Catatan

Pria (Tidak) Berharga

Gambar
Saya melihat teman lama yang perutnya membuncit sedang menggendong anaknya. Terlihat senyumnya yang lepas seakan mengatakan bahwa dialah yang paling bahagia di dunia ini. Sebuah pesan kepada para lelaki bahwa ia sudah tiba digaris akhir seorang pria sukses. Lalu, kapan kamu? Entahlah, saya juga bingung mengapa saya berjalan tidak pada semestinya seperti para pria lainnya yang kerap kali membagikan momen-momen bahagianya dengan pasangan dan anak kesayangannya. Memiliki istri yang rupawan, apalagi setia, cakep tuh disebut keluarga kecil yang bahagia. Inilah kekurangan pada diri saya yang mengaku hebat dalam konsistensi, tapi sulit ekonomi. Pria (tidak) berharga Saya kembali memulai perjalanan baru sebagai pria yang kini menginjak usia 38 tahun. Apa yang akan terjadi sepanjang tahun, saya harap itu sangat berharga.  Di umur sekarang ini, saya percaya bahwa 'laki-laki sukses ada keluarga dibelakangnya yang hebat'. Saya merenung sesaat, andai saja saya bisa kembali mengulang waktu s

Futsal Hari Selasa: Salah Pakai Sepatu

[Artikel 142#, kategori futsal] Saya pikir baik-baik saja memakai sepatu yang berbeda dari biasanya. Ternyata, alas kakinya berbeda di lantai lapangan yang menggunakan bahan karet. Ah, sial. Bukan saja gawang yang saya jaga banyak kebobolan, tapi juga perform yang buruk setelah beberapa bulan tampil sangat baik.

Saya tidak menyangka ini terjadi juga, Selasa malam kemarin (11/6). Pergantian sederhana karena sepatu biasanya sedang rusak, malah berujung penampilan yang konyol. Ya, sepatunya terasa sangat licin.

Sulit menangkap bola, salah antisipasi dan terjatuh sebelum menerjang. Itu adalah yang terjadi ketika sepatu yang saya kenakan tidak cocok dengan tekstur lapangan yang bukan rumput kali ini.

Bahkan, menepis bola yang seharusnya mudah, kesalahan 0,1 detik terasa parah. Alasannya? Kuda-kuda kaki yang seharusnya kuat mendadak terpeleset saat bola tendangan mengarah ke gawang. Seharusnya itu mudah saya tangkap, namun terpeleset.

Kiper cilik

Di tengah ketidakstabilan di lapangan, ada pemandanga berbeda kali ini. Rekan futsal yang turut bermain rupanya mengajak anak didiknya. Kebetulan rekan kami ini adalah guru olahraga dan yang ia bawa adalah anak SD yang berprofesi sebagai kiper.

Meski tim kami kebanyakan orang dewasa, sang kiper cilik ini tidak gentar. Penampilannya tidak buruk-buruk amat, apalagi menghadang tendangan-tendangan seniornya yang sangat-sangat kencang.

Bahkan, ukuran saya saja untuk menahan bola tendangan rekan saya sampai kena cedera. Saya benar-benar apes, tangan kanan saya cedera karena itu.

Syukurlah kiper cilik yang datang kali ini tidak ada yang cedera sama sekali. Sang guru membawanya karena memang Sekolah sedang libur, makanya diperbolehkan orang tuanya.

Saya harap si kiper kecil ini masa depannya cerah. Jika ia bisa terus main bersama kami, rasanya mentalnya akan terus teruji. Seorang pemain tidak sekedar butuh skill dan cara bermain yang baik, tapi juga mental.

Real Madrid adalah bukti bagaimana pemainnya memiliki mental kuat. Saya belajar dari mereka.

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berkenalan dengan Istilah Cinephile

[Review] One Day, Film Korea Tentang Pertemuan Pria dengan Wanita Koma yang Menjadi Roh