Catatan

Pria Tidak Berdaya

Gambar
Selamat bertambah usia untukku. Di tengah perayaan sederhana yang kuhidupkan lewat tulisan ini, aku memilih tema “Pria Tidak Berdaya” sebagai cermin perjalananku. Bukan untuk meratapi nasib, tapi untuk memeluk kejujuran—tentang diriku, tentang hidup, dan tentang harapan yang masih kugenggam erat meski kadang terasa rapuh. Dalam bahasa Indonesia, “berdaya” berarti punya kekuatan, kemampuan, atau kemauan untuk menghadapi hidup—entah itu menyelesaikan masalah, mengejar mimpi, atau sekadar bangun dari tempat tidur dengan semangat.  Tapi di usia ini, aku merasa berada di sisi sebaliknya: tidak berdaya. Bukan karena aku menyerah, tapi karena hidup terasa seperti permainan yang aturannya terus berubah, dan aku sering kehabisan napas untuk mengejar. Hampa di Tengah Keramaian Di usia 39, aku melihat banyak pria seusia ku hidup dalam ritme yang sepertinya lebih “hidup”. Mereka punya pekerjaan yang memberi kepastian—gaji bulanan yang datang tanpa drama, hanya perlu mengatur apa yang masuk ke ...

Jumat Terakhir Bulan Oktober, Futsal Sepi dan Akhirnya Menyerah


[Artikel 42#, kategori futsal] Kejadian ini kembali dirasakan. Tidak banyak yang datang dan itu pun, pada telat datang. Apakah karena akhir bulan atau memang sedang sibuk. Sama seperti tahun lalu di bulan yang sama. Saya baru menyadarinya dari postingan sebelumnya.

Jumat, 25 Oktober,  saya sudah tiba sebelum jam 7 malam. Lapangan masih dipakai. Orang-orang masih semangat menendang dan berlari.

Sambil nunggu yang lain datang, waktu tanpa sadar terus berjalan. Orang-orang di dalam lapangan sudah pergi. Ini seharusnya saya masuk ke dalam lapangan.

Tidak ada firasat bahwa yang datang hari ini sedikit. Mengingat jam karet sudah menjadi virus bagi siapa saja. Memaklumi adalah harga yang wajar bila melihat profil pemain yang banyak pekerja.

Menyerah

Orang-orang yang ditunggu tak kunjung datang. Jam sudah lewat 30 menit dari waktu jadwal bermain. Masih optimis untuk bermain di awal-awal.

Saya baru mengerti bahwa futsal adalah banyak melakukan pergantian pemain dalam pertandingan. Bisa keluar diganti hanya hitungan menit, dan kemudian masuk lagi. Seterusnya begitu.

Untungnya banyak pemain banyak di lapangan untuk sekedar bermain, kita dapat menginstirahatkan tubuh. Silih berganti bermain meski bukan seperti pertandingan futsal sebenarnya.

Sayangnya kali ini, stok pemain sangat terbatas. Benar-benar ngepress. Dengan sisa waktu masih 1 jam setengah, kami terpaksa menyerah. Kami kalah dan membiarkan 30 menit tersisa tidak digunakan.

Tubuh sangat lelah karena tidak ada pengganti. Dipaksakan hanya yang ada sebuah keterpaksaan dan terlihat bodoh di dalam lapangan.

Begitulah cerita jumat ini. Saya berharap jumat depan yang jatuh tanggal 1 November, semua orang bisa datang. Mari bersenang-senang sambil memberi nutrisi pada tubuh agar sehat selalu.

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

[Review] One Day, Film Korea Tentang Pertemuan Pria dengan Wanita Koma yang Menjadi Roh

Berkenalan dengan Istilah Cinephile

Mengenal Istilah Jam Kerja Hotel; Split atau Double Shift