Catatan

Pria Tidak Berdaya

Gambar
Selamat bertambah usia untukku. Di tengah perayaan sederhana yang kuhidupkan lewat tulisan ini, aku memilih tema “Pria Tidak Berdaya” sebagai cermin perjalananku. Bukan untuk meratapi nasib, tapi untuk memeluk kejujuran—tentang diriku, tentang hidup, dan tentang harapan yang masih kugenggam erat meski kadang terasa rapuh. Dalam bahasa Indonesia, “berdaya” berarti punya kekuatan, kemampuan, atau kemauan untuk menghadapi hidup—entah itu menyelesaikan masalah, mengejar mimpi, atau sekadar bangun dari tempat tidur dengan semangat.  Tapi di usia ini, aku merasa berada di sisi sebaliknya: tidak berdaya. Bukan karena aku menyerah, tapi karena hidup terasa seperti permainan yang aturannya terus berubah, dan aku sering kehabisan napas untuk mengejar. Hampa di Tengah Keramaian Di usia 39, aku melihat banyak pria seusia ku hidup dalam ritme yang sepertinya lebih “hidup”. Mereka punya pekerjaan yang memberi kepastian—gaji bulanan yang datang tanpa drama, hanya perlu mengatur apa yang masuk ke ...

Cokelat dari Malaysia

[Artikel 65#, kategori Cinta] Salah satu oleh-oleh yang dibawanya adalah sekotak cokelat. Bukan hanya satu, tapi dua. Saat itu, bahagia rasanya dan tidak menyangka ia begitu peduli tentang hal-hal kecil yang tidak semua orang bisa lakukan.

Hari ini, akhirnya saya membuangnya. Kotak yang selalu ada di meja kerja dari pertama kali ia datang dari Malaysia. Sangat lama meski isinya sendiri sudah dimakan semua.

Keputusan yang sulit sebenarnya karena kenangannya luar biasa. Dan mungkin akan sulit ditemukan di Indonesia. Saya harap gambar ini akan mengingatkan saya ketika kembali mengingatnya.

Sudah berakhir

Sebenarnya komunikasi kami tidak putus begitu saja. Hanya saja, hubungan kami benar-benar sudah berakhir. Apalagi saat ia bercerita tentang kekasih barunya lagi di awal bulan Agustus. 

Bila dikatakan sebuah prestasi, mungkin benar ia sangat berprestasi ketimbang saya. Saat kami sudah berpisah beberapa bulan lalu dan hingga kini, ia sudah dua kali berpacaran. Sedangkan saya? 

Karena sudah saatnya untuk melepaskan, kotak cokelat ini sebaiknya dibuang saja. Saya rasa dia baik-baik saja meski kenangan cokelatnya dibuang. Toh, dia sudah nyaman dengan pria lain.

Berbeda dengan saya yang selalu memandang kotak cokelat. Senyum yang diberikan, tawa yang ditampilkan hanyalah sebuah topeng diantara sesaknya perasaan yang tidak ingin ditinggalkan.

Selamat tinggal kotak cokelat, maafkan saya yang membuangmu. Semoga perasaan saya lebih baik lagi meski tanpamu.

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pria Tidak Berdaya