Catatan

Pria Tidak Berdaya

Gambar
Selamat bertambah usia untukku. Di tengah perayaan sederhana yang kuhidupkan lewat tulisan ini, aku memilih tema “Pria Tidak Berdaya” sebagai cermin perjalananku. Bukan untuk meratapi nasib, tapi untuk memeluk kejujuran—tentang diriku, tentang hidup, dan tentang harapan yang masih kugenggam erat meski kadang terasa rapuh. Dalam bahasa Indonesia, “berdaya” berarti punya kekuatan, kemampuan, atau kemauan untuk menghadapi hidup—entah itu menyelesaikan masalah, mengejar mimpi, atau sekadar bangun dari tempat tidur dengan semangat.  Tapi di usia ini, aku merasa berada di sisi sebaliknya: tidak berdaya. Bukan karena aku menyerah, tapi karena hidup terasa seperti permainan yang aturannya terus berubah, dan aku sering kehabisan napas untuk mengejar. Hampa di Tengah Keramaian Di usia 39, aku melihat banyak pria seusia ku hidup dalam ritme yang sepertinya lebih “hidup”. Mereka punya pekerjaan yang memberi kepastian—gaji bulanan yang datang tanpa drama, hanya perlu mengatur apa yang masuk ke ...

Tetangga dan Kucing Part 2


[Artikel 14#, kategori kucing] Lagi-lagi soal urusan kucing dan istri yang tidak suka. Sebenarnya saya malas bersikap baik dan lebih memilih menghindar komunikasi. Masa lalu yang pernah saya alami selalu membayangkan hal buruk ketika ramah tamah menjadi kesalahpahaman.

Tetangga rumah kesekian kalinya kembali memberitahu bahwa kucing yang saya miliki menganggu rumah mereka. Kucing saya yang dikenali telah pup di kasur mereka. Ironis memang dan tentu saya juga akan kesel bila itu terjadi. Saya beberapa kali pernah mengalaminya.

Saya di sini seharusnya merasa bersalah karena sebagai pemilik. Namun saya tidak menduga bahwa ini terjadi lagi dan lagi. Kasusnya berbeda-beda. Cuma baru kali ini sampai masuk ke dalam dan buang hajat di sana. 

Dulu, saat rumah belum pindah, masalahnya sama. Persoalan kucing yang jadi masalah. Setelah pindah, si tetangga di rumah dulu malah memelihara kucing. Saat mengetahui itu, saya mau ketawa sambil menangis. 

Sekarang kejadian hampir serupa. Ya, saya mengaku salah dan langsung mengkandangkan kucing yang dianggap menganggu hingga masuk rumah tetangga tersebut. 

Saya geram sebenarnya. Bukan karena soal kucing, tapi permasalahan dengan tetangga yang kembali terlibat. Saya udah memproklamirkan diri untuk tidak terlibat apapun dengan tetangga. Saya pikir sebaik apapun komunikasi mereka dengan saya, ketika ada masalah, saya pasti trauma. 

Orang baik hanya selalu soal cover

Saya belum tahu bagaimana mengatasi trauma bertetangga. Dan saya harus memikirkan apakah membeli kandang baru atau tidak. Satu sisi biar tidak ribet dengan urusan tetangga dan satu sisi, uang di dompet tidak dalam kondisi baik.

Semoga saya mendapatkan solusi untuk ini.
..

Kalau dipikir lagi, meski saya sudah mengakui kesalahan itu dari saya sebagai pemilik kucing, tentunya si pemilik rumah menyadari bahwa saya sudah lebih lama tinggal di lingkungan perumahan. 

Mereka juga tahu dari awal dan kejadiannya memang baru-baru ini. Padahal tinggal tutup semua pintu atau jendela rumah, kucing tentu tidak akan masuk. 

Kini saya seperti diatur. Menghormati terkadang harus menyadari.

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pria Tidak Berdaya