Catatan

Pria (Tidak) Berharga

Gambar
Saya melihat teman lama yang perutnya membuncit sedang menggendong anaknya. Terlihat senyumnya yang lepas seakan mengatakan bahwa dialah yang paling bahagia di dunia ini. Sebuah pesan kepada para lelaki bahwa ia sudah tiba digaris akhir seorang pria sukses. Lalu, kapan kamu? Entahlah, saya juga bingung mengapa saya berjalan tidak pada semestinya seperti para pria lainnya yang kerap kali membagikan momen-momen bahagianya dengan pasangan dan anak kesayangannya. Memiliki istri yang rupawan, apalagi setia, cakep tuh disebut keluarga kecil yang bahagia. Inilah kekurangan pada diri saya yang mengaku hebat dalam konsistensi, tapi sulit ekonomi. Pria (tidak) berharga Saya kembali memulai perjalanan baru sebagai pria yang kini menginjak usia 38 tahun. Apa yang akan terjadi sepanjang tahun, saya harap itu sangat berharga.  Di umur sekarang ini, saya percaya bahwa 'laki-laki sukses ada keluarga dibelakangnya yang hebat'. Saya merenung sesaat, andai saja saya bisa kembali mengulang waktu s

[Futsal] Mengalahkan Pemain Fantasista


[Artikel 11#, kategori futsal] Pemain yang paling banyak berimprovisasi ini tidak mudah dikalahkan. Sekali dibendung, ia tetap saja bangkit dan terus mengecoh lawannya. Cara terbaik mengalahkan pemain yang identik dengan nomor 10 ini ialah mematikan rekannya. Karena tanpa rekan, ia tak memenangkan pertandingan meski ia pandai dengan trik sepakbola-nya.

Jumat malam (13/7), posisi saya kali ini lebih banyak menjadi pemain belakang. Saya berhasil mematikan semua bola yang mengarah ke gawang tim saya. Termasuk penyerang ganas yang tak kenal lelah dari kubu lawan. Saya pikir ia sangat frustasi malam ini.

Giliran pergantian seluruh tim, saya selalu ikut istirahat. Maklum pemain futsal yang cuma 5 pemain dalam satu tim, sudah ditunggu rekan lainnya yang juga jumlahnya sama. Dengan waktu permainan (baca sewa) selama 2 jam, giliran main sangat penting.

Tiga kali main, saya masih menjadi pemain belakang. Saya benar-benar senang dengan gaya permainan saya kali ini. Meski tak bisa juga membendung pemain lawan terus mencetak gol juga, fisik saya aman kali ini dari rasa lelah yang berlebihan.

Bagian terakhir saya bermain, saya tetap melanjutkan tanpa berhenti meski tim lain sudah diganti. Dilihat dari materi pemain, sebenarnya saat saya disuruh menjadi penyerang, saya baik-baik saja. Tapi saya mulai khawatir saat pemain fantasista beraksi dengan partnernya. 

Bukan saja berkali-kali menaklukkan penjaga gawang, namun juga berhasil mengacak area tim yang saya ikuti hingga waktu usai.

Saya ingin mengambil alih posisi pemain belakang, namun sudah ada yang mengisi. Dan saat saya terus melihat pemain fantasista mengacak-acak, saya berpikir sebaiknya saya menjaga rekannya.

Ya, berhasil. Pergerakan fantasista yang mengagumkan seolah terasa hambar. Liukan, gerakan yang tidak mudah ketebak dan jelajah area yang super luas seakan berhenti. Tim kami bisa mengatasi meski tetap saja ia mampu melewati. 

Begitulah cara mematikan pergerakannya. Mudah sebenarnya, hanya saja kadang saya atau lainnya lupa bagaimana membaca aliran bolanya. 

Saya jadi ingat Messi yang harus pulang dan mengubur impiannya juara Piala Dunia tahun 2018 ini. 

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berkenalan dengan Istilah Cinephile

[Review] One Day, Film Korea Tentang Pertemuan Pria dengan Wanita Koma yang Menjadi Roh