Catatan

Pria (Tidak) Berharga

Gambar
Saya melihat teman lama yang perutnya membuncit sedang menggendong anaknya. Terlihat senyumnya yang lepas seakan mengatakan bahwa dialah yang paling bahagia di dunia ini. Sebuah pesan kepada para lelaki bahwa ia sudah tiba digaris akhir seorang pria sukses. Lalu, kapan kamu? Entahlah, saya juga bingung mengapa saya berjalan tidak pada semestinya seperti para pria lainnya yang kerap kali membagikan momen-momen bahagianya dengan pasangan dan anak kesayangannya. Memiliki istri yang rupawan, apalagi setia, cakep tuh disebut keluarga kecil yang bahagia. Inilah kekurangan pada diri saya yang mengaku hebat dalam konsistensi, tapi sulit ekonomi. Pria (tidak) berharga Saya kembali memulai perjalanan baru sebagai pria yang kini menginjak usia 38 tahun. Apa yang akan terjadi sepanjang tahun, saya harap itu sangat berharga.  Di umur sekarang ini, saya percaya bahwa 'laki-laki sukses ada keluarga dibelakangnya yang hebat'. Saya merenung sesaat, andai saja saya bisa kembali mengulang waktu s

Hari Raya Idul Adha 1439H


[Artikel 7#, kategori lebaran] Idul Adha tahun ini sepertinya bakal beda dengan kehadiran Presiden yang pengumumannya sudah dilakukan sejak awal bulan Agustus. Saya sangat bersemangat dan berharap mendapatkan momen terbaik saat di Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT) sebagai tuan rumah kehadiran pak Jokowi nanti.

Harapan itu sirna rupanya. Datang sebelum jam 6 pagi setelah shalat subuh, rasanya sia-sia. Apalagi menunggu dengan duduk-duduk di tempat strategis yang berharap melihat rombongan iring-iringan Presiden melewati pintu gerbang utama MAJT.

Tak ada sirine, tak ada rombongan dan ini sudah waktunya memasuki waktu shalat ied yang kali ini diadakan sekitar jam 6.20 wib.

Dari dalam diri sebenarnya kecewa, tapi mau gimana lagi. Beliau tentu sibuk. Kehadiran pak Ganjar, Gubernur Jawa Tengah yang mengkonfirmasi bahwa Presiden tidak datang setidaknya sudah cukup mencari alasan demi alasan.

Menu hari raya, warteg

Bisa dikatakan, jamaah yang datang sangat banyak. Bila melihat dari tahun ke tahun, tentu sepertinya biasa melihat pemandangan seperti ini.

Beberapa pemuda yang tergabung dalam ikatan remaja masjid dengan semangat menunggui kardus yang bertuliskan donasi buat Lombok. Bahkan mereka sesekali diminta tolong untuk memotret jamaah yang usai menunaikan shalat.

Langkah saya tak langsung pulang ke rumah. Kemari dengan bersepeda, mau tak mau harus sedikit bersabar dengan banyaknya kendaraan yang juga ingin keluar dari kompleks masjid.

Setelah dirasa jalanan yang penuh sesak kendaraan sudah longgar, saya akhirnya memutuskan pergi. Pemandangan menarik terlihat di luar lokasi, banyak jamaah yang memenuhi masjid tadi sedang makan di pinggir jalan dekat masjid.

Semua pedagang kali ini mendapatkan berkah. Semua kedai dan warung makanan diserbu oleh mereka. Saya pikir juga harus makan dulu sebelum pulang. Apalagi di rumah, sudah tidak ada beras tersisa.


Ya, warteg. Menu ini yang saya makan untuk hari raya idul adha kali ini. Sepertinya menu lebaran yang saya tunggu-tunggu, opor ayam, masih terlalu sulit didapatkan.

...

Kenyataannya adalah bahwa apa yang sudah direncanakan jauh-jauh hari dan sangat matang, bisa saja gagal didetik-detik akhir sebuah rencana.

Pelajaran berharga tentunya di hari yang penuh berkah ini. Semoga kita semua diajarkan untuk tetap terus sabar dan menerima dengan lapang dada.

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berkenalan dengan Istilah Cinephile

[Review] One Day, Film Korea Tentang Pertemuan Pria dengan Wanita Koma yang Menjadi Roh