Catatan

Pria (Tidak) Berharga

Gambar
Saya melihat teman lama yang perutnya membuncit sedang menggendong anaknya. Terlihat senyumnya yang lepas seakan mengatakan bahwa dialah yang paling bahagia di dunia ini. Sebuah pesan kepada para lelaki bahwa ia sudah tiba digaris akhir seorang pria sukses. Lalu, kapan kamu? Entahlah, saya juga bingung mengapa saya berjalan tidak pada semestinya seperti para pria lainnya yang kerap kali membagikan momen-momen bahagianya dengan pasangan dan anak kesayangannya. Memiliki istri yang rupawan, apalagi setia, cakep tuh disebut keluarga kecil yang bahagia. Inilah kekurangan pada diri saya yang mengaku hebat dalam konsistensi, tapi sulit ekonomi. Pria (tidak) berharga Saya kembali memulai perjalanan baru sebagai pria yang kini menginjak usia 38 tahun. Apa yang akan terjadi sepanjang tahun, saya harap itu sangat berharga.  Di umur sekarang ini, saya percaya bahwa 'laki-laki sukses ada keluarga dibelakangnya yang hebat'. Saya merenung sesaat, andai saja saya bisa kembali mengulang waktu s

Hari Sedih Sedunia

[Artikel 89#, kategori catatan] Apa yang dikhawatirkan ternyata benar-benar terjadi. Sungguh, saya ingin marah dan mencaci makinya. Kebohongannya bukan saja menyakiti perasaan, tapi juga menjadi stempel seseorang yang sekali berbohong, maka ia akan terus menerus melakukannya. Tidak peduli betapa ia menyesal dan minta maaf, ia akan kembali berbohong.

Saya tahu, mungkin saya menerima karma darinya yang dulu pernah disakiti atau terluka oleh seseorang. Apes saja nasib saya kali ini yang harus menanggung derita dan karmanya.

Ibu sakit

Beberapa jam sebelum hujan ikut menangis bersama saya, saya dapat kabar kalau ibu saya sakit. Khawatir, cemas dan bingung apa yang harus dilakukan. Yang pasti sangat sedih mendengar kabar tersebut.

Sedih karena ibu yang sakit dan sedih karena si bungsu yang mengurusnya. Sebagai kakak dan anak, saya benar-benar gagal. Saya berharap diberikan ampunan karena kegagalan ini.

Hujan yang ikut menangis

Dia masih tetap kekasih saya. Keberadaannya selalu membuat khawatir karena pekerjaannya yang tak biasa untuk wanita yang sedang bertumbuh mencari jati diri.

Saya pikir, ia sudah pulang mengingat jarum jam sudah menunjukkan pukul 1 dini hari. Nyatanya, ia belum pulang dengan segudang alasan.

Karena hari sebelumnya ia kelaparan karena hanya makan sehari, saya berinisiatif membelikannya nasi goreng.

Pucuk cinta ulam tiba, berharap memberi lebih perhatian dan bertemu dengannya yang semenjak puasa jarang bertemu, ia malah melakukan kesalahan. Sungguh nalar apa yang coba dimainkan untuk orang yang menjaganya selama ini.

Akhirnya saya pulang dengan perasaan geram. Tak sampai 200 meter hujan ikut mengguyur jalanan yang dilalui yang tanpa sadar air mata pun ikut meluncur. Apakah saya gagal menjadi prianya?

Saya selalu berusaha terbuka dan mengajarinya untuk tidak berbohong, kenyataannya, ia menampar dengan pedas semua yang saya katakan. Bahkan saat mendapatkannya sedang bersama yang lain, ia bukannya membela, malah membuat saya seperti pecundang.

Saya berguman dalam hati tentang apa yang terjadi, apakah seperti ini rasanya? Setiap kali menonton dan membaca berita tentang perselingkuhan, sekarang saya yang berada di sana. Hal-hal sederhana ketika dilakukan dengan kebohongan, hanya akan mencari siapa yang benar dan salah. Tapi tak pernah sadar untuk berubah dan merasa bersalah.

...

Ini adalah cobaan bulan puasa. Tidak menyangka saja bahwa saya harus melewati dua kesedihan dalam satu waktu. Orang yang sangat dicintai (Ibu) dan orang yang ingin saya jaga perasaannya agar selalu mencintai saya.

Pelajaran hidup hari ini tentang kita, sebaik apapun kita, pasti pernah menyakiti seseorang.

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berkenalan dengan Istilah Cinephile

[Review] One Day, Film Korea Tentang Pertemuan Pria dengan Wanita Koma yang Menjadi Roh