[Artikel 17#, kategori cinta] Lama tak bercerita tentang cinta. Jangankan bicara cinta, untuk berkencan saja sangat sulit akhir - akhir ini. Yah, berkencan. Kata yang paling nyaman dikatakan saat mengajak seorang wanita duduk berdua di depan mata sambil bicara tentang kehidupan.
Saya ingin mundur ke belakang dengan latar suasana lampu remang - remang. Tenang, masih banyak orang disekitar dan tempatnya bukanlah sesuatu yang negatif seperti yang kamu pikirkan. Ini tempat sebenarnya sering saya lewati, letaknya berada di pusat kota. Dimana banyak orang-orang suka.
Waktu itu cuaca sangat cerah dan saya sudah bersama seorang wanita. Segelas kopi yang kami pesan dengan laptop di atas meja, kami sedang ngobrol ngalur ngidul. Impian saya berkencan dengan penyiar radio sepertinya terkabulkan. Semoga harapan tersebut tidak berakhir tragis seperti yang sudah - sudah.
Ia bukan wanita idola yang biasa ada di televisi saat iklan Shampoo dengan rambut hitam indah. Ia tertutup tapi bukan tipe yang menutup diri saat berbicara dengan orang yang sudah dikenal. Ia bisa mendominasi pembicaraan saat sedang bersemangat. Saya, hanya bisa pasang kuping meski ingin terlibat dalam pembicaraan.
Keras kepala mungkin tak layak untuk menggambarkan siapa dia. Saya lebih menyukai dia dengan sebutan pemberani. Tak banyak wanita pemberani yang saya temui 3 tahun terakhir. Apakah dia orang yang saya cari. Tidak - tidak masih terlalu dini bahwa ia jodoh yang sempurna.
Tubuhnya yang tinggi langsing membuat saya selalu menyukai kriteria ini. Meski kadang banyak pikiran pria bila mendapatkan pasangan wanita bertubuh seksi itu membanggakan. Tapi saya bersyukur hari itu bahwa ia teman bicara yang asyik.
Saking serunya, saya percaya dengannya dengan sangat besar. Ia boleh mendengar rahasia saya yang tidak semua orang bakal saya ceritakan bila tidak dekat. Itu akan jadi beban suatu hari nanti bila hubungan kami tidak semulus jalur mendarat pesawat. Tapi saya yakin, ia manusia yang baik dan mau menerima kekurangan saya.
Saya benar-benar jatuh cinta waktu itu. Dan sebelum kekurangan saya akan mengkoreksi diri saya seperti hubungan yang sudah - sudah tentang saya yang bakal pergi meninggalkan orang dekat, saya bicara kepadanya. Suatu hari, saat kita terjadi masalah, tolong pegang tangan saya kembali dan katakan bahwa kita baik - baik saja.
Saya jadi ingat bila tempat yang kami gunakan ini merupakan pilihannya. Ia sangat pandai dan saat diam, saya selalu bertanya tentang dirinya. Seperti apa kriteria pria yang akan menjadi teman hidupnya kelak hingga menemaninya hingga tua. Saya? Duduk di depannya saja sudah beruntung. Saya tidak ingin tenggelam dalam mimpi bodoh untuk membuatnya benar-benar jatuh ke dalam pelukan.
Kami bertukar aib, bukan-bukan. Maksud saya sama-sama curhat. Saat ia bicara, khas suara penyiar terdengar dari bibirnya yang tak pernah berhenti. Entah, apakah saya membuatnya nyaman. Yang pasti saya sangat nyaman bersamanya saat itu.
Saya masih bisa mengikuti irama tubuhnya saat berbicara. Mencuri pandang kedua matanya, dan sesekali membayangkan bibirnya yang selalu sewot akan sesuatu yang dianggapnya tidak penting. Saya yakin, ia pelindung pria yang baik saat dibutuhkan.
Tanpa sadar, waktu juga yang memberhentikan pertemuan itu. Apakah kita akan lanjut? Saya harap sebenarnya. Namun itu tidak terjadi. Kami kembali ke dunia masing-masing dan tenggelam dalam jari jemari sekedar kembali melepas rindu.
Waktu itu hubungan kami tidak sampai jauh resmi dikatakan pacaran. Sekedar berkencan dan sudah. Lebih baik dikatakan pertemanan, mengingat saya bukanlah pria romantis yang membuat wanita menangis.
...
Kembali ke masa sekarang dengan tempat yang sama saat kami duduk berdua sambil bercanda dengan waktu. Tidak banyak yang berubah dengan tempat ini. Masih sama namun dengan orang - orang yang berbeda. Saya tidak tahu siapa yang duduk di depan saya dan sebelah kiri saya yang juga sedang sendirian menikmati waktu.
Dia, masih sama dan baik - baik saja. Masih cantik seperti saat pertama kami berkencan. Tapi suasana sudah berubah. Saya bukan lagi pria yang percaya diri menaklukkan para wanita. Saat berada di dekatnya, perasaan saya bukan lagi rasa kagum dan menyukai. Lebih buruk, saya ingin pergi sejauh matanya tidak memandang saya.
Wanita baik dan cantik akan selalu bersama pria yang kriterianya sama. Prinsip saya menguburkan harapan tentang bagaimana saya harus mengulurkan tangan meminta bantuannya agar saya tidak tenggelam dalam ketidakberdayaan. Sungguh, ini bukan cerita drama Korea. Ini kisah nyata dan dimana si wanita seharusnya hidup bahagia.
Saya? Masih hidup dalam ketidaksempurnaan yang saya tulis untuk mengumpulkan tiap kepingan kebahagiaan yang sangat berantakan. Terima kasih untuk hari indahnya waktu itu.
Komentar
Posting Komentar