[Artikel 4#, kategori pria 32 tahun] Dulu mungkin atas nama pertemanan atau persahabatan, kita dapat bicara tentang hal-hal baik untuk membawa pikiran kita kepada mereka. Kami peduli, kami sayang, maka itu kami ingin memberi perhatian. Sekarang?
Tidak. Di umur saya yang sekarang ini (32 tahun), melakukan hal itu hanya akan membuang waktu dan percuma. Perasaan itu sebenarnya ada (peduli), namun semua orang sudah dewasa (orang-orang disekitar). Mereka tahu mana yang benar dan salah.
Fokus pada hal besar
Terlihat egois memang dan rasa sepi yang dilihat orang lain. Padahal hidup dalam satu lingkungan, di mana pun dan saya tahu media sosial membantu memonitor semua aktivitas yang saya lakuin.
Saya pernah berpikir tentang bagaimana saya andai berasal dari orang berada. Orang tua saya memiliki perusahaan atau hanya jabatan, namun dianggap sangat berharga.
Tentu, saya tidak perlu repot memikirkan masa depan. Orang tua atau keluarga saya sudah membuka jalan kepada anaknya. Si anak hanya berjalan dan meneruskan apa yang sudah dibangun.
Kenyataannya tidak demikian. Saya bukan orang yang dimaksud. Pekerjaan rumah saya bukan lagi menjadi teman, anak atau pun orang berguna bagi sekitar.
Fokus saya pada hal besar, yaitu menjadi manusia berguna. Manusia yang suatu hari dibutuhkan pada kondisi tertentu yang datang tanpa diduga. Seperti keluarga, saudara atau lainnya.
Lalu, memberikan kebahagiaan kepada orang yang disayang untuk memiliki waktu dimasa senjanya. Apakah sudah menjadi anak berguna buat orang tua? Meski saya ingat waktu remaja dulu sumpah serapah keluar dari mulut mereka.
Kalimat anak durhaka memang sangat akrab ditelinga. Dan saya mengambil peran itu saat masa muda yang penuh gairah sudah mendapatkan predikat tersebut.
Jangan menjadi monster yang sama
Saya pernah berada disebuah kondisi dimana harga diri saya berserakan, dihempas dan dibuang. Kondisi yang tidak akan saya lupakan seumur hidup saya. Dan sejak itu, saya tidak pernah percaya orang baik akan bersikap baik sesempurna malaikat.
Berada disituasi seperti itu, saya menyadari hari ini, bila saya melakukan hal yang sama dengan sok peduli dengan orang sekitar, maka saya menjadi monster yang sama.
Peduli kadang membawa duri. Saat terlihat manis dan indah, kita tanpa sadar terluka saat mengetahui kebenarannya lebih jauh.
Jangan jadi monster yang sama, begitu perasaan saya meyakini tentang kondisi saat ini yang saya perhatikan disekeliling.
Bisa saja saya salah, bila terlalu peduli. Bisa saja saya benar, saat saya mengacuhkan. Yang jelas sekali lagi, saya tidak ingin terlihat baik dari luar namun buruk dari dalam.
...
Ketika duduk dibangku Sekolah, kita diajari untuk selalu peduli. Peduli memang perbuatan baik, peduli membawa cinta kasih dan peduli memberi kekuatan pada orang lain.
Tapi sekarang, sudah tidak terlibat dengan urusan orang lain adalah hal terbaik yang saya lakukan di umur sekarang.
Fokus saya jauh lebih besar dan perjalanannya masih panjang. Saya tidak ingin terjatuh begitu saja saat ada kondisi yang tidak seharusnya datang, malah memojokkan jalan yang sudah saya bangun dengan jerih payah.
Saya ingin terus berjalan, sebagai pria dewasa.
Artikel terkait :
Komentar
Posting Komentar