Catatan

Pria (Tidak) Percaya Diri

Gambar
Sesulit itukah menjadi pria yang memasuki kepala 40 yang sebentar lagi? Meski masih ada beberapa tahun tersisa, bukankah masih ada harapan? Ayolah, bisa bisa. Yuk, mari mulai kisah baru lagi. Apa kabarmu hari ini? Semoga baik-baik saja. Terkadang ingin mengatakannya seperti itu karena fisik memang baik-baik saja. Namun, sisi mental ternyata tidak baik-baik saja. Banyak persoalan yang dulunya dianggap sepele, sekarang terasa berat jika dipikirkan. Tidak percaya diri Tak banyak hal yang bisa saya ceritakan di-usia 36 tahun . Apakah tidak mengasyikkan atau hanya kedatangan penyakit malas untuk menulis? Rasa percaya diri saya seperti menghilang. Terutama soal hubungan dan pertemanan. Ketika orang terdekat saja bisa menyakiti, bagaimana dengan dua hal tersebut (hubungan dan pertemanan). Di usia 36 tahun, saya tertampar oleh kenyataan yang saya pikir sudah berjalan semestinya. Benteng terakhir saya, keluarga , sangat tidak masuk akal. Jika mereka saja bisa berbuat begitu, lantas apa yang mau

Pulang Malam


[Artikel 21#, kategori Amir] Mendapatkan pekerjaan itu menyenangkan, apalagi gajinya sesuai harapan. Berpikir menjadi seorang pekerja, hanya perlu mencintai apa yang dilakukan dan berusaha mengikuti arus yang ada. 

Melihat seseorang begitu semangat bekerja, tentu juga tertular rasa bahagia. Namun tak disangka, pekerjaan yang berhasil didapatkan membuat prihatin.

Pulang malam sudah menjadi gambaran satu bulan setelah diterima dan mungkin, masa depan akan terbentuk dari sini. Andai hidup sendiri, mungkin tak perlu khawatir bahwa tidak ada orang yang berada disekitar.

Hanya saja, situasinya berbeda ketika seseorang tersebut tinggal satu atap dengan orang lain. Harapan menjadi lebih baik malah berubah jadi prasangka.

Sibuk dengan dunianya

Saya sudah cukup tahu diri untuk membiarkan keadaan dari tuan rumah yang tak perlu memikirkan bagaimana kehidupan di rumah.

Namun akhir-akhir ini, saya harus juga memaklumi seseorang yang baru menikmati dunianya ikut dalam lingkaran diri sendiri.

Bangun pagi, pulang malam dan begitu setiap hari. Bahkan akhir pekan yang menjadi satu-satunya rasa peduli terhadap rumah, diambil menjadi hari libur untuk menyenangkan diri sendiri.

Saya terjebak. Saya tidak dapat berkata apa-apa. Yang saya tahu, saat ini saya memegang sapu lebih banyak dari hari biasanya.

Mungkin ini adalah cara olahraga baru agar tubuh sehat. Tapi, bagaimana dengan tanggung jawab. Di sini bukan kos, seenaknya pulang pergi tanpa berbuat apa-apa. 

Pulang malam

Tubuh lelahnya sudah terbaring saat saya bangun dini hari. Entah jam berapa dia pulang. Apakah dia sudah mandi? Entahlah, hidung saya tidak sensitif terhadap bau.

Saya tidak mengerti, mengapa pekerja baru malah pulang malam hampir setiap hari? Risiko pekerjaan karena digaji? Atau tidak enakan karna ajakan?

Bila tahu keadaannya begini, saya sangat bersyukur bahwa saya tidak memiliki gaji tiap bulan. Meski terlihat menderita karena uang selalu pas-pasan, saya bahagia dengan banyak waktu.

...

Begitulah menjadi orang lain yang ada disekitar kita. Saat kita sibuk dengan dunia sendiri, mereka tidak diam sebenarnya. Suara hati mereka menari-nari dipikiran.

Pulang malam, saya harap tidak lupa dengan tanggung jawab sebagai manusia.

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

The Crowned Clown, Drama Korea Kerajaan yang Bercerita Raja yang Bertukar Karena Wajah Kembar

Jab Harry Met Sejal, Film India Tentang Pria yang Berprofesi Sebagai Pemandu Wisata

Halo, Mei 2024