Catatan

Pria (Tidak) Percaya Diri

Gambar
Sesulit itukah menjadi pria yang memasuki kepala 40 yang sebentar lagi? Meski masih ada beberapa tahun tersisa, bukankah masih ada harapan? Ayolah, bisa bisa. Yuk, mari mulai kisah baru lagi. Apa kabarmu hari ini? Semoga baik-baik saja. Terkadang ingin mengatakannya seperti itu karena fisik memang baik-baik saja. Namun, sisi mental ternyata tidak baik-baik saja. Banyak persoalan yang dulunya dianggap sepele, sekarang terasa berat jika dipikirkan. Tidak percaya diri Tak banyak hal yang bisa saya ceritakan di-usia 36 tahun . Apakah tidak mengasyikkan atau hanya kedatangan penyakit malas untuk menulis? Rasa percaya diri saya seperti menghilang. Terutama soal hubungan dan pertemanan. Ketika orang terdekat saja bisa menyakiti, bagaimana dengan dua hal tersebut (hubungan dan pertemanan). Di usia 36 tahun, saya tertampar oleh kenyataan yang saya pikir sudah berjalan semestinya. Benteng terakhir saya, keluarga , sangat tidak masuk akal. Jika mereka saja bisa berbuat begitu, lantas apa yang mau

Kekhawatiran Tentang Uang dan Keluarga

[Artikel 3#, kategori pria 35 tahun] Andai waktu bisa diputar lagi, rasanya tidak ingin menyia-nyiakan uang. Apalagi bukan lahir dari golongan orang berada. Malah yang ada, orang tua utang sana-sni. Imbasnya sekarang, gali lubang tutup lubang. 

Di umur 35 tahun, kekhawatiran belum menikah adalah hal besar yang ada dalam pikiran. Setiap pria maupun wanita bahkan.

Hanya saja, kekhawatiran tentang uang adalah paling terdepan saat ini. Puncak segala puncak, terutama menyangkut keluarga.

Tidak kompeten

Andai orang tua memiliki kekuatan finansial, berapa rupiah pun yang saya dapatkan tentu sangat senang. Tapi sayang sebaliknya. Sebesar apapun yang didapat, sadar tidak sadar keluarga memerlukan.

Bila ada sih tidak masalah. Nah kalau nggak ada, seakan dianggap tidak berbakti. Satu sisi sedang berusaha, satu sisi didorong pada ketidakputusasaan. 

Percuma bekerja kalau tidak ada uangnya. Percuma mengejar passion, kalau akhirnya dipinjam uangnya tidak bisa. Dan seterusnya.

Saya benar-benar tidak kompeten menjadi anak. Padahal niat nabung buat biaya hidup dan biaya nikah (saking tidak bisa diharapkannya keluarga soal finansial).

Bekerja keraslah kamu selagi muda

Bila waktu benar-benar mewujudkan harapan saya, mengembalikan usia di bawah 25 tahun, saya akan bekerja keras.

Mengurangi sifat buang-buang uang, seperti sok mentraktir makan, bensin kendaraan, beli ini dan itu.

Lebih baik menderita usia muda ketimbang saat usia menjelang 40 tahun. Bebannya bukan lagi diri sendiri. Tapi keluarga, hingga saudara. 

Hanya saja bila nasib keluarganya sama dengan saya. Kalau sudah kaya raya, tidak mikir biaya pengeluaran, biaya lainnya, ya santai aja. 

Apalagi tinggal meneruskan bisnis orang tua. Seharusnya aman. Sebesar apapun pencapaian, pasti membanggakan bila berada di keluarga seperti itu.

Ya, kamu. Kamu yang belum berada di umur 30 an tahun dan juga bukan dari keluarga yang bisa mengandalkan finansial, dengarkan saya.

Jadilah miskin di usia muda, maksudnya hemat, mengatur keuangan dan kurangi pengeluaran yang tidak penting.

Dan petiklah kemiskinan yang kamu simpan erat-erat di usia dewasa, atau usia 30 tahunan. 

Semisal bisa membuat karya, jadikanlah investasi yang berkelanjutan. Buatlah sesuatu yang dapat menghasilkan.

Bila harus bekerja, ambillah pengalamanannya dan terapkan pada usaha rintisan yang ingin dikembangkan.

Jangan bergantung pada pekerjaan, karena itu tidak selamanya. Menderitalah, tidak apa-apa. Namun saat waktu tiba, berbahagialah.

...

Saya tidak menyesal jalan yang saya ambil sekarang ini hingga di usia 30 tahun. Meski tidak ada uang atau wanita di samping.

Hanya saja, saat usia kepala tiga tiba. Ada banyak hal yang dikhawatirkan, terutama keluarga. 

Bila kamu kaya, tidak perlu banyak memikirkan. Sebaliknya, jangan jadi seperti saya yang belum bisa diandalkan.

Bekerja keraslah untuk menghasilkan uang sebelum umur 30 tahun. 

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

The Crowned Clown, Drama Korea Kerajaan yang Bercerita Raja yang Bertukar Karena Wajah Kembar

Kembali ke Jogja: Pulang