Catatan

Pria Tidak Berdaya

Gambar
Selamat bertambah usia untukku. Di tengah perayaan sederhana yang kuhidupkan lewat tulisan ini, aku memilih tema “Pria Tidak Berdaya” sebagai cermin perjalananku. Bukan untuk meratapi nasib, tapi untuk memeluk kejujuran—tentang diriku, tentang hidup, dan tentang harapan yang masih kugenggam erat meski kadang terasa rapuh. Dalam bahasa Indonesia, “berdaya” berarti punya kekuatan, kemampuan, atau kemauan untuk menghadapi hidup—entah itu menyelesaikan masalah, mengejar mimpi, atau sekadar bangun dari tempat tidur dengan semangat.  Tapi di usia ini, aku merasa berada di sisi sebaliknya: tidak berdaya. Bukan karena aku menyerah, tapi karena hidup terasa seperti permainan yang aturannya terus berubah, dan aku sering kehabisan napas untuk mengejar. Hampa di Tengah Keramaian Di usia 39, aku melihat banyak pria seusia ku hidup dalam ritme yang sepertinya lebih “hidup”. Mereka punya pekerjaan yang memberi kepastian—gaji bulanan yang datang tanpa drama, hanya perlu mengatur apa yang masuk ke ...

Tak Bersosialisasi dengan Tetangga Bukan Berarti Anti Sosial


[Artikel 1#, kategori rumah] Saya hanya trauma dengan perlakuan beberapa orang saja dan ini yang membuat saya tidak begitu aktif di lingkungan sekitar. Apa yang orang-orang pikirkan tentang saya adalah salah bila tak pernah mengobrol lebih jauh. 

Tiba-tiba saja kepikiran setelah menonton tayangan 86 di Youtube. Bagaimana tanggapan warga, terutama tetangga dari terdakwa yang dibawa Polisi. 

Dia baik, pendiam dan ramah. 

Saya memikirkan sesuatu, andai saya berada diposisi tersebut, apakah yang tetangga katakan tentang saya yang begitu jarang bersosialisasi terhadap sekitar. Bahkan untuk berkontribusi pun saya enggan.

Masih trauma

Saya tinggal di daerah yang awalnya masih bisa dihitung penghuninya. Perlahan-lahan, orang-orang mulai menempati kawasan yang bisa disebut sebuah perkomplekan.

Rasa sosialisasi saya yang tinggi sebenarnya, karena memang senang berteman dan bicara dengan banyak orang, membuat saya tertarik untuk sering bicara dengan tetangga baru.

Ada yang berasal dari pasangan muda-mudi, pasangan yang punya pengalaman dalam pernikahan yang sudah lama hingga ibu-ibu yang punya wajah sangat baik.

Kenyataannya saat waktu terus berjalan, harapan saya terhadap makna kebaikan tetangga berubah drastis. Saya pikir wajar bila ada konflik kecil dalam bertetangga.

Saya jadi trauma dengan perlakuan beberapa tetangga terhadap saya dan penghuni rumah saya. Entah karena itu sekedar usil atau memang dari diri saya yang membuat mereka seakan murka.

Semenjak itu terjadi, saya tidak ingin menjadikan harapan yang saya dapatkan berimbas kembali ke depannya. Saya akhirnya membatasi diri. Bertegur sapa disaat disapa, dan tersenyum saat hanya saling berpapasan. Selebihnya, saya tidak ingin terlibat apapun dengan segala aktivitas.

...

Beginilah saya, dengan sikap kurang dewasanya dalam menjalani kehidupan. Awalnya yang dianggap menyenangkan dan memiliki harapan tinggi akan kebaikan, sekali merasa tersakiti untuk hal-hal yang memang sangat kritis, saya lebih baik mundur dan diam untuk tidak terlibat.

Banyak orang baik sebenarnya yang sering saya temui. Namun tak banyak orang baik yang memang bersikap baik dari apa yang dilihat sehari-hari.

📝 Diperbarui Senin, 4 November 2024

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pria Tidak Berdaya