapa saya merasa lega, itu artinya rumah akan kosong. Kekhawatiran terhadap situasi rumah memang terus menghantui semenjak 2 tahun belakangan saat sang istri akhirnya memutuskan tinggal.

📷 Gambar di atas adalah momen saat sudah di Malang pada hari Sabtunya. Itu adalah angkot dengan fly over yang berada di jalan Ahmad Yani, Malang.

...

Terkahir ke Malang saat acara bloger. Jika tidak salah diundang oleh tuan rumah yang saat itu komunitas bloger masih menarik-menariknya. Namun saya sudah nyari di mana artikelnya, sepertinya sudah kehapus atau tertinggal di laman blogdetik.

Postingan di bawah tahun 2015 kebanyakan tidak terangkut ke blogspot. Yasudahlah, mari menikmati perjalanan kali ini (2024). Seberapa sibuk saya nanti dan apa saja oleh-oleh yang bisa saya bawa ke blog dotsemarang dari Malang ini?

Momen perjalanan kali ini juga berbarengan dengan pembukaan event EURO 2024. Jerman jadi tuan rumah dan membuka pertandingan Sabtu dini hari (15/6) saat kami sedang berada di jalan.

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pria Tidak Berdaya

Blog Personal Itu Tempat Curhat