Catatan

Pria Tidak Berdaya

Gambar
Selamat bertambah usia untukku. Di tengah perayaan sederhana yang kuhidupkan lewat tulisan ini, aku memilih tema “Pria Tidak Berdaya” sebagai cermin perjalananku. Bukan untuk meratapi nasib, tapi untuk memeluk kejujuran—tentang diriku, tentang hidup, dan tentang harapan yang masih kugenggam erat meski kadang terasa rapuh. Dalam bahasa Indonesia, “berdaya” berarti punya kekuatan, kemampuan, atau kemauan untuk menghadapi hidup—entah itu menyelesaikan masalah, mengejar mimpi, atau sekadar bangun dari tempat tidur dengan semangat.  Tapi di usia ini, aku merasa berada di sisi sebaliknya: tidak berdaya. Bukan karena aku menyerah, tapi karena hidup terasa seperti permainan yang aturannya terus berubah, dan aku sering kehabisan napas untuk mengejar. Hampa di Tengah Keramaian Di usia 39, aku melihat banyak pria seusia ku hidup dalam ritme yang sepertinya lebih “hidup”. Mereka punya pekerjaan yang memberi kepastian—gaji bulanan yang datang tanpa drama, hanya perlu mengatur apa yang masuk ke ...

Saya Menyukai Rasa Cokelat Ini


[Artikel 14#, kategori Amir] Sudah dua minggu, tempat cokelat ini berada di meja dengan isinya yang telah kosong. Saya pikir pemiliknya mengeluarkannya dan tidak membuangnya karena lupa. Saya belajar dari sini tentang sesuatu yang berharga.

Postingan ini bakal sulit dinalar oleh kamu yang berpikir tentang rasa cokelat. Itu hanya sebuah gambaran saja tentang apa yang saya taruh di sini. 

Tulisan ini tentang bagaimana seseorang bisa lupa tentang apa yang sudah dilakukannya. Bahkan untuk menyingkirkannya saja itu sangat sulit. Berbagai kode coba saya katakan untuk dia agar segera menyingkirkan tempat cokelat yang keberadaannya hampir 2 minggu. Benar-benar tak beranjak dari meja yang ditaruh.

Andai saya, tentu akan saya taruh di tempat sampah karena isinya tidak ada. Yang terjadi tidak demikian. Kesadaran pemiliknya sangat rendah atau ia sengaja menaruh di sana agar orang terakhir yang menghabiskan cokelatnya merasa bersalah?

Mungkin saja. Semisal benar, maka bicara saja. Atau ini tidak, kenapa tetap dibiarkan. Saya ragu apakah pemilik tersebut memikirkan perasaan orang lain.

Dari tempat cokelat ini saya belajar untuk bersabar dan menahan emosi. Menunggu momen yang tepat untuk tanggap dengan apa yang dilihat. Bila terlalu lama, maka singkirkanlah. Toh, pemilik tak peduli. Menjadi baik terkadang tak perlu bicara bahwa kita adalah orang baik. Bertindak saja.


...

Cokelat dari tempat ini berbeda dengan cokelat kebanyakan yang sejenis. Entah apa isinya yang kalau dimakan langsung, semacam ada biji-biji yang mengganjal di lidah. 

Saya belajar dari rasa cuek pemilik yang membiarkan tempat cokelat ini berada lama di meja tersebut. Apakah ia tak peduli atau lupa? Dalam kehidupan, memikirkan hal-hal kecil itu sangat penting juga.

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pria Tidak Berdaya