Catatan

Pria (Tidak) Berharga

Gambar
Saya melihat teman lama yang perutnya membuncit sedang menggendong anaknya. Terlihat senyumnya yang lepas seakan mengatakan bahwa dialah yang paling bahagia di dunia ini. Sebuah pesan kepada para lelaki bahwa ia sudah tiba digaris akhir seorang pria sukses. Lalu, kapan kamu? Entahlah, saya juga bingung mengapa saya berjalan tidak pada semestinya seperti para pria lainnya yang kerap kali membagikan momen-momen bahagianya dengan pasangan dan anak kesayangannya. Memiliki istri yang rupawan, apalagi setia, cakep tuh disebut keluarga kecil yang bahagia. Inilah kekurangan pada diri saya yang mengaku hebat dalam konsistensi, tapi sulit ekonomi. Pria (tidak) berharga Saya kembali memulai perjalanan baru sebagai pria yang kini menginjak usia 38 tahun. Apa yang akan terjadi sepanjang tahun, saya harap itu sangat berharga.  Di umur sekarang ini, saya percaya bahwa 'laki-laki sukses ada keluarga dibelakangnya yang hebat'. Saya merenung sesaat, andai saja saya bisa kembali mengulang waktu s

Cokelat dari Malaysia

[Artikel 65#, kategori Cinta] Salah satu oleh-oleh yang dibawanya adalah sekotak cokelat. Bukan hanya satu, tapi dua. Saat itu, bahagia rasanya dan tidak menyangka ia begitu peduli tentang hal-hal kecil yang tidak semua orang bisa lakukan.

Hari ini, akhirnya saya membuangnya. Kotak yang selalu ada di meja kerja dari pertama kali ia datang dari Malaysia. Sangat lama meski isinya sendiri sudah dimakan semua.

Keputusan yang sulit sebenarnya karena kenangannya luar biasa. Dan mungkin akan sulit ditemukan di Indonesia. Saya harap gambar ini akan mengingatkan saya ketika kembali mengingatnya.

Sudah berakhir

Sebenarnya komunikasi kami tidak putus begitu saja. Hanya saja, hubungan kami benar-benar sudah berakhir. Apalagi saat ia bercerita tentang kekasih barunya lagi di awal bulan Agustus. 

Bila dikatakan sebuah prestasi, mungkin benar ia sangat berprestasi ketimbang saya. Saat kami sudah berpisah beberapa bulan lalu dan hingga kini, ia sudah dua kali berpacaran. Sedangkan saya? 

Karena sudah saatnya untuk melepaskan, kotak cokelat ini sebaiknya dibuang saja. Saya rasa dia baik-baik saja meski kenangan cokelatnya dibuang. Toh, dia sudah nyaman dengan pria lain.

Berbeda dengan saya yang selalu memandang kotak cokelat. Senyum yang diberikan, tawa yang ditampilkan hanyalah sebuah topeng diantara sesaknya perasaan yang tidak ingin ditinggalkan.

Selamat tinggal kotak cokelat, maafkan saya yang membuangmu. Semoga perasaan saya lebih baik lagi meski tanpamu.

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berkenalan dengan Istilah Cinephile

[Review] One Day, Film Korea Tentang Pertemuan Pria dengan Wanita Koma yang Menjadi Roh