Catatan

Pria Tidak Berdaya

Gambar
Selamat bertambah usia untukku. Di tengah perayaan sederhana yang kuhidupkan lewat tulisan ini, aku memilih tema “Pria Tidak Berdaya” sebagai cermin perjalananku. Bukan untuk meratapi nasib, tapi untuk memeluk kejujuran—tentang diriku, tentang hidup, dan tentang harapan yang masih kugenggam erat meski kadang terasa rapuh. Dalam bahasa Indonesia, “berdaya” berarti punya kekuatan, kemampuan, atau kemauan untuk menghadapi hidup—entah itu menyelesaikan masalah, mengejar mimpi, atau sekadar bangun dari tempat tidur dengan semangat.  Tapi di usia ini, aku merasa berada di sisi sebaliknya: tidak berdaya. Bukan karena aku menyerah, tapi karena hidup terasa seperti permainan yang aturannya terus berubah, dan aku sering kehabisan napas untuk mengejar. Hampa di Tengah Keramaian Di usia 39, aku melihat banyak pria seusia ku hidup dalam ritme yang sepertinya lebih “hidup”. Mereka punya pekerjaan yang memberi kepastian—gaji bulanan yang datang tanpa drama, hanya perlu mengatur apa yang masuk ke ...

Pulang Ke Samarinda Lewat Surabaya

[Artikel 1#, kategori Surabaya] Saya lupa kapan terakhir pernah ke bandara Surabaya. Namun kenangan dengannya akan selalu teringat karena untuk pertama kalinya saya membawa pasangan saya bertemu orang tua. Ah, ini bukan kisah saya. Melainkan keluarga si bungsu yang pulang ke Kota Samarinda.

Setelah beberapa hari di Malang, kami memutuskan kembali pulang ke Kota Semarang. Namun sebelumnya, kami harus ke Surabaya dulu menuju Bandar Udara Internasional Juanda atau Juanda Airport.

Minggu dini hari (16/6), saya sudah standbye di Hotel Harris Malang. Si bungsu dan keluarga kecilnya memutuskan nginap di sini. Sedangkan saya nginap di tempat awal kami pertama tiba di Malang, Dei Kost.

Rencana tiba di bandara sebelum pukul 7 pagi. Sedangkan jarak Malang ke Surabaya ditempuh sekitar 1 jam 30 menit untuk waktu normal. Syukurlah waktu tidur saja sedikit nyenyak malamnya, sehingga nyetir dalam kondisi baik.

Pulang ke Kota Samarinda

Meski rencana utamanya adalah menghadiri nikahan kerabat si bungsu, saya baru ngeh jika istri si bungsu akan pulang ke Kota Samarinda usai acara di Malang. Ini kebetulan yang sepertinya sudah diperhitungkan.

Perkiraan sampai di bandara Surabaya sangat tepat dan bahkan terbilang cepat. Usai menurunkan si bungsu dan istri serta anaknya, saya menunggu di tempat parkir.

Saya pikir akan segera kembali ke Kota Semarang, ternyata jadwal pesawat sepertinya diundur. Saya diajak sarapan dulu karena waktunya masih panjang. Syukurlah, rejeki anak soleh.

Samarinda, kota tempat saya dibesarkan. Namun sudah tidak begitu saya rindukan. Entah kapan saya akan kembali ke sana. Malah Surabaya dekat dengan kota kelahiran orang tua saya, namun tidak ada waktu untuk pulang ke sana juga. Tujuan dan niatnya sudah beda.

Pulang ke Kota Semarang

Akhirnya perempuan hebat itu pulang ke Kota Samarinda bersama putri tercintanya. Meninggalkan sang suami, si bungsu, bersama saya pulang kembali ke Kota Semarang.

Jarak Surabaya dan Kota Semarang harus ditempuh sekitar 4 jam 4 menit. Tentu, jalan tol membuat semuanya terasa lurus-lurus saja.

Kopi kenangan menjadi teman dalam perjalanan. Bismillah, kami kembali. Dan saya suka keheningan di rumah yang kembali sepi nantinya.

...

Luar biasa beberapa hari terakhir ini dari hari Jumat (14 Juni) hingga Minggu (16 Juni). Meski saya hanya sebagai teman perjalanan karena jarak yang jauh, kemampuan mengendarai kendaraan dengan situasi seperti ini memang dibutuhkan.

Lelah, tentu saja. Bulan Juli, blog dotsemarang akan ada banyak oleh-oleh yang saya bawa dari perjalanan ini. Ditunggu saja di sana (dotsemarang).

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pria Tidak Berdaya

Blog Personal Itu Tempat Curhat