Catatan

Pria Tidak Berdaya

Gambar
Selamat bertambah usia untukku. Di tengah perayaan sederhana yang kuhidupkan lewat tulisan ini, aku memilih tema “Pria Tidak Berdaya” sebagai cermin perjalananku. Bukan untuk meratapi nasib, tapi untuk memeluk kejujuran—tentang diriku, tentang hidup, dan tentang harapan yang masih kugenggam erat meski kadang terasa rapuh. Dalam bahasa Indonesia, “berdaya” berarti punya kekuatan, kemampuan, atau kemauan untuk menghadapi hidup—entah itu menyelesaikan masalah, mengejar mimpi, atau sekadar bangun dari tempat tidur dengan semangat.  Tapi di usia ini, aku merasa berada di sisi sebaliknya: tidak berdaya. Bukan karena aku menyerah, tapi karena hidup terasa seperti permainan yang aturannya terus berubah, dan aku sering kehabisan napas untuk mengejar. Hampa di Tengah Keramaian Di usia 39, aku melihat banyak pria seusia ku hidup dalam ritme yang sepertinya lebih “hidup”. Mereka punya pekerjaan yang memberi kepastian—gaji bulanan yang datang tanpa drama, hanya perlu mengatur apa yang masuk ke ...

Kenapa Mantan Bisa Move On, Sedangkan Kita Nggak?

[Artikel 74#, kategori Cinta] Di usia saya sekarang, saya benar-benar menyedihkan. Tidak ada seseorang yang jadi teman bicara sambil dipanggil sayang atau memberi semangat kala pikiran sedang jatuh. Lalu, melihat mantan yang tidak sengaja sedang bahagia, saya jadi iri sendiri dengannya.

Tanpa sadar, saya kembali mengingat mantan-mantan. Tidak mungkin juga berharap mereka kembali, hanya kenapa mereka bisa move on sedangkan saya tidak. 

Saya mengerti bahwa setiap orang memiliki jodohnya masing-masing, namun entahlah. Mantan-mantan yang pergi apa nggak kasihan kepada mantannya. 

Jangankan menengok, menyapa atau sekedar kepo. Mereka (mantan) benar-benar seakan lenyap dari bumi. Menyembunyikan diri seolah menyelamatkan diri sendiri dari para iblis yang pernah menjadi kenangan indahnya, mungkin saya adalah salah satunya. Berasa jadi raja iblis yang ditakuti. 🥲

Meninggalkan kenangan

Saya memikirkan alasan sederhana mengapa saya tidak bisa move on, yaitu tinggal bersama kenangan. Mantan-mantan saya seperti sangat jahat kepada saya.

Saat berhubungan menjadi kekasih dulu, kami membuat banyak momen indah. Dari sekedar bertengkar kecil hingga mengecup mesra.

Saat putus, mereka pergi. Meninggalkan saya dengan beribu kenangan di kota yang saya tinggalin hingga kini. Dari kota, jalan, tempat nongkrong hingga rumah.

Serius, tinggal di rumah ini tekanannya luar biasa. Meski sudah berpikir positif, tetap saja tiap sudut ada kenangan mantan. Suruh saya pindah yang sudah belasan tahun ditinggalin?

Kenangan yang kita buat dulu sekarang menempel pada saya. Mantan? Mereka tentu tidak memikirkan lagi karena ada yang keluar kota hingga pulau. Lalu, ada yang sudah punya seseorang yang diprioritaskan (suami atau pasangan baru).

Saya harus menanggung derita seorang diri. Tidak mungkin saya membalikkan kota Semarang yang penuh kenangan dengan kekuatan manusia biasa.

Termasuk perjalanan dotsemarang yang juga ada kisah dengan mantan. Satu sisi menjaganya tetap ada, satu sisi juga selalu melihat kenangan bersamanya.

Keluar dari Kota Semarang dan dotsemarang

Saya belum tahu bagaimana caranya meninggalkan Kota Semarang yang begitu saya perjuangkan atau pertahankan dari apa yang saya mulai bersama dotsemarang.

Rekan-rekan saya juga mungkin sudah move on dari keduanya (Semarang & dotsemarang) karena keluar dari Semarang dan dotsemarang.

Tinggal saya yang menanggung beban keduanya. Terkadang saya bisa menahan, tapi terkadang juga saya kesakitan sendiri.

...

Saya harap kelak, penderitaan yang saya rasakan tidak akan mereka rasakan. Mungkin tidak sekarang, tapi kelak keturunan mereka. Mungkin saya sekarang juga adalah dosa dari penderitaan orang tua yang saya lakuin di masa muda dulu.

Semoga saya panjang umur dan sehat selalu. Aminnn 🙏

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pria Tidak Berdaya

Blog Personal Itu Tempat Curhat

Sifat Buruknya Pria 29 Tahun