Catatan

Pria (Tidak) Berharga

Gambar
Saya melihat teman lama yang perutnya membuncit sedang menggendong anaknya. Terlihat senyumnya yang lepas seakan mengatakan bahwa dialah yang paling bahagia di dunia ini. Sebuah pesan kepada para lelaki bahwa ia sudah tiba digaris akhir seorang pria sukses. Lalu, kapan kamu? Entahlah, saya juga bingung mengapa saya berjalan tidak pada semestinya seperti para pria lainnya yang kerap kali membagikan momen-momen bahagianya dengan pasangan dan anak kesayangannya. Memiliki istri yang rupawan, apalagi setia, cakep tuh disebut keluarga kecil yang bahagia. Inilah kekurangan pada diri saya yang mengaku hebat dalam konsistensi, tapi sulit ekonomi. Pria (tidak) berharga Saya kembali memulai perjalanan baru sebagai pria yang kini menginjak usia 38 tahun. Apa yang akan terjadi sepanjang tahun, saya harap itu sangat berharga.  Di umur sekarang ini, saya percaya bahwa 'laki-laki sukses ada keluarga dibelakangnya yang hebat'. Saya merenung sesaat, andai saja saya bisa kembali mengulang waktu s

Kehujanan, Sepeda Rusak dan Gagal Main Futsal

[Artikel 93#, kategori futsal] Saya terus menarik rantai yang terlepas dari jerujinya. Sangat keras dan tangan saya sangat sakit. Suasananya juga sangat dingin, hujan masih membasahi punggung saya dan air menggenang di atas mata kaki. Sial! Sambat saya diantara lalu-lalang sorotan lampu kendaraan. Apa yang terjadi pada saya?

Saya tak pernah menyangka bahwa malam ini sangat sial. Jadwal futsal hari Kamis yang biasanya membuat perasaan gembira, mendadak saja penuh emosi dan haru. Kesal dibuatnya dan terpaksa membatalkan main malam ini.

Hujan deras yang sempat berhenti

Setengah jam sebelum keberangkatan yang biasanya pergi pukul 6 malam, mendadak saja hujan deras di Ibu Kota Jawa Tengah. Deras, plus angin yang menggoyang-goyang pohon yang ada di dekat rumah.

Meski begitu, hujan mulai perlahan reda. Gerimis saja tak akan menghalangi niat saya pergi. Harapan itu membuat saya lebih bersemangat dengan jas hujan yang sudah terpasang di tubuh saya.

Mendadak lagi, belum setengah perjalanan hujan kembali mengguyur. Sangat deras dan membuat ruas-ruas jalan tergenang. Musik yang saya dengarkan lewat telinga bahkan tidak berasa.

Wajah saya sangat basah hingga rambut ke belakang. Saya harap tidak masuk ke tas gumaman saya dalam pikiran.

Di depan pandangan mata saya ada jalan yang biasanya berlubang, bekas saluran. Saya mengetahuinya, namun sekejap saja pikiran itu memberikan informasi, dubrakkkk...

Tubuh saya oleng, tapi masih terkendali. Saya berhenti memeriksa. Busyett...rantai saya tidak bisa digerakkan. Ban depan mendadak bocor.

Di tengah hujan yang tak mau berhenti sejenak, perasaan malu bercampur kesal menjadi satu. Ayo rantai, cepat kembali normal.

Perjuangan itu sia-sia ternyata. Rantai yang terlepas tidak bisa ditarik karena tersangkut sangat dalam dengan bagian sepeda lainnya.

Pulang naik ojek online

Saya memutuskan berteduh di dekat pertokoan yang terkenal dengan Soto Bangkongnya. Jas hujan saya rusak bagian bawahnya. Rasa dingin mulai menusuk setiap bagian tubuh.

Saya memberi kabar ke grup futsal. Sedikit kesal karena tidak ada respon. Rekan yang biasanya, malah terus berusaha tetap futsal tanpa memikirkan apa yang terjadi pada saya.

Harapan untuk tetap melanjutkan futsal masih besar. Saya bertanya pada tukang parkir 'bolehkan saya menaruh sepeda saya, besok saya ambil.' Si bapak mengatakan tidak berani mengambil risiko bila hilang, sebaiknya dibawa saja.

Akhirnya saya mengorbankan futsal ketimbang besok pagi saya repot sendiri. Entah apakah ini beruntung atau Tuhan berbaik pada saya.

Biasanya memesan ojek online saat hujan gini sangat sulit, namun ada yang bisa dan langsung meluncur ke tempat saya.

Setelah tiba, saya pulang dengan menuntun sepeda. Pliss, jangan dilakukan dan diikuti cara saya membawa sepeda dengan kendaraan. Meski bayangannya sepertinya mudah, ternyata susah.

Apalagi dengan kondisi sepeda yang tidak baik. Ban depan kempes membuat jalan tidak mulus. Ditambah genangan air yang dalam beberapa ruas jalan, semakin mempersulit perjalanan. 

Saya dan driver terpaksa berjalan pelan. Sialnya, tangan saya sangat sakit menahan setir sepeda. Tangan yang masih cedera hampir 1 bulan semakin menderita. Saya pasrah karena risiko dari apa yang saya perbuat.

...

Saya sangat menderita, tapi bukan itu yang saya membuat kesal. Kenapa ini harus terjadi, itu yang membuat saya sempat memuntahkannya ke media sosial.

Niat besar, keberanian menerjang dan konsisten seolah tidak berarti hari ini. Terhempas begitu saja. Orang-orang yang biasanya ribut di grup futsal pun tidak begitu aktif saat kejadian.

Tidak ada pertolongan atau bahkan gimana nasib saya. Meski ada beberapa yang mulai bersimpati, tapi cukup sudah saya mengerti.

Menghela nafas...
Semoga pengalaman ini tidak terjadi lagi.

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berkenalan dengan Istilah Cinephile

[Review] One Day, Film Korea Tentang Pertemuan Pria dengan Wanita Koma yang Menjadi Roh