Catatan

Pria Tidak Berdaya

Gambar
Selamat bertambah usia untukku. Di tengah perayaan sederhana yang kuhidupkan lewat tulisan ini, aku memilih tema “Pria Tidak Berdaya” sebagai cermin perjalananku. Bukan untuk meratapi nasib, tapi untuk memeluk kejujuran—tentang diriku, tentang hidup, dan tentang harapan yang masih kugenggam erat meski kadang terasa rapuh. Dalam bahasa Indonesia, “berdaya” berarti punya kekuatan, kemampuan, atau kemauan untuk menghadapi hidup—entah itu menyelesaikan masalah, mengejar mimpi, atau sekadar bangun dari tempat tidur dengan semangat.  Tapi di usia ini, aku merasa berada di sisi sebaliknya: tidak berdaya. Bukan karena aku menyerah, tapi karena hidup terasa seperti permainan yang aturannya terus berubah, dan aku sering kehabisan napas untuk mengejar. Hampa di Tengah Keramaian Di usia 39, aku melihat banyak pria seusia ku hidup dalam ritme yang sepertinya lebih “hidup”. Mereka punya pekerjaan yang memberi kepastian—gaji bulanan yang datang tanpa drama, hanya perlu mengatur apa yang masuk ke ...

Bagaimana Perasaan Orang yang Serba Salah ?


Marah, pengen banget. Tapi dampaknya, dikira jahat atau apalah. Ribet juga memikirkannya. Ini demi kebaikan atau demi apa? Orang yang punya perasaan ini apakah dia benar-benar menderita ketimbang orang yang dianggap serba salah tersebut?

Saya tak tahu harus bicara apa lagi dan ketika berhadapan dengan orang ini, saya malah berusaha hati-hati. Menyakiti perasaan orang nanti dosa, tersinggung atau malah dia lebih marah kemudian ketimbang saya.

Seharusnya, sebuah kekurangan atau kesalahan yang diingati tiap waktu dapat berubah jika ia manusia baik dan menghormati seseorang.

Tidak perlu diingatkan lagi untuk hal-hal kecil yang seharusnya tidak dilakukan. Botol minuman yang  kosong di dalam kulkas buat apa ditaruh di sana kembali bila kosong.

Pemikiran orang yang normal akan melakukan sesuatu di sana, seperti kembali mengisinya agar dapat diminum lagi atau setidaknya tidak dibiarkan kosong setelah ia habiskan.

Hal ini tidak sekali dua kali, dilakukan berulang kali. Dan ini bukan hanya ini saja. Hampir sebagian besar segala hal yang dilakukannya sama semua.

Orang yang berada disekitarnya, mau tak mau memberitahu. Jika itu orang baru kenal, wajar bila ia merasa orang melakukan kelalaian karena kebiasaan. 

Tapi tidak juga sebuah kebiasaan menjadi sesuatu yang baik. Apalagi dampaknya terjadi pada orang lain. Semisal ingin minum air dari dalam kulkas, tidak ada isinya karena kosong. Atau menjumpai dapur selalu berantakan.

Hey, saya juga manusia

Kekeliruan yang dilakukan berulang kali ini tidak wajar. Perasaan saya yang serba salah, dikira orang jahat dan sok benar, membuat saya begitu rendah dihadapan orang tersebut.

Saya juga manusia yang punya sifat marah dan jengkel ketika melihat kelakuan yang dilakukan berulang-ulang kali tetap sama. Itu salah. Mbok ya dipikir, saya begini bukan karena kamu tidak becus.

Saya begini karena peduli. Mana ada botol minuman yang sudah diminum dibiarkan kosong dan tetap ditaruh di dalam kulkas. Saya pas mau minum, kok jadi gak ada. 

...

Saya tahu bahwa marah, sok benar dan memperlakukan orang seolah sewena-wena itu nggak baik. Tapi kudu mengerti juga, bagaimana perasaan saya sebagai orang yang merasa serba salah.

Saya marah kalau apa yang kamu lakuin salah dan terus dilakukan berulang kali. Kamu itu bukan anak kecil yang perlu bimbingan atau murid yang harus dibantu oleh gurunya.

Apakah kamu mengerti!

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pria Tidak Berdaya