Catatan

Pria Tidak Berdaya

Gambar
Selamat bertambah usia untukku. Di tengah perayaan sederhana yang kuhidupkan lewat tulisan ini, aku memilih tema “Pria Tidak Berdaya” sebagai cermin perjalananku. Bukan untuk meratapi nasib, tapi untuk memeluk kejujuran—tentang diriku, tentang hidup, dan tentang harapan yang masih kugenggam erat meski kadang terasa rapuh. Dalam bahasa Indonesia, “berdaya” berarti punya kekuatan, kemampuan, atau kemauan untuk menghadapi hidup—entah itu menyelesaikan masalah, mengejar mimpi, atau sekadar bangun dari tempat tidur dengan semangat.  Tapi di usia ini, aku merasa berada di sisi sebaliknya: tidak berdaya. Bukan karena aku menyerah, tapi karena hidup terasa seperti permainan yang aturannya terus berubah, dan aku sering kehabisan napas untuk mengejar. Hampa di Tengah Keramaian Di usia 39, aku melihat banyak pria seusia ku hidup dalam ritme yang sepertinya lebih “hidup”. Mereka punya pekerjaan yang memberi kepastian—gaji bulanan yang datang tanpa drama, hanya perlu mengatur apa yang masuk ke ...

Dibalik Layar Postingan Bioskop Central City XXI; Makan Nasi Kucing


[Artikel 4#, kategori dibalik layar] Postingannya rilis tidak berapa lama setelah kunjungan di hari pembukaan, Kamis (17/10). Maklum saja, perasaan saya mengatakan bahwa ini harus cepat terbit karena masih segar. Cek di sini untuk melihat artikelnya.

Setelah diantar ke depan, jalan besar, oleh orang rumah dengan motor, saya langsung bergegas menuju halte bus. Maksud hati berhemat, tapi setelah tiba di Central City, rasanya tidak afdol tanpa merasakan langsung tempat duduk di dalam studio.

Saat saya tiba, pengunjung mal masih sepi. Pendingin ruangan pun lebih nyaman di dalam bioskop ketimbang mal. Entah, apakah ini standar operasional bioskop.

Belajar dari pengalaman datang ke bioskop Transmart Majapahit, bioskop Cinema XXI Central City juga sama. Tak ada acara khusus atau tertentu untuk meresmikan kehadiran atau memberi penonton pertama mereka dengan suprise. Benar-benar seperti biasanya pergi ke bioskop.

Setelah tiket udah digenggaman, harganya lebih murah dari standar 21 pada umumnya di Semarang dan sama seperti bioskop tetangga depan, saya memutuskan langsung keluar mal untuk mengisi perut.

Saya tidak mungkin mengeluarkan duit lagi untuk sekedar merasakan pengalaman pop corn atau cemilan lain dari pihak bioskop. Ada 1 jam untuk bersantai dan mengisi perut.

Untunglah kawasan sekitar banyak warung kecil yang menjual makanan. Pilihan akhirnya jatuh pada nasi kucing agar lebih hemat karena telah mengeluarkan biaya untuk bioskop.

Membuat konten ini sebenarnya mudah, tinggal ambil di Instagram dan tambahkan beberapa informasi pendukung untuk melengkapi. Tapi kali ini saya tidak melakukannya. Kalau bisa dijangkau, untuk apa saya melakukannya.

Dua bungkus nasi kucing plus es teh manis seharga 8 ribu rupiah selesai disantap. Kini waktunya masuk ke bioskop. Ada masih banyak waktu tersisa.

Jangan lupa mampir blog dotsemarang.

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

[Review] One Day, Film Korea Tentang Pertemuan Pria dengan Wanita Koma yang Menjadi Roh

Berkenalan dengan Istilah Cinephile

Mengenal Istilah Jam Kerja Hotel; Split atau Double Shift