Catatan

Pria Tidak Berdaya

Gambar
Selamat bertambah usia untukku. Di tengah perayaan sederhana yang kuhidupkan lewat tulisan ini, aku memilih tema “Pria Tidak Berdaya” sebagai cermin perjalananku. Bukan untuk meratapi nasib, tapi untuk memeluk kejujuran—tentang diriku, tentang hidup, dan tentang harapan yang masih kugenggam erat meski kadang terasa rapuh. Dalam bahasa Indonesia, “berdaya” berarti punya kekuatan, kemampuan, atau kemauan untuk menghadapi hidup—entah itu menyelesaikan masalah, mengejar mimpi, atau sekadar bangun dari tempat tidur dengan semangat.  Tapi di usia ini, aku merasa berada di sisi sebaliknya: tidak berdaya. Bukan karena aku menyerah, tapi karena hidup terasa seperti permainan yang aturannya terus berubah, dan aku sering kehabisan napas untuk mengejar. Hampa di Tengah Keramaian Di usia 39, aku melihat banyak pria seusia ku hidup dalam ritme yang sepertinya lebih “hidup”. Mereka punya pekerjaan yang memberi kepastian—gaji bulanan yang datang tanpa drama, hanya perlu mengatur apa yang masuk ke ...

Kedatangan Sang Pembawa Rezeki: Nostalgia dan Harapan Baru

[Artikel 39#, kategori Amir] Lama tak ada kabar, tiba-tiba saja beliau satu ini mengabari bahwa ia akan datang dan menetap sebentar di Semarang. Entah apa yang membawanya kembali, namun diam-diam saya berharap kedatangannya ini membawa hoki atau keberuntungan dalam kisah hidup yang sedang saya jalani belakangan ini.

Kawan lama saya ini, salah satu sosok sukses yang dulu pernah menjadi bagian dari komunitas dotsemarang bersama-sama, memberitahu bahwa penempatan pekerjaannya kini berada di sekitaran Jawa Tengah. Kepindahannya ini lagi-lagi terjadi, setelah sebelumnya ia dan sang istri menjalani hiruk pikuk kehidupan di Jakarta.

Sejujurnya, saya malah baru tahu jika kemarin-kemarin ia sempat berada di Ibu Kota. Tapi sudahlah, itu bukan lagi urusan saya. Kisahnya dan kisah saya memang sudah berjalan di jalur yang jauh berbeda.

Berkah Rezeki yang Kontroversial

Jujur, awalnya saya sempat merasa enggan untuk menerimanya datang. Bukan tanpa alasan, dahulu saya sering merasa keberuntungan yang saya miliki seolah terserap olehnya. Ditambah kondisi rumah dan hidup saya yang sedang seret. Ia terlihat sebagai pria baik yang seolah memperoleh segalanya, sementara saya merasa tidak berkembang sama sekali.

Bayangkan saja, ia punya pekerjaan dengan gaji mumpuni, istri yang cantik, dan yang paling penting, ia sudah berhasil keluar dari Kota yang pernah membesarkan karakter kami saat mati-matian berusaha mempromosikan Semarang bersama-sama. Sementara saya? Masih di sini.

Membuka pintu untuknya terasa sulit. Namun, mengingat ikatan bertahun-tahun yang melekat, meskipun ada rasa nyinyir di hati karena keberuntungan yang ia ambil (begitu pemikiran saya), pada akhirnya saya tetap membukakan pintu rumah untuknya.

Tempat tinggal yang saya tempati saat ini pun tidak asing baginya. Dulu, ia selalu mengikuti kemana saya pergi, dan karakternya yang baik juga dikenal oleh pemilik rumah. Jadi, proses penerimaannya pun relatif mudah.

Saat saya pasrah dengan perasaan campur aduk, rupanya beliau ini benar-benar membawa banyak rezeki. Kedatangan perdananya langsung mentraktir saya makan. Sebuah menu yang saya anggap mewah, karena sudah lama sekali saya tidak menikmati hidangan daging ayam.

Beberapa hari semenjak ia tinggal, selalu saja ada hal yang ia berikan. Saya senang, bukan hanya karena nilai pemberiannya, tetapi karena karakternya sebagai orang baik dan dermawan benar-benar ia pertahankan. Dibandingkan dengan saya yang mungkin memilih cuek bebek saja, toh kami sama-sama sudah dewasa dan bisa mencari uang masing-masing.

Pilihan Hidup dan Perenungan

Pada akhirnya, ia hanya bertahan lebih dari seminggu. Penempatan pekerjaannya yang pasti akhirnya ia ketahui. Kabarnya masih di sekitar Kota Semarang, atau mungkin di Kabupaten Semarang.

Sebentar lagi ia pasti akan membawa istrinya untuk menemaninya. Tentu saja itu hal yang menyenangkan, bukan? Berangkat kerja dengan jarak yang tidak jauh, dan pulang sudah ada istri yang menyambut dengan hangat.

Kadang saya merasa iri sebagai seorang pria, apalagi hampir semua sahabat saya kini sudah menikah dan memiliki karir yang bagus. Tinggal saya yang masih single dan harus menerima konsekuensi dari pilihan dan perbuatan di masa lalu.

...

Terima kasih banyak atas rezeki yang berlimpah di bulan Oktober ini. Sepertinya Allah tahu betul bagaimana cara memanjakan saya yang sedang mengisahkan pada-Nya tentang kesulitan yang dialami.

Semoga rezeki yang datang berikutnya juga melimpah, apapun bentuknya. Saya doakan si beliau ini juga selalu sehat dan rezekinya terus berlimpah.

Sungguh senang bisa kembali bertemu.

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berkenalan dengan Istilah Cinephile

Mengenal Istilah Jam Kerja Hotel; Split atau Double Shift