Catatan

Pria Tidak Berdaya

Gambar
Selamat bertambah usia untukku. Di tengah perayaan sederhana yang kuhidupkan lewat tulisan ini, aku memilih tema “Pria Tidak Berdaya” sebagai cermin perjalananku. Bukan untuk meratapi nasib, tapi untuk memeluk kejujuran—tentang diriku, tentang hidup, dan tentang harapan yang masih kugenggam erat meski kadang terasa rapuh. Dalam bahasa Indonesia, “berdaya” berarti punya kekuatan, kemampuan, atau kemauan untuk menghadapi hidup—entah itu menyelesaikan masalah, mengejar mimpi, atau sekadar bangun dari tempat tidur dengan semangat.  Tapi di usia ini, aku merasa berada di sisi sebaliknya: tidak berdaya. Bukan karena aku menyerah, tapi karena hidup terasa seperti permainan yang aturannya terus berubah, dan aku sering kehabisan napas untuk mengejar. Hampa di Tengah Keramaian Di usia 39, aku melihat banyak pria seusia ku hidup dalam ritme yang sepertinya lebih “hidup”. Mereka punya pekerjaan yang memberi kepastian—gaji bulanan yang datang tanpa drama, hanya perlu mengatur apa yang masuk ke ...

Itu Tempat Saya (Seharusnya)

[Artikel 69#, kategori Cinta] Kebahagiaan yang saya rasakan awal bulan ternyata hanya bertahan sebentar. Hari ini saya kembali diputar mengitari waktu saat itu. Saya berada disampingnya saat ia bekerja keras, saat hilang semangat dan mengorbankan waktu dan jarak untuknya.

Akhir pekan, 4 Desember 2021, ia resmi memakai topi toga di kepalanya. Meski keluarga tidak datang menghadiri, ia seolah tetap tegar.

Ia sempat mengirimi undangan agar saya datang untuk sekedar mengucapkan selamat kepadanya. Namun tentu saya tolak.

Ia sudah memiliki kekasih, buat apa posisi itu masih diberi? Sekedar menghormati saya yang pernah berjasa, atau pamer bahwa ia berhasil dan sekaligus mengenalkan kekasihnya.

Seharusnya

Saya yang berada disampingnya. Memberi ucapan selamat, memeluknya, ikut tertawa bahagia dan seolah tidak percaya bahwa kita akhirnya sampai di sini. Dan aku adalah bagian dari perjuanganmu.

Sayang, itu hanya imajinasi sesaat yang begitu sesat. Begini rasanya ketika tempat yang seharusnya saya berada di sana diambil oleh orang lain. Perasaan saya mendadak sedih, melow dan ingin sekali berteriak histeris.

Saat melihat gambar mereka, dalam hati berkata 'enak banget kekasihnya yang sekarang. Begitu bangga dengannya, tertawa manja dan ikut bahagia menemaninya'.

Saya? Hanyalah manusia yang kembali kesikan kalinya menjadi bagian proses dari seseorang. Menjadi bayangan, batu loncatan, ikut bahagia saat bahagia dan sebaliknya. Lalu, terlupakan.

...

Selamat menjadi manusia yang bertitle secara resmi. Jangan sia-siakan perjuanganmu yang sudah kamu raih. Banggalah dengan pencapaianmu meski harus berdarah-darah dan menguras air mata.

Terima kasih kamu mengingatku dengan memberi undangan. Maaf, aku tidak datang. Bukan karena aku malas atau tidak senang.

Aku hanya khawatir momen kebahagianmu hanya menjadi luka baru yang harus aku tanggung seumur hidupku.

Kamu bersinar terang, sedangkan aku hanya bayang-bayang yang hilang dalam kegelapan.

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pria Tidak Berdaya