[Artikel 18#, kategori Amir] Kemudian, orang lain. Begitu pikiran saya melihat sosoknya. Entah kenapa, ia selalu mengulang nasibnya dan yang paling dirugikan adalah saya. Mengetahui nasibnya, seakan dejavu.
Beberapa bulan ini, yang paling saya dengar adalah Om dan Om. Keluarga yang akhirnya tinggal di Semarang dan ia begitu peduli pada keluarganya. Saya mengerti, ia adalah orang baik dan itu bagus.
Namun menjadi baik dengan masa lalu yang saya tahu, bagi saya itu terlihat buruk. Kesibukannya teralihkan. Semua diabaikan. Hal-hal remeh dilupakan setelah dikerjakan. Keseharian yang tak banyak diperbuat selama ini mendadak sering keluar rumah demi si Om.
Bertanggung jawab dulu
Meski saya tidak menyukai perubahan sikapnya beberapa waktu belakangan ini, plus mendadak terlibat salah satu pasangan calon Presiden, semakin saya membenci itu, saya mendapatkan pembelajaran darinya.
Sebelum Om yang dimaksud keluarga itu akhirnya tinggal di Semarang juga, sosok yang saya maksud ini tidak dapat bertanggung jawab pada hal-hal remeh disekitarnya.
Ia pelupa. Terkadang aktivitasnya hampir serupa dengan pemilik rumah. Apakah saya harus melayani semua orang? Ia lebih menurut saat diberi tugas atau disuruh ketimbang sadar dengan tanggung jawabnya.
Seharusnya ia bertanggung jawab dulu terhadap sehari-harinya ia tinggal di sini. Padahal ia mengerti dan paham. Entah kenapa lagi-lagi arus membawanya pergi dan berubah. Atau mungkin siklus usia membuat seseorang semakin lupa?
Berbuat baik pada diri sendiri terlebih dahulu
Buat saya, ia adalah orang baik. Menurut apa yang ditugaskan dan menyelesaikan semua dengan tuntas. Meski itu tidak benar-benar baik.
Saya berharap tinggi pada dirinya yang saya anggap jago dalam berkomunikasi. Apalagi title sarjara komunikasi sudah dipegangnya. Prospek masa depan cerah dan mungkin saya sudah kalah dari sisi manusia berpenghasilan tinggi.
Tapi, saya lupa kelemahan dia yang begitu baik. Ia mengerti banyak orang tapi tak mengerti dengan dirinya sendiri.
Dunianya mendadak beralih memperdulikan keluarganya (Om-nya). Sikap baik terhadap orang lain buat saya, ia adalah jagonya. Tak heran, ia sangat disenangi banyak orang dan bahkan keluarga.
Saya belajar dari sini. Kesehariannya di rumah menjadi terabaikan. Ia tak pernah bersikap baik dengan tanggung jawabnya. Bangun langsung pergi atau bahkan seharian tanpa berbuat apa-apa setelah datang dari sana.
Saya ingin bilang bahwa sebelum berbuat baik terhadap orang lain, mau keluarga atau siapapun, cobalah berbuat baik pada diri sendiri terlebih dahulu.
Masa depan sangat penting yang berawal dari sekarang. Menjaga kesehatan, pola tidur, makanan, dan kebersihan lingkungan, masukkan dalam perbuatan baik itu dulu.
Orang-orang memandang sesuatu dari luar dan saya tidak mau anggapan dari luar itu berubah drastis saat mengetahui watak asli.
Jangan sampai rasa hormat berubah menjadi rasa benci dan caci maki. Saya merasakan betul bagaimana tidak ada seseorang pun yang peduli dengan apa yang sudah saya lakukan dengan banyak orang.
...
Setiap kehidupan yang kita jalani, memiliki pembelajaran. Mau seburuk apapun yang terjadi, saya ingin belajar dari yang sudah didapatkan. Saya sangat menghargai ketulusannya dan rasa hormat mendalam.
Kata baik, entah kenapa jadi kata buruk buat saya. Karena sikap baik yang ditawarkan terkadang mengandung sesuatu yang berbeda dengan watak aslinya.
Artikel terkait :
Komentar
Posting Komentar