Catatan

Pria (Tidak) Percaya Diri

Gambar
Sesulit itukah menjadi pria yang memasuki kepala 40 yang sebentar lagi? Meski masih ada beberapa tahun tersisa, bukankah masih ada harapan? Ayolah, bisa bisa. Yuk, mari mulai kisah baru lagi. Apa kabarmu hari ini? Semoga baik-baik saja. Terkadang ingin mengatakannya seperti itu karena fisik memang baik-baik saja. Namun, sisi mental ternyata tidak baik-baik saja. Banyak persoalan yang dulunya dianggap sepele, sekarang terasa berat jika dipikirkan. Tidak percaya diri Tak banyak hal yang bisa saya ceritakan di-usia 36 tahun . Apakah tidak mengasyikkan atau hanya kedatangan penyakit malas untuk menulis? Rasa percaya diri saya seperti menghilang. Terutama soal hubungan dan pertemanan. Ketika orang terdekat saja bisa menyakiti, bagaimana dengan dua hal tersebut (hubungan dan pertemanan). Di usia 36 tahun, saya tertampar oleh kenyataan yang saya pikir sudah berjalan semestinya. Benteng terakhir saya, keluarga , sangat tidak masuk akal. Jika mereka saja bisa berbuat begitu, lantas apa yang mau

Bertanya Belum Tentu Membeli


Saya sangat senang sekali ketika seseorang mengabarkan akan datang ke Semarang. Tentu saja wanita. Ia banyak bertanya tentang Ibu Kota Jawa Tengah ini. Bahkan ingin ikut aktivitas bila saya ada acara di akhir pekan. Apakah ini pertanda baik? 

Yes! Akhirnya tiba juga yang dinanti. Hari dimana hari yang sudah disepakati tiba juga. Obrolan panjang lebar sebelumnya saya pastikan ini akan jadi momen bagus. Saya yakin, apa yang saya bagi di blog dotsemarang merupakan kunci semua ini terjadi.

Dua hari di Semarang, begitu ia memutuskan mengambil libur akhir pekan di sini. Tiba dengan kereta dan rencana pulang dengan pesawat. Andai itu tentang saya sebagai alasan datang, saya pasti langsung jatuh cinta. 

Tapi itu bukan cerita sebenarnya. Ia murni hanya berlibur. Sebagai orang yang menulis blog dotsemarang, beberapa referensi saya sudah dibagikan, meski akhirnya keputusan hari pertama di Semarang rupanya dihabiskan di Ungaran. Saya merasa gagal di sini menjual kota ini.

Tentang hari kedua, saya sudah siap

Ada syukurnya juga hari Jumat tidak melibatkan saya dalam aktivitas liburannya. Saya punya agenda rutin bermain futsal, meski saya bisa bolos sebenarnya. 

Sabtu pagi tubuh yang sedikit lelah tak mengalahkan semangat saya menunggu kabar si dia. Apakah akhirnya saya melepaskan malam minggu yang biasanya di rumah dan melewatkan bersama dengannya. Haha..wajah saya memerah seperti membayangkan drama Korea.

Matahari sampai di ubun-ubun kepala. Kabar yang dinanti tak kunjung tiba. Saya sudah siap sebenarnya dan menunggunya di rumah. Kami rencananya akan ke Kota Lama. Ia mengatakan ingin menitipkan tas dan malam setelah jalan-jalan langsung menuju bandara. Waktunya benar-benar mepet pokoknya.

Jam 1 siang, jam 2 siang, dan jam 3 lebih, itu sudah sore. Kabar itu datang. Namun tiba-tiba saya tidak suka dengan keadaan waktu itu. Ia langsung menuju Kota Lama bersama teman yang ditinggali selama di Ungaran.

Saya kesal, serius. Bayangan saya beberapa hari sebelum hari H langsung jatuh seketika. Ini diluar skenario. Saya ingin tidak peduli, mengingat tujuannya juga hanya ingin liburan. 

Tapi sebagai tuan rumah dan ingin menjaga hubungan baik, saya ingin menyapa. Meski jam sudah menunjukkan pukul setengah 5 sore. Dua jam dari waktu keberangkatan menuju bandara sebenarnya. Mepet sekali menurut saya. 

Apalagi ia bersama temannya, lalu buat apa saya. Hati saya gundah gulana. Kegagalan rencana dan bayangan saya yang dijatuhkan membuat saya begitu kesal. Tapi tetap saya dorong keluar.

Saya bersiap, pesan gojek sebagai kendaraan alternatif paling cepat ketimbang mengandalkan sepeda. (Padahal rencananya mau naik bus Trans Semarang berdua).

Pesan masuk lagi dan akhirnya membuat saya memutuskan tidak jadi menyapanya. Saya membatalkan pesanan, saya membuka pakaian rapi yang sudah saya kenakan. Sial! Kenapa begini jadinya.

...

Saya bukan saja jadi pecundang, tapi saya gagal berguna. Dotsemarang yang selalu ia katakan dengan bangga rasanya tidak berguna. Pesan terakhir yang mengatakan terima kasih lewat Instagram stories saya acuhkan. Ya, saya kesal sekali.

Saya benci dikatakan baper, karena kata itu hanya untuk wanita yang dianggap biasa. Pria baper? Sebuah noda rasanya. 

Menunggu itu tidak enak. Menunggu itu menyakiti. Semoga ini jadi pelajaran berharga saya kali ini. Bertanya belum tentu membeli. Bertanya hanya sebuah kiasan agar dianggap menghormati. 

Mari menikmati malam Minggu lagi.

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berkenalan dengan Istilah Cinephile

[Review] One Day, Film Korea Tentang Pertemuan Pria dengan Wanita Koma yang Menjadi Roh