Catatan

Pria Tidak Berdaya

Gambar
Selamat bertambah usia untukku. Di tengah perayaan sederhana yang kuhidupkan lewat tulisan ini, aku memilih tema “Pria Tidak Berdaya” sebagai cermin perjalananku. Bukan untuk meratapi nasib, tapi untuk memeluk kejujuran—tentang diriku, tentang hidup, dan tentang harapan yang masih kugenggam erat meski kadang terasa rapuh. Dalam bahasa Indonesia, “berdaya” berarti punya kekuatan, kemampuan, atau kemauan untuk menghadapi hidup—entah itu menyelesaikan masalah, mengejar mimpi, atau sekadar bangun dari tempat tidur dengan semangat.  Tapi di usia ini, aku merasa berada di sisi sebaliknya: tidak berdaya. Bukan karena aku menyerah, tapi karena hidup terasa seperti permainan yang aturannya terus berubah, dan aku sering kehabisan napas untuk mengejar. Hampa di Tengah Keramaian Di usia 39, aku melihat banyak pria seusia ku hidup dalam ritme yang sepertinya lebih “hidup”. Mereka punya pekerjaan yang memberi kepastian—gaji bulanan yang datang tanpa drama, hanya perlu mengatur apa yang masuk ke ...

Mantan datang

[Artikel 70#, kategori Cinta] Dia datang, tapi bukan melepas rindu. Ia merasa sangat lapar, lalu makan. Terdengar lucu, tapi itu beneran. Apalagi saya janji mengajaknya makan-makan karena ia telah diwisuda. Selamat dan maaf, hanya itu yang bisa saya ucapkan untuk keberhasilannya.

Tidak menyangkut harapan tentang mantan yang kembali datang terjadi hari ini. Dari sekian mantan, entah kenapa tak ada satu pun yang melihat saya sebagai sosok manusia. Bukan barang yang sekali pakai tinggal buang ke dalam tong sampah.

Dan ia (mantan) mengabulkan harapan yang sangat lama terpendam. Meski pada akhirnya dia pergi dan tak ada kabar lagi kemudian.

Saya berharap mendekapnya lebih lama, tapi ia sudah memiliki hubungan baru yang sepertinya jauh lebih baik dari hubungan kami sebelumnya.

Kedatangan mantan juga menjadikan saya sebagai sosok yang tak pernah saya bayangkan berada diposisi tersebut. Saya adalah selingkuhan kekasih orang lain. Sangat kejam buat saya yang mengatasnamakan kesetiaan di atas segalanya.

Oleh karena itu, saya menyuruhnya lekas pergi setelah bertemu saya. Janji saya sudah terlaksana dan ia berhak bahagia.

Saya? Hanya bisa kembali bersedih karena mengenang hubungan yang pernah terjadi diantara kami berdua. Bagaimana saya berjuang mempertahankan, menangis, kehujanan dan menjaganya agar terus sehat.

Entah karma siapa yang saya ambil untuk dipertanggungjawabkan. Apakah orang tua saya, orang yang saya sakiti atau diri saya di masa lalu (reinkarnasi). Eh berlebihan, ini kebanyakan baca komik isekai 😅. 

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pria Tidak Berdaya

Blog Personal Itu Tempat Curhat