Catatan

Pria Tidak Berdaya

Gambar
Selamat bertambah usia untukku. Di tengah perayaan sederhana yang kuhidupkan lewat tulisan ini, aku memilih tema “Pria Tidak Berdaya” sebagai cermin perjalananku. Bukan untuk meratapi nasib, tapi untuk memeluk kejujuran—tentang diriku, tentang hidup, dan tentang harapan yang masih kugenggam erat meski kadang terasa rapuh. Dalam bahasa Indonesia, “berdaya” berarti punya kekuatan, kemampuan, atau kemauan untuk menghadapi hidup—entah itu menyelesaikan masalah, mengejar mimpi, atau sekadar bangun dari tempat tidur dengan semangat.  Tapi di usia ini, aku merasa berada di sisi sebaliknya: tidak berdaya. Bukan karena aku menyerah, tapi karena hidup terasa seperti permainan yang aturannya terus berubah, dan aku sering kehabisan napas untuk mengejar. Hampa di Tengah Keramaian Di usia 39, aku melihat banyak pria seusia ku hidup dalam ritme yang sepertinya lebih “hidup”. Mereka punya pekerjaan yang memberi kepastian—gaji bulanan yang datang tanpa drama, hanya perlu mengatur apa yang masuk ke ...

Pertama Kali Ke Hotel Chanti Semarang

[Artikel 8#, kategori hotel] Ketika pertama kali diajak untuk datang ke hotel, kepala saya mendadak punya gagasan bagus untuk ke sana. Yaitu dengan cara bersepeda, tapi di hari H, saya malah tidak melakukannya. Mendadak tubuh ada yang salah.

Akhirnya diundang juga ke hotel Chanti oleh orang yang sudah familiar sebelum bekerja di hotel Chanti. Bahkan sebelum bekerja di hotel sebelumnya pun, saya mengenalnya. Entah kenapa orang-orang yang menurut saya sudah nyaman bekerja di hotel, malah pindah-pindah.

Minimalis

Seperti perkiraan yang sering kali lewat depan hotel, bangunan yang menjulang tinggi ke atas hanya upaya memaksimalkan ruang yang ada. Hotel minimalis menurut saya. Suatu hari, semoga saja bisa menginap di sini.

Awal bulan selalu memberi harapan, saya harap kedatangan saya di awal bulan April ini bisa baik ke kedepannya.

Beberapa jam sebelumnya. Tubuh seolah terasa berat. Niat bersepeda dari rumah rasanya gagal deh. Apalagi harus di sana setelah salat Zuhur. Panas terik matahari juga sedang bagus-bagusnya.

Terpaksa, mengakalinya dengan naik Ojol ke sana. Apalagi sorenya saya harus pergi main futsal. Kondisi saya bakal lebih banyak terkuras bila dipaksain bersepeda.

Tak banyak melihat

Setelah turun dari Ojol, langkah saya bergerak menuju pintu masuk hotel yang saat itu terbuka. Melewati pos satpam, saya menyempatkan diri mengambil gambar bangunan.

Memasuki gedung, bagian kiri udah banyak mobil parkir dan sebelah kanan turun ke bawah, tempat parkir sepeda motor. Mungkin saya akan menaruh sepeda saya di sana, kata saya dalam hati.

Setelah dicek suhu tubuh, saya disapa oleh orang yang mengundang saya. Wah, kebetulan nih. Basa-basi yang mungkin sudah biasa banyak orang lakukan.

Kami naik menuju ruang makan, apakah itu juga bagian dari lobi? Entahlah. Saat datang bersama orang hotel, saya langsung menuju meja yang ada setelah lift ke buka. Sudah ada di depan beberapa meter.

Selama di hotel menunggu acara berlangsung, tidak banyak hal yang bisa saya lihat untuk dijadikan cerita. Saya benar-benar fokus pada obrolan-obrolan dan acara.

Sangat disayangkan memang ketika kesempatan datang, saya akhirnya memilih pulang setelah acara berakhir. Maklum mengejar jam futsal.

...

Hotel Chanti berada di tengah kota, dekat dengan berbagai akses seperti Kota Lama maupun Pasar Johar hingga Mal Paragon.

Mungkin yang pertama tidak ada kesan mendalam selain warnanya yang identik dengan kuning keemasan. Suatu hari, semoga saja. Terima kasih buat undangannya.

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sifat Buruknya Pria 29 Tahun

Perjalanan Pulang Pergi ke Hotel The Wujil Resort & Conventions