Catatan

Pria (Tidak) Berharga

Gambar
Saya melihat teman lama yang perutnya membuncit sedang menggendong anaknya. Terlihat senyumnya yang lepas seakan mengatakan bahwa dialah yang paling bahagia di dunia ini. Sebuah pesan kepada para lelaki bahwa ia sudah tiba digaris akhir seorang pria sukses. Lalu, kapan kamu? Entahlah, saya juga bingung mengapa saya berjalan tidak pada semestinya seperti para pria lainnya yang kerap kali membagikan momen-momen bahagianya dengan pasangan dan anak kesayangannya. Memiliki istri yang rupawan, apalagi setia, cakep tuh disebut keluarga kecil yang bahagia. Inilah kekurangan pada diri saya yang mengaku hebat dalam konsistensi, tapi sulit ekonomi. Pria (tidak) berharga Saya kembali memulai perjalanan baru sebagai pria yang kini menginjak usia 38 tahun. Apa yang akan terjadi sepanjang tahun, saya harap itu sangat berharga.  Di umur sekarang ini, saya percaya bahwa 'laki-laki sukses ada keluarga dibelakangnya yang hebat'. Saya merenung sesaat, andai saja saya bisa kembali mengulang waktu s

Apakah Sejarah Akan Berulang Kembali?


[Artikel 46#, kategori catatan] Melihat bagaimana orang-orang hijrah dalam sebuah perusahaan teknologi, membuat saya khawatir. Apakah kejadian seperti yang dialami Blogdetik kembali berulang?

Mereka (Blogdetik) bukan saja berhasil menyatukan berbagai kepala (bloger) dari setiap kota di Indonesia, tapi juga sangat dicintai. Kini, saya berada dalam situasi dilematis.

Saat ini saya menyaksikan bagaimana orang-orang yang saya kenal dalam industri teknologi berpindah gedung meski masih satu kota. Tawaran yang menggiurkan memang bukan jadi alasan utama, meski saya tahu itu kebenarannya. 

Mereka hijrah. Kata bagus untuk menghormati orang-orang yang saya hargai. Mereka tetap ada, meski akan tak bersuara seperti biasanya. Mereka menjadi lebih baik, dari sisi jabatan hingga masa depan.

Lalu, bagaimana dengan saya yang mempertahankan idealisme untuk sebuah kecintaan? Apakah saya juga akan hijrah, bila melihat banyak bloger yang tiba-tiba menjadi vloger atau Youtuber. 

Ah, tidak mungkin. Saya tahunya menulis saja. Saya sangat kurang di sana dan ini bukan sebuah pembenaran. 

Saya harap tidak ada gulung tikar kedua 

Yang saya bicarakan adalah tentang komunitas. Manis asinnya komunitas sudah banyak yang saya rasakan. Hanya saja kali ini perasaan saya kembali diingatkan bagaimana loyalitas saja tidak cukup untuk terjun. 

Kepergian pada punggawa komunitas yang berperan penting diawal seolah tugas yang dikerjakan sebagai tanggung jawab saja kepada atasan. 

Ketika akhirnya mereka pergi, dan berganti, saya yang terlanjur memberi hati sudah merasa gagal. Dejavu? 

Saya harap ini tidak terjadi.  Kami loyal memang karena pemberian. Kami berkomitmen memang sebagai bentuk rasa hormat dan balas jasa. Dan kami merasa sedih, itu karena kalian sudah membekas di hati kami.

Gambar : Ilustrasi

..

Saya menyaksikan sendiri bagaimana dalam kurun waktu yang belum genap setahun saya bertemu seseorang yang awalnya di perusahaan A, tiba-tiba saat mengadakan roadshow ke Semarang, ia sudah di perusahaan B.

Saya tidak melihat ini sebagai keburukan. Saya hanya khawatir dengan kelanjutan grup yang saya ikuti dengan nama sebuah perusahaan. Takutnya masalah sama kembali terulang. 

Kita tidak tahu masa depan, siapa tahu diakusisi. Berganti pemimpin atau komunitas kurang greget lagi. Sepertinya saya harus mempersiapkan diri saya lagi untuk lebih menerima apa yang terjadi nantinya.

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berkenalan dengan Istilah Cinephile

[Review] One Day, Film Korea Tentang Pertemuan Pria dengan Wanita Koma yang Menjadi Roh