Catatan

Pria Tidak Berdaya

Gambar
Selamat bertambah usia untukku. Di tengah perayaan sederhana yang kuhidupkan lewat tulisan ini, aku memilih tema “Pria Tidak Berdaya” sebagai cermin perjalananku. Bukan untuk meratapi nasib, tapi untuk memeluk kejujuran—tentang diriku, tentang hidup, dan tentang harapan yang masih kugenggam erat meski kadang terasa rapuh. Dalam bahasa Indonesia, “berdaya” berarti punya kekuatan, kemampuan, atau kemauan untuk menghadapi hidup—entah itu menyelesaikan masalah, mengejar mimpi, atau sekadar bangun dari tempat tidur dengan semangat.  Tapi di usia ini, aku merasa berada di sisi sebaliknya: tidak berdaya. Bukan karena aku menyerah, tapi karena hidup terasa seperti permainan yang aturannya terus berubah, dan aku sering kehabisan napas untuk mengejar. Hampa di Tengah Keramaian Di usia 39, aku melihat banyak pria seusia ku hidup dalam ritme yang sepertinya lebih “hidup”. Mereka punya pekerjaan yang memberi kepastian—gaji bulanan yang datang tanpa drama, hanya perlu mengatur apa yang masuk ke ...

[Di balik layar] Rasa Tidak Percaya Diri Saat Berhadapan dengan Fotografer di Acara Karnaval

[Artikel 21#, kategori Dibalik Layar] Baru kali ini merasakan terintimidasi karena melihat banyak fotografer yang berseliweran di depan mata silih berganti. Saya sedang liputan bahasa kerennya atau menonton acara Karnaval seni Budaya Lintas Agama dan Pawai Ogoh-ogoh 2023 akhir bulan April kemarin.

Tidak menyangka perasaan itu datang begitu saja. Saya menulis ini bukan tentang sisi negatif mereka (fotografer), tapi tentang diri saya yang merasa sangat kekurangan dari sisi perangkat atau gadget.

Bayangin, para fotografer membawa kamera profesional dengan berbagai ukuran yang sangat menunjang aktivitas mereka. Hasilnya, pasti jelas. Akan ada mahakarya dari cerdiknya mata mereka mengambil sudut pandang yang ditunjang perangkat.

Saya, seorang blogger? Mentang-mentang kebutuhannya hanya untuk blog, hanya menggunakan smartphone sebagai perangkat tiap acara untuk liputan. Tapi memang hanya punyanya itu, tidak punya kamera profesional. Gimana dong!

Intimidasi

Biasanya saya tidak begini dan tidak memikirkan sampai segitunya. Namun kemarin, entahlah. Saya seperti orang biasa yang tidak perlu keahlian apapun untuk hadir yang biasanya mengaku sebagai bloger.

Saya melihat para fotografer berjalan penuh rasa percaya diri di depan saya. Menenteng kamera, pakaian yang diserasikan, tas yang keren dan perintilan yang mungkin harganya bisa satu hape saya yang sedang dipegang ini.

Saya ingin juga seperti mereka. Berjalan melewati banyak pasang mata saat sebelum acara. Bebas akses di mana-mana karena dianggap profesional dan tentu, kamera profesional yang siap mengambil banyak gambar untuk momen-momen tidak terduga.

Namun saya sadar bahwa itu sulit. Bermodal kamera smartphone dan pakaian ala kadarnya, rasa percaya diri yang biasanya mendadak hilang.

Terintimidasi! Ditambah teriknya matahari, alhasil apa yang saya kerjakan selama acara juga menjadi sulit. Hasil jepretan yang diharapkan banyak dan bagus, malah kena dampak alias tidak maksimal.

Apakah saya harus membeli kamera profesional juga? Padahal hasil kamera smartphone juga sangat baik. Tidak kalah jauh dan bahkan ada yang lebih baik dari kamera profesional. Ya, hanya saja harga smartphone-nya juga bisa buat gigit jari.

Rasanya tetap berbeda, apalagi ada acara seperti karnaval. Membawa kamera profesional berada di level tertentu dari mereka yang bahkan menggunakan smartphone paling mahal.

Lihat masyarakat di sekitar, semuanya memiliki smartphone. Lihat fotografer, mereka terlihat keren. Memang ini hanya sudut pandang, tapi tetap saja yang saya rasakan adalah bagaimana diri saya terintimidasi karenanya.

...

Halaman ini saya buat memang tentang kekurangan saya yang dalam realita terus memproduksi tulisan di blog dotsemarang. Sebagai manusia, wajar ada sisi lain yang tidak diangkat dalam konten yang dibuat.

Saya sudah berpengalaman sudah lebih 10 tahun, tidak ada masalah sebenarnya. Namun kali ini sedikit berbeda. Suasananya membuat pengalaman berbeda. Mungkin saya memang hanya perlu fokus di tulisan. Gambar hanyalah pemanis saja, tidak perlu hasil yang mentereng atau jepretan handal.

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pria Tidak Berdaya

Blog Personal Itu Tempat Curhat

Sifat Buruknya Pria 29 Tahun