Catatan

Pria (Tidak) Berharga

Gambar
Saya melihat teman lama yang perutnya membuncit sedang menggendong anaknya. Terlihat senyumnya yang lepas seakan mengatakan bahwa dialah yang paling bahagia di dunia ini. Sebuah pesan kepada para lelaki bahwa ia sudah tiba digaris akhir seorang pria sukses. Lalu, kapan kamu? Entahlah, saya juga bingung mengapa saya berjalan tidak pada semestinya seperti para pria lainnya yang kerap kali membagikan momen-momen bahagianya dengan pasangan dan anak kesayangannya. Memiliki istri yang rupawan, apalagi setia, cakep tuh disebut keluarga kecil yang bahagia. Inilah kekurangan pada diri saya yang mengaku hebat dalam konsistensi, tapi sulit ekonomi. Pria (tidak) berharga Saya kembali memulai perjalanan baru sebagai pria yang kini menginjak usia 38 tahun. Apa yang akan terjadi sepanjang tahun, saya harap itu sangat berharga.  Di umur sekarang ini, saya percaya bahwa 'laki-laki sukses ada keluarga dibelakangnya yang hebat'. Saya merenung sesaat, andai saja saya bisa kembali mengulang waktu s

Tips Branding Offline, Datang Ke Berbagai Acara dan Pertemuan


[Artikel 2#, kategori branding] Hari ini saya menulis 'caption' terlalu panjang di Instagram. Itu bukan berarti saya mencintai Instagram lebih dari blog. Saya hanya kebawa perasaan dengan tema branding diri. Baru sadar, kategori ini sangat sedikit di blog.

Beberapa waktu lalu, saya memposting status di Twitter tentang betapa tidak menariknya menyebut diri sebagai bloger lagi saat ini. Padahal awal - awal ngeblog, saya punya mimpi menjadikan blog sebagai sebuah profesi.

Tidak terasa, 10 tahun berlalu, saya sudah berada digaris impian saya. Garis yang tidak mudah ditempuh begitu saja. Banyak perjuangan untuk menuju garis tersebut.

Semakin dicari, semakin hilang kesempatanmu

Tahun 2018 ini, menyebut bloger sangat murah rasanya. Itu buat saya maksudnya. Berbeda dengan lainnya yang masih mahal. Meski platform yang digunakan sudah berbayar tiap tahun dan iklan yang seharusnya menjadi timbal balik dari kerja kerasnya membuat konten di platformnya.

Bloger yang masuk dalam dunia pemasaran, saat ini sangat diandalkan. Hadirnya berbagai konten kreator yang menggunakan platform lain, seperti Youtuber, Selebgram dan sebagainya tidak menghalangi eksistensi bloger disetiap kesempatan untuk tampil.

Keberadaannya semakin dicari, terutama dalam hal kampanye pemasaran atau promosi di dunia digital. Namun lagi-lagi, tempat duduk yang mudah didapatkan itu tidak semua dapat mendudukinya saat kedatangan brand.

Semakin ke sini, aturannya semakin aneh saja. Bila dulu yang dilihat adalah page rank google, kini ada tambahan lagi yang memperlihatkan status blog dari angka-angka yang ditampilkan. Tujuannya untuk masuk kriteria mereka, bukan kriteria yang diyakini si pemilik blog.

Beberapa pemilik blog yang selama ini sudah nyaman dengan status mereka dianggap sama sebagai bloger, tidak menyadari bahwa kesempatan mereka semakin hilang saja.

Padahal keyakinan mereka, dari blog yang sudah dibangun dan pengalaman selama ini, mereka pantas duduk di tempat yang biasa mereka duduki bersama pemilik blog lain yang dianggap akrab.

Nyatanya tidak demikian. Saya tidak tahu apakah polanya di tahun 2019, akan sama atau malah ditambah lagi kriteria yang dianggap pantas untuk dimasukkan dalam daftar kampanye brand.

Branding dirimu, apakah sudah benar?

Kamu sudah biasa menulis blog. Kadang kamu bisa datang ke acara saat ada kesempatan datang. Pada akhirnya, kamu ingin juga merasakan seperti bloger lain. Mendapatkan penghargaan (bukan kejuaraan) dan prestasi (rasa bangga).

Tapi kenyataannya, kamu belum bisa masuk ke sana. Meski sudah masuk lewat jalur komunitas, kamu masih dianggap anak bawang. Disediakan kursi kosong ketika dibutuhkan. Tapi saat cukup, mereka akan memilih siapa yang duduk di sana (acara).

Saya memikirkan ini ketika bersepeda pagi hari. Apakah ada yang salah dengan pemilik blog yang sebenarnya memiliki kualitas dalam postingannya. Namun bagaimana dengan branding dirinya? Dikenal? 

Kadang ada yang dianggap terkenal karena prestasinya, namun tidak dikenal disekitarnya. Saya memahami bahwa ini hanya soal waktu saja.

Saya juga memikirkan apakah media sosial yang mereka gunakan mendukung pemiliknya? Jangan-jangan hanya digunakan sebagai alat pemuas diri. Maksud saya curhat atau menyebarkan informasi saja.

Apakah mereka pernah berbicara tentang postingan blog mereka sendiri? Dilihat dari jumlah pengikut, bila sangat banyak, mungkin fokus mereka terbelah. Namun bila sedikit, saya pikir jawabannya ada di sini, mereka gagal membangun branding diri.

Ada puluhan hingga ratusan pemilik blog dalam satu kota yang akan mengantri untuk datang ke acara yang dibuat sebuah brand atau stakeholder. Ada ribuan bloger se Indonesia bila dibuatkan lagi acara seperti gathering bloger Nusantara atau pesta bloger.

Apakah kita sudah dikenal, apakah branding diri kita sudah benar?

Tips branding offline 

Ada yang salah dengan perasaan saya hari ini. Kopi sore saya yang membuat konsentrasi begitu tinggi tanpa sadar membuat postingan ini agak keluar jalur dari ide awalnya, tips branding offline. Semoga tidak menghancurkan harapanmu saat membaca ini.

Saya tahu branding diri di dunia digital sangat penting yang membuat kita dikenal lebih luas. Sementara ini, silahkan cari referensi dari luar postingan ini dulu. Karena sudah sangat banyak. Tentu mudah dilakukan.

Branding offline adalah cara kita lebih dikenal lebih intens lagi. Lebih kuat lagi, lebih memiliki harapan sangat besar untuk dilihat keberadaannya dan lebih nyata, bahwa kita ada.

Harapannya, nama kita akan jadi referensi utama saat dicari sebagai rekomendasi. Bukan menempati tempat duduk kosong saat dibutuhkan banyak pemilik blog untuk hadir atau mengikuti kampanye digital.

Salah satu tipsnya adalah dengan memperlihatkan keberadaan kita dengan hadir ke berbagai acara atau pertemuan. Jangan menunggu untuk diundang atau dipanggil.

Bila acara atau pertemuan itu cocok dengan dirimu, membangun relasi hingga memperkenalkan diri sebagai bloger, maka datanglah. Bila tidak ada, carilah. Era digital sekarang, sangat mudah ditemui berbagai acara tentunya.

Tapi jangan juga ketika mendatangi kesempatan, saat duduk atau berdiri dalam satu ruangan, malah diam saja tanpa berbicara. Menunggu, itu bukan cara terbaik menurut saya.

Nimbrung saja dalam obrolan dan usahakan kita mengetahui medannya (pahami situasinya). Lakukan sapaan kecil dan salaman untuk memperkuat kehadiran.

Dalam sebuah acara, buat kamu yang ingin brandingmu dikenal sebagai bloger,  situasi di sana adalah medan perang. Kamu harus bergerilya dan tentu mengakhiri dengan kemenangan, yaitu membuat postingan, baik lewat media sosial maupun blog setelah pulang dari sana.

Keberadaanmu tidak serta merta langsung diingat banyak orang tentunya. Tapi jejak digitamu akan jadi rekam bagus untuk mengatakan bahwa kamu sudah menancapkan dirimu sebagai bloger di sana.

...

Sepertinya sudah harus saya akhiri dulu. Ini bukan saya, menulis sangat panjang. Yang jelas, membangun personal branding atau merek diri, salah satu tipsnya adalah membuat kehadiran dirimu di berbagai acara.

Tentu tidak semua acara akan sesuai passionmu. Kamu harus menemukannya, bukan? Ketika orang-orang datang dengan menjadi bloger juga, maka yang kamu lakukan adalah menegaskan dirimu siapa kamu.

Mungkin kamu kalah kelas dari orang lain, tulisan dan pengikut di media sosial. Namun karena branding offline-mu kuat, dikenal banyak orang hingga brand, kamu harus bangga tentang siapa kamu tanpa perlu berkecil hati. Terima kasih.

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berkenalan dengan Istilah Cinephile

[Review] One Day, Film Korea Tentang Pertemuan Pria dengan Wanita Koma yang Menjadi Roh